"Kok udah pulang kamu? Bolos, ya?" semprot Arin saat Mawar baru saja membuka pintu kamar mereka. Karena malas menanggapi Mawar hanya melempar tubuhnya sendiri ke kasur."Aku hukum ya nanti kamu," ancam Arin. "Lupa ya kalau aku jadi pengurus sekarang?"
"Aku gak bolos. Ustadzahnya enggak ada jadinya anak-anak pulang. Perutku sakit karena datang bulan jadi kalau mau nyombong nanti aja," jawab Mawar setelahnya.
Arin mencebik saat mendengarnya sebelum menemukan kresek hitam di sebelah kasur. "Eh, ini apa?" tanyanya sembari mengintip isinya. "Tumben belinya es krim coklat, biasanya juga beli yang rasa matcha."
Tidak mungkin memberitahu Arin bila isi kresek itu pemberian Gus Zayan, dan dia tak akan percaya juga dengan kebiasaan suka meledek itu. "Dibeliin anak-anak tadi," dalih Mawar akhirnya.
"Ya udah. Eh iya, aku bentar lagi mau keluar asrama. Mau titip sesuatu gak?"
"Mau kemana?"
"Biasa."
Mawar mengangkat kepalanya dari bantal dengan tatapan menyorot, curiga. "Jangan bilang mau ketemuan sama Ustad Fahri?"
Arin hanya cengengesan dengan raut wajah malu. "Itu tau, hihihi."
"Tergila-gila sekali kayaknya sama ustad Fahri," sindirnya.
"Heh! Kamu gak tahu rasanya jatuh cinta gimana. Oh iya lupa, kamu kan cinta sam si jejak safar itu? Eh, salah! Sama Gus Zayan deng!"
"Mbak! Ish, jangan keras-keras ngomongnya!"
"Haha. Aku enggak mau ketemu Ustad Fahri, kok, aku mau beli kebutuhan acara nanti sama mbak-mbak pengurus yang lain."
"Acara apa?"
"Lho, kamu lupa kalau orang tercintamu itu mau nikah?"
Dengan lemas Mawar kembali meringkuk ke dalam selimut. Perutnya kembali nyeri saat mendengar ucapan menusuk sahabatnya. "Mana bisa aku lupa? Udah, deh, jangan diingetin terus! Aku tuh udah berdarah-darah tauk!"
"Ya udah! Makanya move on, cefaaatt!" Arin berdiri di hadapan cermin untuk memperbaiki ciput di kepalanya sebelum melapisinya dengan hijab panjang. "Dia gak tercipta untukmu, Mawar, tapi untuk orang lain!"
"Andai aku orang lain itu, agghhh .... " Teriakan frustrasi Mawar kembali memenuhi ruangan. "Udah ah, mbak arin berangkat sana!"
"Eh malah ngusir anak ini!"
"Diem!"
Arin mengambil tas selempangnya di dalam dampar sebelum memasukan dompet, bolpoint dan memo kecil ke dalam sana. "Eh iya, pendaftaran lomba kitab di buka lagi, lho." Lagi-lagi Arin berhasil membuat Mawar terusik dengan topik pembicaraanya.
"Lomba kitab? Bukannya sudah ada yg ikut?"
"Iya, cuma kandidat yang terpilih sakit. Jadinya diadakan seleksi lagi, aku sih denger-dengernya begitu."
"Yang Ulyah? Tsanawiyah?"
"Madrasah Ibtidaiyah."
"Aku boleh ikut berarti, dong?"
"Boleh."
"Aku ikut, ya?"
"Terserah, aku sih enggak mau jadi pundak kalau kamu kalah. Gak usah ikut kalau nanti nangis-nangis, aku males."
"Kaaaan .... "
"Ikut aja sana! Ke Surabaya lumayan bisa ketemu Koh Aling sama Mei Ling!"
"Lombanya di surabaya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Haryaka
RomanceMawar, seorang santriwati asal Kalimantan yang hanya bermodalkan nekad untuk nyantri di luar pulaunya. Awalnya dia hanya berniat kabur dari genggaman ayah tiri yang hendak menjualnya menjadi pelacur. Pelarian itu tanpa siapapun ketahui membawa Mawa...