Happy Reading😘😍😍
****
"Mawar sudah siuman, Bu Nyai," lapor Riya saat seorang gadis di atas kasur membuka mata setelah sekian lama. Nyai Saidah mendekatinya dan membantunya duduk.
"Kau baik-baik saja? Apa yang kau rasakan?"
Mawar memerhatikan sekitar yang seperti bergoyang-goyang, kepalanya masih pening. "Saya tidak apa-apa, Bu Nyai," jawabnya lemas.
"Riya, coba ambilkan obat di atas meja," pinta Nyai Saidah yang segera diiyakan oleh Riya. Setelah Riya membawakannya, perempuan tua itu menyodorkannya pada Mawar.
"Bu Nyai ..," Mawar meragu saat menatap daun-daunan yang tak ia ketahui apa bercampur dalam satu gelas. Dia tak ingat apa pun selain suara amarah Gus Arkan, bentakannya, dan kata-kata kasarnya.
"Minumlah, rasanya tidak seburuk kelihatannya," pinta Nyai Saidah. Meskipun rasanya tak enak, Mawar paksakan saja demi rasa hormat karena sudah diperhatikan.
"Kalau lelah jangan dipaksakan bekerja banyak-banyak. Emani badanmu sendiri," ujar Nyai Saidah.
"Nggih, Bu Nyai."
"Kemarin Fatma ke pesantren mencarimu, aku menjelaskan kebenarannya pada dia."
"Bibi Fatma," desah Mawar sedih. Dia hampir saja melupakan adik ayahnya yang begitu mencintainya itu. Karena terlalu sibuk mengeluh pada Tuhan dia jadi melupakan orang-orang tersayang.
"Aku sudah mengatakan bila kau aman di sini. Aku sudah bercerita pada Zalfa tentang masalahmu. Hari-hari berikutnya, bantulah dia."
"Nggih, Bu Nyai."
Setelah selesai menasihatinya macam-macam Nyai Saidah keluar dari ruangan. Sejak saat itu Riya mulai mengoceh dan bercerita tentang tragedi pingsanya semalam yang dramatis.
"Aku juga kaget pas semalam kamu hilang tiba-tiba. Semalem kamu ke mana sih, Mawar?" tanya Riya di penghujung ceritanya.
Mawar baru saja ingat bila semalam dia meminjam ponsel Andin lagi untuk melihat postingan terbaru dari akun Jejak Safar yang dia kagumi. Orang yang tidak lain dan tidak bukan adalah Gus Zayan.
"Riya, kamu bisa menafsirkan puisi gak?" tanya Mawar.
"Aku bukan Google translate!"
"Serius."
"Aku gak tahu, Mawar."
Mawar hanya bisa mendengus dan memutar bola mata malas. Riya akan sibuk ke dapur untuk persiapan acara, dan Mawar diminta istirahat karena sakit. Padahal dia sudah baik-baik saja, hanya pikirannya yang sedang bermasalah.
"Kira-kira si Jejak Safar itu ada masalah apa, ya? Ah, bodo ah, kenapa aku harus peduli? Gara-gara linglung mikirin postingannya aku malah nyasar ke kamar Gus Serigala. Ya ampun," dialognya pada diri sendiri.
Dari balik jendela kamarnya dia memerhatikan letak besi-besi kokoh penyangga atap. Langit siang yang cerah membuatnya mengingat Zuma, Mei Xian, Mei Ling, dan yang lainnya. Pasti saat ini mereka sedang makan siang sembari bersenda gurau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haryaka
RomanceMawar, seorang santriwati asal Kalimantan yang hanya bermodalkan nekad untuk nyantri di luar pulaunya. Awalnya dia hanya berniat kabur dari genggaman ayah tiri yang hendak menjualnya menjadi pelacur. Pelarian itu tanpa siapapun ketahui membawa Mawa...