Pengganggu yang Lain

27.6K 3.1K 122
                                    

Miu pusing. Abrisam banyak maunya akhir-akhir ini, mungkin pembalasan untuk Miu karena Miu mengabaikan tingkah Leanna. Lalu, Leanna juga bertingkah seperti istri sah yang mengawasi terduga selingkuhan suaminya jika bertemu Miu. Miu merasa lucu dengan tingkahnya. Wanita memang ada banyak jenisnya ternyata.

Sudah seminggu Leanna bersikap menyebalkan dan Miu cuma menanggapinya santai. Mulai dari mencari gara-gara sampai menghilangkan dokumen yang Miu simpan. Tentu saja bukan Miu yang dimarahi Abrisam, tapi Leanna. Wanita itu sekarang berada di kantor Abrisam, mungkin sedang memohon-mohon minta maaf dan merayu suaminya.

Miu mengerjakan pekerjaannya yang belum selesai, menatap layar komputer ketika seorang wanita lain menerobos masuk menuju ruangan Abrisam. Ia melewati Miu begitu saja dan langsung masuk sambil berteriak-teriak kepada Abrisam. Miu sempat terbengong sesaat, tetapi ia cuma tertawa.

Seorang petugas keamanan bersama dengan Pak Pred berlari menuju ruang Abrisam, sedikit terlambat tetapi Miu maklum. Yah, namanya juga sudah tua. Miu bertopang dagu, menatap keduanya dengan alis terangkat.

"Ada apa Pak?" tanya Miu heran.

"Kamu nggak nyegat cewek tadi?" balas Pak Pred. Miu menggeleng. "Dia ngaku-ngaku hamil anaknya Abrisam!"

Miu tertawa. Hamil anak Abrisam apanya. Orang, yang bersangkutan tiap malam selalu merengek minta jatah pada Miu.

"Biasalah," balas Miu sambil tertawa. "Banyak banget ceweknya Bos."

Miu beranjak bangkit, masuk ke ruangan Abrisam dan menonton Leanna dan si wanita yang mengaku hamil anaknya Abrisam sedang berargumen. Pak Pred dan penjaga keamanan juga masuk, langsung ciut melihat kedua wanita itu bagai ular yang mau berkelahi, saling mendesis dan mengumpat. Abrisam hanya memasang wajah berkerut, lelah dan pusing melihat tingkah kedua wanita itu.

"Kamu nggak usah ngaku-ngaku hamil! Mas Abri nggak mungkin tidur sama cewek kayak kamu!" bentak Leanna.

Wanita itu melempar amplop cokelat dan testpack bergaris merah kembar di kaki Leanna. "Ini buktinya!" pekiknya tak terima. "Mas! Alin nggak bohong! Ini beneran anak Mas!"

"Tapi saya nggak kenal kamu," balas Abrisam dengan wajah masam. "Boro-boro mau nidurin kamu, keluar malam aja saya nggak pernah."

"Kamu dengar kan, omongan Mas Abri! Jadi nggak usah bohong dan segera pergi dari sini!" usir Leanna garang.

Miu melipat tangannya, menyeringai lebar sambil menyaksikan pertengkaran keduanya.

"Kamu siapa? Apa hak kamu ngusir aku?" balas wanita yang mengaku bernama Alin tak terima.

"Ini kita harus gimana?" bisik Pak Pred bingung pada Miu.

"Santai Pak," balas Miu menyeringai. "Kita nonton aja dulu. Kalau situasi nggak terkendali, baru kita angkut."

Pak Pred menepuk dahinya. Miu masih cengengesan kegirangan mendapat tontonan gratis. Si penjaga keamanan sudah berkeringat dingin, takut dan bingung mau melakukan apa. Pertengkaran berlangsung lumayan lama. Teriakan penuh caci maki terdengar selama hampir dua puluh menit penuh sampai kedua wanita itu mulai main tangan.

"Miu, makin ganas ini!" bisik Pak Pred panik.

"Ya udah, angkut Pak!" kata Miu ringan pada si penjaga keamanan.

Lalu kedua wanita yang bergumul itu dipisahkan dengan susah payah oleh penjaga keamanan dan Pak Pred. Keduanya juga jadi korban salah sasaran dua wanita yang bertarung memperebutkan Abrisam. Padahal yang punya santai saja.

"Apa-apaan ini!" teriak sebuah suara yang membuat Miu berjengit kaget.

Matanya melebar ketika melihat orang tua Abrisam masuk ke ruangan dengan wajah murka. Di belakangnya ada Zoe yang menyusul. Zoe berdiri di samping Miu.

"Kok ada Bos Besar?" tanya Miu berbisik.

"Pak Pred nyuruh aku nelponin mereka," kata Zoe. "Dia takut kamu nggak bisa ngurus ini, makanya langsung nelepon Bos Besar."

Ibu Abrisam yang nampak kesal langsung mendekati Miu, menyentuh Miu khawatir. "Kamu nggak apa-apa, Nak?"

Miu sedikit canggung karena diperhatikan Pak Pred dan Zoe, tetapi mengangguk. "Aku nggak apa-apa, Bu."

Ia menarik napas lega, berdiri di depan Miu seolah melindunginya. Ayah Abrisam berdecak kesal. "Kenapa kalian ribut-ribut di sini?"

Alin melangkah maju. "Saya hamil anak Mas Abri, Pak!"

"Bohong! Kamu jangan asal bicara! Saya dan Mas Abri punya hubungan khusus, jadi nggak usah ngaku-ngaku!" seru Leanna.

Ayah Abrisam menatap Abrisam tajam, beralih pada Miu. "Akhir-akhir ini, Abrisam sering keluar malam, Nak?"

Miu tersenyum canggung. Tahu begini, ia angkut saja si Alin sialan itu! Jadi besar masalah kan, gara-gara ia mau melihat tontonan gratis.

"Ng-nggak, Yah. Abe selalu di rumah," kata Miu membuat Pak Pred, Zoe dan dua wanita lainnya menatap Miu bingung.

Ayah Abrisam mengangguk. "Menantu saya bilang suaminya di rumah terus. Saya tidak kenal siapa kalian berdua dan anak siapa yang kamu kandung, tapi silakan pergi dari sini sebelum saya tuntut kalian ke pengadilan."

"Me-menantu?" Zoe membeo.

Ibu Abrisam mendelik pada Zoe kesal. "Ibu nggak mau kalian sembunyiin pernikahan kalian," katanya tegas pada Miu. "Abrisam dan Miu sudah menikah satu tahun lalu."

Pak Pred mendelik pada Miu. Miu hanya bisa meringis.

"Aku udah bilang kan, Sayang. Kita nggak usah sembunyiin ini lagi," kata Abrisam menatap Miu. "Miu istri saya."

Leanna membelalak. "T-tapi, dia bilang dia sudah punya suami," katanya tak mau menerima kenyataan.

Miu tersenyum manis pada Leanna. "Iya. Suami saya ya, Pak Abrisam."

"Tolong bawa dua wanita ini keluar dari sini," perintah ayah Abrisam pada penjaga keamanan.

Penjaga keamanan mengangguk, menggiring kedua wanita itu pergi. Ayah Abrisam mendengus, duduk di sofa dengan wajah kesal.

"Tuntut aja dua wanita itu," katanya. "Kamu juga, Miu. Kenapa diam saja? Kalau kamu terluka gimana?"

Miu cuma bisa tersenyum canggung, melirik Zoe dan Pak Pred bergantian. "Ayah, ngomongnya abis Pak Pred sama Zoe keluar ya. Nggak enak soalnya."

Ayah Abrisam mengangguk. "Kalian boleh keluar," suruhnya. "Oh, kasih tahu yang lain juga kalau Miu istrinya Abrisam sejak setahun lalu."

Pak Pred dan Zoe mengangguk lalu keluar. Miu menggaruk rambutnya. Sial. Kacau sudah!

"Kamu kenapa nggak diusir dari tadi loh!" omel ibu Abrisam khawatir.

Miu cuma cengengesan. "Aku tadinya mau nonton mereka berantem. Nggak nyangka sampe main tangan gitu, Bu."

"Ada-ada aja kamu!" gerutunya, mencubit bahu Miu kesal. "Jangan diulangi! Bahaya tahu! Ibu sampai panik, kirain kamu kenapa-kenapa sampai nggak bisa ngusir. Kan kamu galak, Nak!"

"Abrisam juga, kenapa nggak bisa lebih tegas? Kamu jangan nunggu istrimu keluar amukannya! Nggak kasihan apa lihat istrimu repot ngurusinnya?" omel ayah Abrisam pada Abrisam.

Abrisan hanya bisa memasang wajah bersalah. Ia tak bisa bertindak kasar. Bagaimanapun juga, Abrisam memang tak pernah kasar pada siapapun.

"Nggak apa-apa, Yah. Nanti Miu ajarin Abe."

Ayah Abrisam mengangguk.

"Karena Ayah sama Ibu sudah di sini, kita sekalian makan siang bareng aja ya?" tawar Miu. "Mau aku pesenin-"

"Nggak usah, suruh OB aja. Kamu kan nyonya di kantor ini. Kamu duduk santai aja," kata ibu Abrisam.

Miu ingin menolak, tetapi menyadari jika ia tak punya pilihan. Mau tak mau, ia menurut.

Hari itu, berita heboh mengenai pernikahan Abrisam dan Miu setahun lalu tersebar hingga ke media. Di akhir hari ini, Miu tak lagi bisa merahasiakan pernikahan mereka.




Note:

Lupa up gue, lagi keranjingan main game.

Ada yang main The Legend of Neverland? Yuk main yuk kalo ada yang gamer, tes dulu. Kalo butuh guild, ikut guild gue hehehe.

Kenapa Sekretarisku Berbeda?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang