Komen 30 dulu baru upJeremy langsung menemani kakaknya membeli cincin di tempat langganan mama mereka. Senang sekali hati Jeremy melihat kakaknya mau membuka hati kepada pasangannya.
"Cincin yang kaya gimana ya, Jer?"
"Serah lo deh. Hasna bukan yang tipe nyari mahal kok"
Dika menunjuk cincin polos dengan bentuk yang cantik di ujung rak. Cincin pasangan.
"Itu bagus gak?" Tanya Dika
"Bagus bang, gue dulu nembak Nana cuma lewat email aja langsung diterima"
Sang kakak mengerutkan dahinya heran.
"Lo pikir ngelamar kerja!"
Mereka berhenti dan memilih bunga yang cocok untuk Hasna. Dika memilih antara mawar dan lily.
"Bagusan mana?" Tanya Dika
"Bagusan kamboja tuh! Kata Nana, Hasna tuh suka pohon-pohon daripada bunga"
Dika memukul pundak adiknya.
"Yang bener aja lo, Jer. Gue beneran takut ditolak"
Hasna yang sedang belajar menyulam bersama Tya langsung berdiri saat bibi menghampiri mereka.
"Disuruh mas Dika ke taman mbak. Katanya disuruh buruan" jelas sang bibi
"Dika sakit?" Tanya Tya
Hasna yang panik langsung berlari ke arah taman diikuti dengan Tya. Jeremy yang melihat mamanya ikut berlari langsung menahan tangan sang mama.
"Ada yang mau mendeklarasikan sesuatu, ma. Mama disini aja sama aku"
"Hah? Deklarasi apa?" Tya bingung
"Dika mau nembak Hasna"
Tya membulatkan matanya tak percaya. Mereka melihat dari kejauhan adegan dua sejoli itu.
Dika berdiri di tengah taman dan Hasna berlari menghampirinya. Tangan wanita itu langsung mengecek suhu tubuh Dika.
"Mas Dika pusing? Ada yang sakit?" Hasna sudah panik sendiri
Lelaki itu menyentil hidung Hasna dan tertawa kecil.
"Aku gak sakit, Hasna" ia berlutut dan menyerahkan buket bunga mawar putih kepada perawatnya. Hasna nampak kaget.
"Mas...."
"Has, kamu udah tahu keadaanku, kekurangan, keluarga dan semua yang jelek dari aku. Aku cuma mau bilang kalau aku jatuh cinta sama kamu—"
"Would you be my girlfriend?" Tanya Dika lagi
Air mata Hasna meluncur, ia menerima buket bunga dari Dika dan memeluk lelaki kurus itu.
"Yes i would"
Dika mengeluarkan sesuatu dari kantong celana jeansnya. Sebuah kotak cincin, mereka saling menyematkan di jari satu sama lain.
Tya menangis haru dari belakang jendela, Jeffryan yang baru pulang kerja langsung memeluk istrinya dan menenangkannya.
"Dika udah menemukan kebahagiaannya. Kamu juga harus bahagia, Tya" bisik Jeffryan
"Aku selalu bahagia. Aku terharu aja abang berani buka hatinya buat orang"
Jeremy ikut memeluk ibunya. Ia sadar ibunya sedih karna anak-anaknya sudah menemukan wanita lain untuk menemani hari-hari mereka.
"Sejauh apapun aku sama abang pergi, rumahku masih mama. Sampai kapanpun mama masih orang terhebat di hidupku"
Air mata Tya turun semakin deras. Begini rasanya menjadi seorang ibu yang akan ditinggal anaknya menikah.
Hasna dan Dika sedang berada di kamar, Dika bermain gitar dan Hasna mendengarnya sambil tiduran di ranjang Dika.
"Kenapa diantara lelaki yang nembak kamu, ada yang dokter, pengusaha, perawat juga. Tapi, yang kamu terima malah yang penyakitan kaya aku? Cancer survivor, leukemia?" Tanya Dika
"Definisi cinta menurut kamu kaya gimana, mas?" Tanya Hasna balik
"Cinta? Sesuatu yang—" Dika berpikir lama
"Susah kan dijelasinnya? Sama! Itu yang aku rasain sekarang. Aku gak tahu alasan aku cinta sama mas Dika"
Tangan Hasna meraih tangan Dika dan menggenggamnya.
"Orang yang penyakitan bukan berarti dia gak boleh punya cinta. Begitu juga orang sehat, bukan berarti dia gak boleh suka sama orang yang berjuang buat sembuh" ujar Hasna lembut
Dika mendekatkan wajahnya kepada Hasna dan kemudian melumat bibir wanita itu.
"Ini yang pertama buat kamu?" Tanya Dika
Hasna mengangguk.
"Im so lucky to have you, Has"
Keluarga Jeffryan sedang bersantai di ruang keluarga sambil menonton televisi dan membicarakan rencana pernikahan Jeremy dan Nana, calon pengantin wanita juga ada di sana.
Hasna tiba-tiba mual-mual membuat semuanya menoleh kearahnya.
"Has, kamu sakit?" Tanya Tya
"Gak, bu" wajah Hasna pucat dan Dika langsung menggosok tengkuk Hasna dengan minyak kayu putih
"Waduh! Bang Dika. Perawat lo mual-mual ngidam nih pasti" ledek Jeremy
"Pas ke puncak sama kamu kemarin kali, Jer. Mardika, papa bangga" sahut Jeffryan
Tya mencubit lengan suaminya.
"Lo pasti makan mie kan makanya perut lo sakit! Pakai boncabe level 30 pasti?" Omel Nana
Hasna hanya tersenyum. Tanda ia mengiyakan.
"Bandel bangun sih lo, Has. Bentar, gue cariin obat dulu"
"Tangannya bisa dilepas kali! Yang sakit perutnya loh bukan tangannya! Jadi gak usah pegangan bisa kali woy!" Jeremy masih kompor
"Pasangan baru, Jer. Udah kaya kereta, gandengan teus" sahut Jeffryan
Tya langsung melemparkan bantal sofa ke arah suaminya.
"Kamu udah mau jadi kakek masih aja mulutnya gak bisa difilter!" Omel Tya
"Ke kamar kamu yuk, kamu istirahat. Disini banyak setan" ajak Dika
Jeffryan dan Jeremy saling pandang.
"Wadaw, ke kamar berduaan. Bismillah dapat ponakan!" Jeremy menengadahkan tangannya seperti sedang berdoa
Mardika mengacungkan jari tengah kearah adiknya. Tya hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak dan bapak yang doyan sekali mengusili Mardika.
Tapi ia senang keluarganya terasa hangat dan Dika mulai kembali ceria sejak ada Hasna di rumah ini.
Next?
Komen 30 dulu baru up
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS IN HEAVEN (MARKHYUCK)
FanfictionTentang suster Hasna yang berjuang semaksimal mungkin agar pasiennya, Mardika. Berupaya semaksimal mungkin agar Mardika bisa sembuh dari sakitnya.