menjauh

30 12 49
                                    

Jangan pernah berjanji untuk tidak menyakiti, mustahil!
Berjanjilah untuk selalu ada saat salah satunya tersakiti.
🥀🥀🥀

"Lo kenapa sih Al?" Tanya Calista heran sambil mendekatkan wajahnya pada Albert.

Albert membuang muka tak peduli, Calista melirik pada Deandra dan Raina dengan mimik heran.

"Lo mah ngga peka orang nya, bukannya lo habis di tembak sama Zidan?" Tanya Deandra yg diangguki oleh Calista.

"Iya, terus kenapa?"

Deandra dan Raina menepuk kening nya.

"Ya karena hal itu Albert jadi bete kaya gini Lis..." Gerutu Raina greget melihat sahabatnya yang lola.

Diam, Calista tetap diam sejenak.

"Oalah..., Karena hal itu?" Calista baru faham dengan semuanya.

"Yaelah Al, gitu aja langsung bete. Lagian gua ngga nerima cinta dari dia kok," ujar Calista santai sambil menepuk pundak Albert, memberi pemahaman.

"Kalo lo ngga nerima cintanya, ngapain lo nerima semua dari dia?!" Tanya Albert sedikit terbawa emosi.

"Well, karena itu semua hal yang selalu di butuhkan para wanita. Ditambah lagi, alat kosmetik gw udah limit semua," jawab Calista jujur pada kenyataannya.

"Udahlah, jangan ngambek gitu." Calista mencubit gemas pipi Albert.

Albert melirik Calista sebentar dan langsung pergi meninggalkan mereka bertiga.

"Lah mau kemana woi!" Teriak Deandra.

"Udah biarin aja. Besok juga fine lagi kok," sahut Calista enteng.

✨✨✨

Calista menghempaskan tubuhnya di atas kasur yang sangat empuk dengan keadaan masih mengenakan seragam sekolah.

"Lis, kali ini gw mau balik ke rumah," ujar Raina.

"Kenapa? Udah di sini aja nemenin gw..." Rengek Calista dengan mata yang masih tertutup.

"Yaelah Lis, gw kaya anak yang ga punya rumah tau ngga? Masa nginep mulu. Kasian juga nyokap gw, pasti dia rindu sama gw," jawab Raina seadanya.

Calista terdiam tak menggubris. Rasa iri muncul secara tiba-tiba, ada perasaan yang selalu dipendam dalam kehidupan. Air mata tertahan supaya tak jatuh karena beratnya rindu yang tak pernah tersampaikan untuk kedua orangtuanya. Bahkan menatap wajahnya pun Calista belum pernah. Apalagi untuk merasakan kasih sayang dari mereka. Calista menyeka air matanya yang sudah mengalir ke pipi.

Raina tak menyadari jika Calista sedang menangis dalam diam. "Kalo gitu, gw pamit Lis, bye," pamit Raina.

Calista memejamkan matanya supaya Raina tak mengetahui bahwa dirinya sedang menangis. Dan menyangka jika ia sedang tertidur.

Setelah Raina pergi, Calista bangkit menuju kaca besar yang berada di samping pintu kamar sembari menatap dirinya. Sungguh mengenaskan

Ia melihat mukanya yang memerah, matanya yang sedikit bengkak dan hidungnya juga ikut merah. "Apakah aku terlalu buruk di hadapan orang tuaku? Sampai-sampai mereka tak merawat diriku sampai menjadi anak yang berguna." Calista kembali duduk di atas tempat tidur sambil melihat layar ponselnya. Setidaknya ia memiliki pamannya dan para sahabat nya untuk kembali membangkitkan semangat hidup. Namun dengan cepat, Calista berpikir kembali jikalau ia dan pamannya masih ada hubungan darah, maka itu artinya, paman Calista tau di mana ibunya berada. Tapi, apakah itu benar pamannya? atau hanya seseorang yang mengadopsi dirinya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CalistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang