Aku Tak Akan Meminta Maaf

38.3K 4.1K 230
                                    

Dunia serasa berputar begitu Abrisam membuka matanya. Kepalanya sakit. Ia tahu ia tak seharusnya minum karena toleransi alkoholnya rendah. Ia beranjak duduk, merasakan perih di bagian punggungnya, seperti habis dicakar. Abrisam mengusap wajahnya, merenggangkan tubuhnya yang pegal dan menatap kamarnya.

Jendela kamarnya terbuka, terdapat jas kerjanya yang sudah disiapkan digantungan dekat lemari. Kamarnya rapi, hanya ranjangnya yang masih berantakan. Abrisam melirik ranjangnya yang seperti kapal pecah dan menyisakan sedikit noda mirip darah.

Sebentar!

Abrisam baru sadar jika ia tak mengenakan pakaian. Matanya bergerak, mencari keberadaan seseorang dan secara otomatis, pikirannya mengingat sang sekretaris. Oh, Tuhan! Apa yang ia lakukan pada Miu?

"Miu," gumamnya, berniat bangkit dari ranjang ketika pintu kamarnya terbuka.

Miu masuk ke dalam kamar, membawa sup hangat dengan hati-hati. Ia sudah rapi, mengenakan kemeja kerja dan celana hitam panjangnya yang biasa ia kenakan. Rambut panjangnya yang semalam basah kini sudah kering dan dikuncir seadanya.

"Ditutupi dulu bawahnya, Bos!" pekik Miu kesal membuat Abrisam meraih selimut untuk menutupi bagian bawah tubuhnya.

Miu berdecak, mendekat untuk meletakan sup hangat di nakas. Cara berjalannya aneh, sedikit seperti orang yang menahan kesakitan. Abrisam cemas. Bagaimana jika ia melukai Miu?

"Bos masih pusing-"

Ucapan Miu terhenti ketika Abrisam mengulurkan kedua tangannya untuk memeluk pinggang Miu erat. Pria itu khawatir. Ia takut Miu marah dan membencinya.

"Saya bikin kamu sakit?" tanya Abrisam lemah, tak berani menatap Miu dan memeluk pinggangnya dengan wajah disembunyikan ke perut Miu.

Miu sempat membeku sejenak, terkejut karena tak terbiasa menerima sentuhan Abrisam. Bahkan meski semalam Abrisam sudah lebih dari sekedar menyentuhnya. Sikap Abrisam yang seperti ini juga lebih mengejutkan Miu. Abrisam tidak pernah seperti ini sebelumnya.

"Saya nggak sakit," jawab Miu datar.

"Jalanmu aneh. Kakimu sakit?" Abrisam masih kekeuh bersembunyi di perut Miu. Pria itu seolah tak sadar diri jika ukuran tubuhnya saja dua kali lebih besar dari Miu.

Miu merona mendengar ucapan Abrisam. Ia berdeham pelan. "Nggak."

"Tapi jalanmu aneh!" sahut Abrisam bersikeras.

Miu lagi-lagi merona. Sial! Abrisam ini mau mengingatkannya pada kejadian semalam atau apa?

"Ya wajarlah, saya kan abis diperawani!" ketus Miu jengkel ujungnya karena Abrisam bersikeras jika jalannya aneh.

Memangnya seaneh itu? Miu memang merasa sedikit tak nyaman saat berjalan, tetapi rasa tak nyamannya sudah lebih mendingan dibanding semalam saat ia mencoba bangun dan membersihkan dirinya.

Mendengar ucapan Miu, Abrisam terdiam. Ia melepaskan pelukannya, menarik Miu agar duduk di ranjang dengan lembut. Miu mengerutkan keningnya, menatap Abrisam yang raut wajahnya mengingatkan Miu pada anjing peliharaan tetangganya setiap kali ia dihukum karena merusak tanaman. Persis seperti itu.

"Bos makan supnya dulu, biar saya siapin bekal juga biar nanti nggak repot keluar beli makan siang," kata Miu, mencoba kabur karena tak kuat melihat wajah Abrisam.

Gara-gara semalam, cara pandang Miu pada Abrisam jadi berbeda. Yang awalnya biasa saja, jadi terasa berbeda. Walau memang tak drastis, tetap saja Miu jadi tak biasa melihat Abrisam yang seperti ini.

Miu hendak berdiri ketika Abrisam buru-buru memeluk tubuhnya lagi, menyandarkan kepalanya di bahu Miu tanpa aba-aba. "Pusing," lirihnya pelan.

Miu mengatupkan bibirnya. Pertama, ia sungguh tak biasa menerima sentuhan Abrisam. Kedua, sejak kapan Abrisam sebenarnya menyukai Miu? Miu bertanya-tanya, apakah selama empat tahun ini Abrisam sudah melihatnya sebagai wanita meski ia sendiri mempunyai istri.

Kenapa Sekretarisku Berbeda?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang