"Kenapa perempuan itu ribet? Kalau iya ya tinggal bilang iya, kalau engga ya bilang engga! Jangan pake antonim!"
-Razkan Alif Alhisyam-
____
"Bukan siapa-siapa," jawabku pada Sarah, singkat padat dan jelas. Aku sendiri tidak paham mengapa dia sangat ingin tahu tentang hal ini.
"Yang bener?" Sarah bertanya lagi, aku memejamkan mataku, berusaha untuk tetap diam.
Jujur sebenarnya aku sudah lelah, harus kerja, harus ke bioskop, tapi malah Sarah membatalkan acara nontonnya itu. Aku cukup sulit untuk memilih hari dan menyisihkan waktuku untuknya, mengingat jadwalku yang padat dan nerubah-ubah. Bahkan ada beberapa pekerjaan yang belum selesai hari ini, karena aku pulang lebih cepat hanya untuk pergi ke bioskop dan menemui Sarah. Tapi, dia malah membatalkannya. It's okay, jika dia sakit, aku mengerti. Namun, aku sedikit tidak suka saat ia banyak bertanya tentang hal yang menurutku tidak berguna. Wanita itu terlihat sedikit aneh.
"Kan udah gue jawab tadi,"
"Kalo nggak percaya sama jawaban gue, mending Lo nggak usah tanya...."
Sarah terdiam setelah mendengar perkataanku. Dia memalingkan pandangannya ke luar jendela, menikmati angin sepoi-sepoi yang memang terasa sedikit dingin malam ini.
Kenapa Sarah belum juga bicara lagi? Apakah perkataanku tadi cukup kasar? Entahlah aku sendiri tidak suka jika Sarah terlalu banyak bicara, tapi Sarah yang pendiam juga terasa aneh bagiku. Sekarang, aku merasa tidak enak dengan dirinya. Nada bicaraku juga biasa saja, tidak menggertak juga, yaa tapi memang agak sinis sih....
"Kalo dingin, jendelanya tutup aja," kataku datar, sambil terus fokus menyetir.
"Nggak usah, aku tahu alasan kamu nyuruh buka jendela lebar-lebar itu apa. Kita sependapat, biar nggak ada setan kan?" ucap Sarah sambil sedikit tersenyum, aku dapat menangkapnya sedikit.
Kami kembali diam, hingga aku kembali membuka suara.
"Di samping lo ada jaket. Kalau mau di pake, pake aja." Aku ingat tadi pagi aku membawa jaket dari rumah, dan meletakkannya di jok belakang tepat di samping Sarah.
Kuparkirkan mobilku di depan sebuah supermarket, karena ada sesuatu yang ingin kubeli. Sebelum pergi meninggalkan Sarah, aku sempat bertanya apakah ia ingin turun atau tidak, ingin titip sesuatu atau tidak, dan jawaban Sarah adalah tidak.
"Gue tau Lo cuman pura-pura sakit, ya kan?" ucapku saat sudah kembali ke mobil, sambil menyodorkan es krim rasa strawberry pada Sarah. Awalnya, aku mengira bahwa Sarah memang merasa tidak enak badan sehingga membatalkan acara menonton film di bioskop bersamaku. Tapi, kupikir Sarah hanya pura-pura sakit. Aku menangkap suatu hal yang janggal saat mata kami tidak sengaja bertemu. Sorot mantanya terlihat tidak baik-baik saja. Sarah... menyembunyikan sesuatu dariku.
"Thank you," kata Sarah sambil menerima pemberianku. Perempuan itu memang sangat menyukai es krim berwarna pink yang sekarang ada di genggamannya itu. Kalau dia marah, atau sedih, maka es krim itulah obatnya. Kami sudah berteman sejak kecil, jadi sedikit banyak aku tau tentang Sarah. Hal apa yang ia suka dan apa yang ia tidak suka.
"Jadi...kenapa?" tanyaku padanya sembari memakai kembali sabuk pengamanku.
"Aku?" Sarah menunjuk dirinya sendiri. Akupun mengangguk mengiyakan. Kalau bukan dia, siapa lagi.
"Aku...tadi ketemu Bian..." Sarah menghela nafas panjang, kemudian kembali memakan es krim strawberynya yang sudah mulai mencair.
"Cowok brengsek itu?" tuturku menanggapi. Kakiku menginjak pedal gas, sorot mataku menajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASAN AKU MEMILIHMU
RandomSetelah kepulanganku dari Amerika, banyak orang yang bilang bahwa aku berubah. Aku sejak dulu memang sudah pendiam, kini menjadi lebih pendiam dan dingin. Hingga aku bertemu seorang wanita yang berhasil membuat hidupku lebih berekspresi, dia yang me...