Komen tembus 20 aku up
Hasna sudah memikirkan apa ia harus mengambil tawaran dari keluarga Jefrryan atau tidak
"Has, gimana?" Tanya Nana
"Iya, aku ambil. Aku takut sebenernya"
"Takut kenapa? Hasna kan suster favorit. Banyak yang sayang sama Hasna"
Gadis berpipi gembil itu hanya mengangguk. Ia mencoba berpikir positif.
"Besok ada pacarku kok yang bakalan jagain kamu"
"Iihh, kan aku kerjanya sama kakaknya. Mana kayaknya dingin banget sikap kakaknya" ujar Hasna
"Kan kayaknya... Besok lihat aslinya kan?"
Hasna hanya pasrah. Semoga saja si Mardika itu tidak bawel dan mudah dimengerti.
Jeffrey masuk ke kamar anak sulungnya. Ternyata Jeremy tidur bersama kakaknya dan memeluk boneka panda kesukaannya dari kecil.
"Astaga, mereka tidurnya gimana sih" heran sang ayah karena sprei dan selimut mereka berantakan
Ia merapikan posisi anaknya dan juga selimutnya agar mereka hangat. Tangannya mengelus kepala kedua putranya.
"Papa sayang kalian, semoga kalian selalu bahagia. Papa pengen lihat kalian punya anak dan keluarga yang harmonis"
Jeffrey menaikkan suhu AC agar tak terlalu dingin. Ia juga mematikan lampu agar anaknya tidur lebih lelap.
"Good night, loves"
Hasna datang ke mansion keluarga Jefrryan dengan di jemput oleh sopir keluarga Jefrryan. Ia memakai pakaian formal dan juga memakai riasan simple.
"Halo Hasna, saya senang Hasna mau menerima tawaran saya" sapa Tya
"Iya, bu. Setelah saya pikir-pikir saya akhirnya memutuskan untuk bergabung"
Tya tertawa.
"Jangan formal-fornal dong, santai aja. Tugas kamu nemenin Mardika ya"
"Menemani dalam konteks apa, Bu?" Hasna sedikit bingung
"Pokoknya intinya kamu kerja buat Mardika, memastikan dia minum obat dan kondisi Mardika. Pokoknya gitu lah"
Hasna mengangguk.
"HALLOOO"
Jeremy turun dan langsung duduk di samping mamanya.
"Jeremy, adiknya Mardika pacarnya Nana. Salam kenal-calon kakak ipar"
"Heh, jangan iseng dong kamu, dek" omel mamanya
Rencana Jeremy berjalan sesuai rencana. Hasna sepertinya cocok untuk Mardika.
"Hasna sarapan sekalian ya di sini. Udah waktunya sarapan ini"
Hasna menolak tapi Tya malah menggandeng tangannya menuju meja makan.
Mardika dan sang papa sudah ada di meja makan bersama mereka bertiga. Suasana nampak hangat namun tidak untuk Dika dan Hasna.
"Lagian ngapain sih ma pakai suster? Kaya bayi aja" protes Dika
"Nggak gitu, abang. Mama sama papa cuma gak mau kamu drop dan gak ada yang bisa nanganin dengan cepat. Kalau ada suster kan agak lebih baik" jelas Tya
"Lagian kan ya enak aja gitu kalau ada Hasna di sini. Abang gak kesepian lagi kan ya" ledek Jeremy
"Shut up, Noval" wajah Dika langsung merah
Tya membuka pembicaraan.
"Hasna di rumah sakit kerja jadi perawat buat bangsal apa?" Tanya Tya
"Aku awalnya di bangsal umum, Bu. Tapi dipindah ke lansia sekarang"
"Pasti capek hati ya? Lansia kan kadang banyak maunya"
"Hehe nggak kok, Bu. Saya seneng kok kerja di sana" jawab Hasna
"Kamu tinggal sama siapa? Ngekost atau rumah sendiri?" Tanya Jeffrey
"Saya tinggal di mess sendiri, pak. Sama Nana juga kadang-kadang"
"Orang tua kamu dimana?"
Hasna tersenyum tipis.
"Papa meninggal waktu saya SD, pak. Mama meninggal waktu saya lahir"
"Maaf Hasna...."
Hasna hanya tersenyum lalu menggeleng.
"Gapapa kok, pak. Saya udah ikhlas"
"Kamu tinggal disini aja ya, Has. Daripada kamu di mess dan bayar bulanan mending disini aja gratis" saran Jeremy
"Iya, saya kan gak punya anak cewek. Kalau ada kamu kan saya enak bisa ngedrakor bareng" Tya tak mau kalah
Mata Hasna dan Mardika saling bertemu tapi mereka langsung memalingkan pandangan.
"Why you look so cute..."
"Aku udah selesai" ucap Mardika sambil meletakkan sendok dan garpunya
"Obatnya di minum ya" Tya mengambil obat Dika diatas nampan
Hasna melihat Dika yang menelan obatnya sekaligus. Dika langsung naik kamarnya.
"Dia emang agak dingin sikapnya, mungkin karna jarang interaksi sama dunia luar dan orang lain. Maklumin ya" ucap Tya
"Iya, Bu. Saya paham"
Pukul satu siang Dika bermain gitar di taman samping rumahnya ditemani anjing bewarna putih.
"Pakai masker kalau main sama binatang. Nanti bulunya masuk ke hidung" Hasna mengacungkan selembar masker
"Peduli apa lo?" Sahut Dika ketus
"Pakai aja... Kamu gak makan siang?"
Dika tak menggubris pertanyaan dari Hasna. Ia asik memetik senar gitar.
"I lay my love on you~"
Dika terkejut saat Hasna duduk di sampingnya dan bernyanyi seirama nada dari gitarnya. Suaranya bagus dan lembut.
"Kayaknya kita harus bikin band deh haha" canda Hasna
Bukannya menjawab namun Dika malah berjalan menjauhi Hasna. Gadis itu hanya mengelus dada pelan.
"Sabar Hasna, sabar. Semangat, kamu bisa" ia menyemangati dirinya sendiri
Hasna mengobrol dengan bibi yang sedang menyirami bunga di taman.
"Udah, neng. Biar bibi aja"
"Gak apa-apa kok, Bi. Saya bantuin nyapu ya"
Dika memperhatikan keramahan dan ketulusan hati Hasna kepada semua orang. Bahkan gadis itu ikut merapikan taman padahal itu bukan tugasnya.
"Dilihatin aja, kalau suka samperin lah" ledek Jeremy
"Ngaco!"
Jeremy tertawa "lo berdiri di depan balkon setengah jam cuma ngelihatin Hasna doang. Masih denial?"
"Apaan... Orang gue lagi nyari angin aja" elak Dika
Jeremy hanya memutar matanya malas. Ia harap Hasna bisa betah menghadapi sikap jutek dari kakaknya.
"Bang, lo beneran gak mau punya pacar?" Tanya Jeremy
"Ya lo tahu sendiri kan. Setiap gue jalan sama cewek pasti mereka langsung ninggalin gue karena tahu gue sakit-"
"Sekalinya mereka bertahan, mereka cuma morotin gue" jawab Mark
"Kan gak semua orang begitu, bang"
Mardika merebahkan tubuhnya di sofa.
"Siapa?"
"Tuh si Hasna..." Jawab Jeremy dan Dika langsung melempar remote AC ke arah adiknya
"Jangan bikin gue terlalu berharap sama hal yang belum pasti, Val"
Next?
Komen yaa please ♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS IN HEAVEN (MARKHYUCK)
FanficTentang suster Hasna yang berjuang semaksimal mungkin agar pasiennya, Mardika. Berupaya semaksimal mungkin agar Mardika bisa sembuh dari sakitnya.