Ruang meeting dikerumuni banyak orang. Mereka berdiri di depan pintu, tetapi hanya melongokan kepala tanpa berniat masuk ke dalam. Pemotretan Kalana dilaksanakan hari ini. Tim perencanaan sengaja menggunakan ruang meeting untuk menghemat biaya, sekaligus lebih mudah bagi mereka supaya tak perlu bolak-balik.
Abrisam sudah cemas jika Miu juga akan ikut bergabung bersama karyawan-karyawannya yang berkerumun di depan ruang meeting untuk melihat Kalana, tetapi Miu kelihatan tak terlalu peduli dan lebih sibuk dengan revisi proposal. Saking sibuknya, gadis itu bahkan tak menyadari jika rambutnya berantakan dengan pena terselip di belakang telinga. Keningnya berkerut saking fokusnya. Abrisam mendekati Miu yang masih fokus, berdeham pelan untuk memancing perhatiannya.
"Kamu nggak ikutan ke ruang meeting?" tanya Abrisam pelan.
Miu meliriknya sekilas dengan tatapan aneh, lalu kembali menatap layar komputernya. "Ngapain? Ada bagi-bagi duit?" Balasnya balik bertanya tak peduli.
"Pemotretan Kalana di situ," ujar Abrisam membuat Miu menatapnya lagi dengan wajah masam.
"Ya bodo amat! Nggak ada bagi-bagi duit juga!" dumalnya sementara jemarinya bergerak dengan lincah di atas keyboard. "Jangan lupa lembur saya dibayar, Bos. Saya mau cepet kaya juga kayak Bos!"
Abrisam tutup mulut. Budak Korporat ini mulai lagi. Ia menghela napas, membiarkan Miu melanjutkan omelannya tanpa berniat mendengar. Percuma saja ia khawatir Miu akan ikut berkerumun di depan ruang meeting hanya untuk melihat Kalana. Gadis itu lebih peduli pada revisi dan uang lemburnya.
"Iya," jawab Abrisam terdengar pasrah. Lagi pula, Abrisam tahu ia tak akan menang jika harus berbalas kata dengan Miu. Gadis itu seolah punya kamus otomatis di mulutnya sehingga ia bisa berujar pedas tanpa banyak berpikir.
Abrisam mengulurkan tangannya, meraih pena yang terselip di telinga Miu hati-hati. Namun, tetap saja anak rambutnya ikut keluar gara-gara itu. Abrisam segera merapikan anak rambut Miu, sebelum gadis itu mengomel. Miu menatap Abrisam tak perduli, sedang pusing karena kerjaannya banyak.
"Makan siang saya nanti kamu samain aja kayak pesenanmu," kata Abrisam yang dibalas Miu dengan gumaman asal.
Pria itu hendak berbalik ketika ia melihat sosok Kalana Indra yang berjalan mendekati mereka. Pria itu terfokus menatap Miu, dengan senyum lebar di bibirnya. Abrisam melirik Miu yang tak menyadari kedatangan pria itu.
"Miu?"
Baik Abrisam dan Miu sama-sama menoleh ke sumber suara yang berasal dari Kalana. Miu memasang senyum masam tak ikhlas, menghela napas panjang. Abrisam melirik Miu sekilas, menatap Kalana datar. Yang ditatap hanya tersenyum sopan, menyapa Abrisam ramah.
"Siang, Pak Abrisam."
Abrisam tak membalas, melirik Miu yang menatap Kalana tanpa kata. Wajahnya menunjukan kebingungan, dan diam-diam, Abrisam menemukan ketidaknyamanan di wajahnya.
"Oh, siang Kang," balas Miu, seolah menggantikan Abrisam membalas sapaan Kalana.
Kalana tak terlalu perduli walau Abrisam tak membalas sapaannya. Matanya terus menatap Miu lekat. Seolah hanya ada Miu di ruangan ini. Abrisam menatap Miu yang penampilannya nampak berantakan seperti biasanya, menandakan jika wanita itu tak berdandan untuk bertemu dengan Kalana. Abrisam diam-diam merasa tenang. Paling tidak, Miu masih belum punya perasaan pada Kalana. Kalau bisa, jangan sampai.
"Ada keperluan apa ya, Kang?" tanya Miu membuat Kalana tersenyum manis.
"Aku mau ajak kamu makan siang," jawab Kalana.
Mendengar ucapan Kalana, Abrisam langsung bergerak cepat. "Miu harus rapat sama saya. Kami makan siang bersama hari ini."
Miu melirik Abrisam dengan wajah bingung, tetapi mengangguk mengiyakan. "Iya, Kang. Maaf ya, saya ada kerjaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenapa Sekretarisku Berbeda?
ChickLitDalam setiap kontrak kerja, pihak pertama yang berhak memutuskan kontrak pihak kedua sewaktu-waktu, bukannya pihak pertama yang mohon-mohon supaya pihak kedua balik kerja lagi sewaktu mengundurkan diri. Ini cerita tentang, Abrisam Reynand dan Miu Na...