15

5.4K 702 65
                                    

Komen tembus 50 up lagi 💙

Dika mematikan ponselnya sejak ia berpisah dengan Hasna, ia hanya memakai  ponsel yang ia gunakan untuk bisnis. Ia ingin melupakan gadis itu.

"Kamu lagi apa, Has? Kamu pasti baik-baik aja kan? I miss you"

"Sebulan tanpa kamu rasanya hampa, Has"

Cincin yang ia lempar saat bertengkar dehgan Hasna kini telah ia pakai kembali di jari manisnya.

"Aku cuma bisa lihat kamu dari CCTV apartemen Jeremy. Bahagia ya, Has"

Jeffryan menepuk pelan pundak putranya itu. Ia duduk di sampingnya.

"Dika, kamu masih belum bisa lupa sama Hasna?"

"Aku selalu ingat dia, aku cinta dia. Tapi, level tertinggi dalam cinta bukannya melepaskan demi kebahagiaan?" Sahut Dika

"Kamu yakin Hasna bahagia?"

Dika nengangguk.

"Suatu hari nanti dia bakalan ketemu sama pangerannya, punya putri kecil yang cantik, dan jagoan kecil yang selalu jagain dirinya kelak"

Hati Jeffryan miris, anaknya hancur namun berusaha kuat.

Nana nampak gelisah, sejak tadi ia terus mendial ponselnya dan itu membuat Jeremy heran.

"Kenapa? Kok kamu gelisah gitu"

"Hasna aku telfon gak diangkat. Kata kepala perawat Hasna udah seminggu gak kerja"

Jeremy berusaha menenangkan istrinya yang tengah hamil 5 bulan itu.

"Sejak kapan gak diangkat?" Tanya Jeremy lagi

"Dari sore. Tapi, Hasna biasanya gak kaya gini. Nanti kamu cek ya, aku takut Hasna nekat"

Tanpa menunggu lama Jeremy langsung pergi ke apartemennya. Mendengar cerita Nana tadi tidak mustahil Hasna mencoba mengakhiri hidupnya sendiri.

Jeremy terus memanggil Hasna di intercom dan juga tak ada respon. Ia langsung masuk saja ke dalam dan apartemen nampak gelap.

"Has, kamu di mana? Kamu baik-baik aja?"

"Has..."

"HASNA!"

Ia langsung menelpon security dan memanggil ambulan. Ia menemukan Hasna di dalam bathtub dengan nadi teriris dan juga sebuah gunting di genggamannya.

"Anak gue belum lahir, Has. Lo gak mau lihat ponakan lo?"

Dengan cepat ia menggendong tubuh Hasna ala bridal dan langsung membawanya ke rumah sakit.

Bajunya sudah basah oleh darah dan juga air yang menetes dari tubuh Hasna tadi. Ia menelpon ayahnya agar menemaninya ke rumah sakit.

°°°

Dokter keluar dari ruangan Hasna dan langsung meminta Jeremy ke ruangannya.

"Kamu harus melakukan operasi, lukanya cukup dalam, pasien juga menerima donor darah dan juga harus di rawat intensif"

"Lakukan yang terbaik, dok"

"Pasien juga mengalami masalah lambung akut, depresi dan insomnia"

Jeremy tahu betul beban hidup Hasna. Bahkan gadis itu memutuskan untuk bunuh diri.

"Saya permisi, dok"

Saat ia keluar dari ruangan dokter. Ayahnya dan kakaknya sudah menunggu di luar.

"G—gimana Hasna?" Tanya Dika

"Dia hampir mati. Lo lihat baju gue kan, ini darah dia semua. Hasna benar-benar bahagia!" Sarkas Jeremy

"Boy..." Lerai sang papa

Jeremy menatap Dika tajam.

"Dia jarang makan, insomnia, depresi dan milih bunuh diri. Kalau gue telat mungkin Hasna udah tinggal nama"

Dika hanya bisa menundukkan kepalanya,  air matanya terus menetes. Sementara sang ayah berusaha menenangkannya.

Sudah tiga hari Hasna belum sadar dan selama itu pula Dika selalu menemaninya. Ia mengecup kening Hasna lembut.

"Minum obat lo, jangan sampai Hasna makin beban pas sadar dan lo drop" ujar Jeremy

"Thanks, Jer"

"Kata dokter, Hasna nanti siang kemungkinan udah sadar"

Dika tersenyum lalu mengecup tangan Hasna yang dibalut perban.

"Kalau gitu gue balik sekarang ya, Jer. Gue titip Hasna"

"Lo nyakitin diri lo, dan lo nyakitin Hasna tahu nggak, bang" ledek Jeremy

"Jangan bilang gue kesini. Jangan bilang gue yang jagain dia selama dia belum sadar"

Sang adik hanya mengangguk dan Dika langsung berjalan keluar.

Tya dan Nana datang menjenguk Hasna. Gadis itu sudah siuman sejak tadi.

"Has, jangan begitu lagi ya. Gue takut" isak Nana

"Jangan nangis dong. Kasihan dedek di perut kamu"

"Hasna jangan ngerasa sendiri ya, nak. Balik ke rumah Jeffryan ya?" Bujuk Tya

Hasna menggeleng.

"Kalau aku kembali makin susah aku buat lupain Dika"

Tya memeluk gadis itu dan mengelusnya lembut.

"Sampai kapan pun kamu tetap keluarga Jeffryan, nak. Dengan atau tanpa jadi istri Mardika"

"Makasih, ma. Makasih karena adanya mama aku jadi ngerasa punya ibu lagi"

Mereka bertiga berpelukan. Hasna mengelus perut Nana yang sudah terlihat bulat.

"Selama aku belum sadar aku ngerasa bahagia, aku selalu mimpi mas Dika ada di samping aku. Aku selalu mimpi dicium dan denger suara Dika" ucap Hasna

Tya dan Nana saling tatap. Mereka bingung ingin menjawab apa.

Next?

Kira-kira Dika nurunin egonya gak nih?

TEARS IN HEAVEN (MARKHYUCK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang