11 | Hurt

62 8 12
                                    

"Ternyata sesesak ini ya rasanya sakit hati."

-Razkan Alif Al-Hisyam-

_____

Tujuh hari. Aku butuh waktu tujuh hari untuk mengambil keputusan besar ini. Apakah itu tergolong cepat atau lama? Nyatanya perasaan aneh itu semakin hari semakin membesar, semakin membuatku aneh. Entah mengapa aku selalu memimpikannya dalam tidurku, wajahnya selalu tampil di pelupuk mataku. Setiap aku berdoa di sepertiga malam, entah mengapa namanya seperti tersebut secara otomatis di dalam hatiku. 

Istikharah? Aku sudah melakukannya. Umi terus meyakinkan diriku, bahwa petunjuk dan rencana Allah itu tidak pernah salah. Hatiku mulai yakin, bahwa sepertinya aku mencintai Haneen. Abi pun tak jauh berbeda. Kata Abi, aku harus menyegerakan niat yang baik. Abi ingin aku segera mengkitbahnya. Aku tak ingin buru-buru, karena ini menyangkut kehidupanku. Aku akan mengambil keputusan setelah sholat Jumat nanti. Walaupun sebenarnya sekarang keputusanku memiliki presentase keyakinan sebanyak sembilan puluh persen berkata iya , lima persennya akan kuputuskan nanti, dan lima persennya tetap akan kusimpan jika terjadi sesuatu yang mengecewakan.

Ardi masuk ke dalam ruanganku, membuyarkan semua lamunanku.

"Ada informasi Pak." Dia berkata sambil membawa beberapa lembar foto yang sudah dicetak.

"Apa? " Aku bertanya datar, paham akan kemana arah pembicaraan. Kemana lagi kalau bukan tentang Haneen. Hampir seminggu ini, aku menyuruh Ardi. Orang kepercayaanku untuk mencari tahu tentang Haneen. Mengawasi semua gerak geriknya, sikapnya, hingga latar belakang dan keluarganya. Semua fakta yang Ardi katakan membantuku dalam mengambil keputusan, dan membuatku semakin yakin dengan keputusan yang aku ambil.

Dari situ aku tahu, bahwa Haneen adalah wanita yang baik. Dia wanita yang penyayang, sabar, tangguh, dan penuh kasih sayang, taat beribadah dan satu lagi cantik. Ck! Aku tidak memujinya, aku hanya ingin mengatakannya.

"Pagi ini dia ada di rumah sakit Pak. Mungkin nanti siang pulang." Ardi menyodorkan foto-foto hasil jepretannya. Tampak Haneen sedang berada di koridor Rumah Sakit memakai jas putih dengan stetoskop di lehernya.

"Baiklah, " Aku berdiri dari dudukku. Memasukan ponsel ke saku celana.

"Saya keluar dulu ya, mau cari udara segar. Sekalian bablas sholat Jumat. " Aku melenggang pergi meninggalkan ruangan setelah mengucapkan salam.

***

Aku berhenti di sebuah masjid di pinggir jalan, memarkirkan mobilku disana dan menuju tempat wudhu. Aku melaksanakan sholat dhuha dengan kusyuk di dalam masjid. Kemudian mengambil mushaf dan membaca surah Ar-Rahman. Hatiku seperti mendapat begitu banyak oksigen, dari yang awalnya gundah menjadi tenang sekaligus damai.

Di dalam doaku, ada sebuah nama yang sejak seminggu lalu aku bisikkan pada telapak tanganku, dia Haneen Azzeera Al-Hasan. Sekarang aku sudah tahu nama lengkapnya, itu semua berkat Ardi asisten kesayanganku.

Abi dan Umi memang benar. Allah adalah segalagalanya, dan dengan takdir Allah separuh hatiku terpaut pada sosok wanita bernama Haneen. Seorang wanita yang buatku tak tenang sejak pertemuan pertama. Wanita yang benar benar mengacaukan hidupku, namun entah mengapa aku bisa mencintainya.

Buncah cinta semakin membludak di dalam jiwa. Ini semuanya karena Allah. Allah lah yang mempertemukanku dengannya. InsyaaAllah selepas sholat jumat nanti aku akan menghubungi Abi, memberitahukan niat baikku untuk mengkhitbah Haneen malam nanti. Tepat di rumahnya, dihadapan ayahnya, aku siap meminta Haneen untuk menyempurnkaan separuh agamaku, dan menjadi partner hidupku.

ALASAN AKU MEMILIHMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang