"Allah itu punya rencana yang indah, Lif. Lebih indah dari yang kita rencanakan sendiri."
____
Lagi-lagi, malam terasa sangat panjang bagiku. Cepat datang namun tak kunjung pergi. Ba'da Isya tadi aku berusaha untuk fokus, mengganti semua waktu yang kuhabiskan siang tadi. Banyak pekerjaan yang belum selesai karena otakku tidak bisa diajak bekerja sama, lembur sampai malam adalah solusinya.
Lagi-lagi aku menyiksa diriku, menyiksa tubuhku yang notabennya adalah bukan sebuah robot, membuatku kelelahan agar aku bisa tidur dengan nyenyak tanpa pikiran aneh yang mengganggu. Sepertihalnya hari minggu kemarin, aku berusaha membuatku tubuhku lelah. Pagi-pagi sudah jooging, kemudian dilanjut dengan workout dan nge- gym, siangnya main ke rumah Kak Hanum dan main basket sama Bang Kevin, belum lagi sibuk cek kerjaan dan lembur juga sampai malam. Tapi nyatanya, itu semua tidak bekerja, malamku malah semakin menyiksa. Pikiranku melayang dan badanku pegal-pegal. Hari Minggu itu, otakku dan fisikku benar-denar kelelahan. Herannya, aku malah jadi susah tidur.
Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul dua belas dini hari lebih dua puluh menit. Kakiku melangkah menuruni tangga, hendak turun ke lantai bawah untuk mengambil air minum dan camilan ringan. Hampir semua pekerjaan yang tadi siang tertunda bisa ku selesaikan malam ini. Sebenarnya semuanya sudah selesai, hanya saja aku belum mau tidur sekarang dan memutuskan untuk menonton series netflix sebentar.
Saat aku sampai, lampu dapur menyala padahal biasanya mati saat malam-malam seperti ini. Mungkin ada orang yang menyalakannya. Benar saja, ketika aku tengah mengambil air minum dingin di kulkas, Abi keluar dari pintu kamar mandi. Aku yang terkejutpun hampir saja menumpahkan minumku.
"Loh kamu? Dari tadi belum jadi tidur?" tanya Abi, tangannya mengambil gelas dari rak cucian piring. Kemudian menuang air putih ke dalamnya.
"Belum."
"Masih banyak kerjaannya?" tanya Abi lagi.
"Ya...lumayan." Aku memasukkan sebuah 'corn chips pedas' ke dalam mulutku.
Abi terkekeh mendengar jawabanku, "Kayanya kamu lagi banyak pikiran ya?"
"Mikirin apa sih? Tiap malemnya begadang. Di ajak ngobrol juga ga fokus," tambah Abi.
"Biasa, kerjaan," jawabku sambil tersenyum simpul.
"Kamu itu nggak dituntut buat kerja dua puluh empat jam lho Lif. Kerja ada waktunya, kamu kan bukan robot. Me time itu juga perlu. Apalagi kalau nanti pas udah nikah, harus banget meluangkan waktu buat keluarga. Jangan sampai ga ada waktu luang buat keluarga. Memang kamu bisa menafkahi materinya, uangnya ngalir terus, tapi batiniahnya, kasih sayangnya gimana?"
"Sama kaya Abi dulu, sibuk banget sama kerjaan sampai pulang ke rumahpun jarang. Baru lama-lama Abi sadar kalau semua itu ada waktunya masing-masing, abi juga butuh istirahat."
"Abi curiga kamu mikirin hal lain. Keliatan lho, kayanya kalau mikirin kerjaan kamu ga bakal se stress itu. Tangan kanan kamu yang di perban itu, bener itu kecelakaan waktu latihan karate?" Abi melirik tangan kananku yang masih terbalut perban putih, kemudian menekannya membuatku sedikit meringis.
Aku hanya terdiam saat Abi bertanya seperti itu, sama sekali tidak tahu harus menjawab apa. Apa aku harus berbohong lagi?
"Abi tahu loh kalau ada gerak-gerik yang mencurigakan dari kamu. Apalagi kamu anak Abi sendiri yang tiap hari ketemu di rumah. Hari minggu kemarin, harusnya kamutuh istirahat aja. Olahraga memang perlu, tapi jangan over. Kalau over kaya kemarin, mau bikin badan kamu menderita?"
Aku semakin bergeming, sama sekali tidak ada rencana untuk menjawab.
"Kalau kamu punya masalah? Cerita sini sama Abi. Kalau belum berani cerita sama Abi, cerita sama Kevin yang umurnya ga beda jauh sama kamu. Jangan terlalu memendam apa-apa itu sendirian."

KAMU SEDANG MEMBACA
ALASAN AKU MEMILIHMU
RandomSetelah kepulanganku dari Amerika, banyak orang yang bilang bahwa aku berubah. Aku sejak dulu memang sudah pendiam, kini menjadi lebih pendiam dan dingin. Hingga aku bertemu seorang wanita yang berhasil membuat hidupku lebih berekspresi, dia yang me...