Komen tembus 40 baru up
Jeremy dan Nana menjenguk Dika yang sudah di pindahkan ke ruangan rawat biasa. Mereka datang membawa buah dan juga makanan.
"Dari mama, dia gak bisa kesini karna nemenin papa launching produk"
"Murah amat oleh-oleh yang kalian bawa. Buah doang masa" ejek Dika
"Bacod lo, bang! Eh, tapi gue ada sesuatu buat kalian berdua" ujar Jeremy
"Apaan?" Tanya Hasna
Nana mengelus perutnya membuat mereka berempat saling pandang.
"Udah isi? Selamat yaaaa!" Hasna langsung memeluk Nana dan ikut mengelus perut sahabatnya itu
"Udah lima minggu dia ada di perut. Untung kemarin pas malam pertama ama bapaknya dia gak gugur" ucap Nana
"Dijaga baik-baik ponakan gue, Jeremy jangan ngewe mulu lo!" Omel Dika
"Yeee sirik aja lo, bang. Makanya Abang buruan halalin Hasna biar bisa ngewe kapan pun dan dimana pun"
Dika dan Hasna langsung terdiam. Pipi mereka memerah membuat Nana dan Jeremy makin betah untuk mengejek mereka.
Jeffry dan Tya langsung ke rumah sakit setelah urusan perusahaan selesai. Hari ini Dika melakukan kemonya yang pertama.
"Kita telat ya, Has?" Tanya Jeffryan
"Iya, pak. Kemonya udah sejam lalu prosesnya, tapi gak apa-apa kok"
"Makasih ya, Has. Dika udah lama tidurnya?" Tanya Tya
"Udah, Bu. Dia tidur dari awal kemo, katanya matanya berat banget"
Tya membuka bungkusan yang ia bawa. Kotak makan dengan menu sayur dan ayam goreng.
"Hasna belum makan kan? Makan dulu ya"
"Aku ke masjid dulu ya, sholat Maghrib bentar" pamit suaminya
Tya mengangguk. Ia mengecup kening putra sulungnya itu.
"Dulu Dika pernah kemo waktu masih SMA. Tapi gak lama dia minta stop—"
"Katanya dia malu dikatain botak sama temen-temennya. Makanya habis itu dia minta home schooling" ucap Tya
"Siapa yang berani ngatain? Kalau saya ketemu mereka pasti saya gebuk tuh!"
Wanita itu tertawa mendengar gerutuan Hasna. Ia mengelus kepala Hasna yang sibuk dengan ayam gorengnya.
"Dulu Jeffry sampai ke sekolah dan ngomong sama temen-temennya Dika biar gak ngeledek Dika lagi. Akhirnya anak-anak satu kelas pada bikin pesta perpisahan buat Dika karna Dika lanjut home schooling, mereka juga minta maaf sama Dika"
Hasna mengerti kenapa Dika sangat kaku dan tempramen. Karna dia jarang bertemu dengan orang lain dan bahkan tidak punya sahabat, ia kesepian.
Efek kemo sudah terasa di tubuh Dika, Hasna yang peka langsung mengambil wadah dan menepuk-nepuk pundak Dika.
"Muntahin aja, mas. Gapapa, biar enakan"
Hanya cairan bening kekuningan yang keluar. Tubuhnya rasanya menggigil dan ngilu di seluruh persediannya.
"Minum teh madu dulu biar agak hangat"
Dengan sabar Hasna menyuapi Dika dengan teh madu buatannya. Sementara Dika hanya menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang.
"Aku capek, Has..." Racau Dika lirih
"Aku tahu, tapi mas belum boleh istirahat sekarang. Nanti dulu ya, mas"
Dika berusaha bangun, Hasna yang pengertian langsung membantu kekasihnya itu untuk duduk di pinggir ranjang. Dika langsung menggelengkan kepalanya di perut Hasna.
"Aku sayang sama mas Dika, tolong jangan pergi dulu ya, mas. Aku belum siap kalau harus sendirian lagi" ucap Hasna sambil membelai rambut Dika
"Kamu juga jangan pernah pergi, Has"
Hasna mengangguk. Tanpa Dika minta pun ia akan selalu ada di samping kekasihnya ini.
° ° °
Jeremy menggantikan tugas Hasna untuk menemani Dika di rumah sakit bersama Nana. Hasna pulang karna sudah tiga hari ia bermalam di rumah sakit.
"Gue ragu mau ngelamar Hasna atau enggak. Gue ngerasa gak sempurna buat dia"
"Semua orang juga gak sempurna kali. Gue ngelamar Hasna juga masih belum sempurna, masih belum wisuda" jawab Jeremy
"Kasihan temen aku kalau ditidurin doang gak dilamar-lamar" sindir Nana
Jeremy menepuk pundak kakaknya.
"Lo udah ngewe sama Hasna? Parah lo, bang!"
"Apaan sih, tidur doang gak pakai ngewe! Emang gue lo!" Jawab Dika
"Yah, kirain udah ngewe. Lo jangan rendah diri gitu dong"
"Iya, bang. Hasna kayaknya udah cinta mati sama abang. Yang nembak dia banyak tapi gak ada yang diwaro sama dia, abang yang pertama loh" sahut Nana
Kepala Mardika semakin pusing. Apakah ia bisa membahagiakan Hasna dengan segala kekurangannya?
Hasna dibuat panik saat kembali ke rumah sakit ruangan Dika sudah kosong. Jeremy dan Nana juga tidak ada di sana.
Ia sudah menangis dan terus menghubungi ponsel ketiganya.
"Mas Dika dimana, Na? Kok kamarnya kosong?" Air matanya sudah tak bisa ia tahan
"Has... Lo harus kuat ya"
"NA! ADA APA? GAK LUCU SUMPAH! MAS DIKA BAIK-BAIK AJA KAN?"
Ia belum siap jika harus ditinggal pergi oleh Dika. Tidak akan pernah siap
"Has, kuatin hati lo ya. Gue sama Jeremy nunggu di mobil. Ke basement rumah sakit sekarang"
Hasna berlari sambil menangis. Ia bahkan menabrak beberapa orang karna saking tidak fokusnya pada jalan.
Ia melihat nana melambai di samping mobil putih Jeremy. Langkah kakinya terus mendekat.
"Mas Dika mana?" Tanya Hasna lagi
"Masuk mobil dulu. Lo gak boleh sedih ya, Has"
Di perjalanan Hasna tak berhenti menangis. Sementara Jeremy dan Nana hanya diam. Mobil mereka berhenti di depan pemakaman.
"Kita ngapain kesini?" Tanya Hasna
Tidak mungkin, Dika tak akan pergi begitu saja.
"Pelan-pelan, Has. Dika udah nungguin lo" Jeremy menuntun Hasna yang sudah lemas
Langkah mereka menyusuri pemakaman tempat dimana sang bunda disemayamkan. Dari kejauhan ia melihat Dika berdiri di sana bersama mama Tya dan papa Jeffryan.
Hasna langsung berlari memeluk kekasihnya. Dika nampak tampan dengan jas berwarna hitam.
"Ngapain sih disini? Mas bikin aku hampir mau bunuh diri tau nggak!"
"Maaf ya aku udah bikin kamu khawatir. Aku cuma mau ngelakuin ini—"
Dika berlutut sambil memberikan kotak cincin berwarna hitam. Hasna langsung terdiam.
"Has, di depan mama kamu dan di depan orang tua aku. Aku cuma mau bilang kalau aku cinta dan sayang banget sama kamu. Aku mau menghabiskan sisa umur aku sama kamu"
"Aku sadar aku masih jauh dari kata sempurna. Tapi aku yakin keputusan aku buat ngelamar kamu adalah keputusan yang tepat. Hasna, would you be my partner in life?"
Tanpa menunggu lama Hasna langsung mengangguk dan Dika langsung berdiri memakaikan cincin emas itu di jari manisnya.
"Kenapa ngelamarnya disini coba?" Tanya Hasna
"Ide Jeremy sih, dan unik aja gitu"
Hasna tertawa, seumur hidupnya ia tidak pernah membayangkan akan dilamar di kuburan. Ide Jeremy memang selalu diluar perkiraan.
Next?
Mau mulus sampai pelaminan atau banyak kerikil?
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS IN HEAVEN (MARKHYUCK)
FanfictionTentang suster Hasna yang berjuang semaksimal mungkin agar pasiennya, Mardika. Berupaya semaksimal mungkin agar Mardika bisa sembuh dari sakitnya.