Besok paginya aku bangun agak cepat, merapikan diriku dan menggunakan jam tangan pemberian Vin, lalu aku pamit pada Ibuku yang sedang bekerja didapur, ia menyuruhku untuk sarapan dulu. Aku hampir lupa soal sarapan, jadi aku sarapan terlebih dahulu lalu aku bergegas pergi ke sawah.saat didepan sawah aku sudah melihat Vin berdiri santai melihat sawah, namun yang membuatnya berbeda adalah bahwa ia tidak membawa mobilnya. Aku senpat bertanya "mobil kamu mana Vin, tumber gak naik mobil", jawabnya "aku ngerti dengan apa yang pernah kamu bilang waktu itu soal jalan kaki, aku sedang mencobanya". Aku sempat tersenyum padanya, aku mengenggam tangannya erat erat lalu aku berjalan memasuki jalanan sawah duluan dan dia mengikutiku dari belakang, aku membawanya ke tanah kosong yang ada diujung sawah, aku sudah membawa hal yang akan kuajarkan pada dia mengenai permainan permainan yang biasa kumainkan. Dia sempat menatap jam tangan yang kupakai dan tersenyum padaku. Aku menghabiskan hampir setengah jam untuk sampai ke sana.
Akhirnya aku sampai di sebuah tanah kosong, disana ada sebuah pondok kecil yang biasa orang tuaku pakai untuk duduk. Aku membuka kantong yang sudah kubawa, aku memperkenalkan padanya beberapa permainan yang biasa kumainkan, aku pertama tama mengajaknya untuk bermain kelereng, lalu kulanjutkan dengan beberapa permainan lainnya, dia benar benar mendengarkanku dengan seksama. Terakhir kalinya aku mengeluarkan sepakbola, dia sebenarnya sudah tau tentang itu tapi belum pernah memainkannya, jadi aku mengajarkannya sesuai dengan pengetahuanku dan cara bermainku, aku mengajaknya untuk mencoba secara langsung permainannya. Kami bermain dengan ceria, berlari dengan kencang, aku menikmati momen bersamanya jadi akhirnya aku kurang fokus dan kemudian salah satu kakiku tersandung batu dan aku dengan cepat kehilangan keseimbangan.
Vin langsung menghadang tubuhku, dan aku langsung terjatuh dipelukannya. Benar benar terjadi sangat tepat waktu, sebelum tubuhku menabrak tanah, "syukurlah kamu tidak kenapa napa". Aku sempat menatap kearah matanya yang cemas itu, mukanya yang tampan itu dan tampak sangat cemas melihatku melihatku tidak bisa berkutik. Aku mengayunkan tanganku secara lambat hingga benar benar memeluknya, dia pun melakukan hal yang sama, kami akhirnya saling berpelukan dan saling menatap satu sama lain. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku, dan mungkin inilah saat yang tepat bagiku, aku mendekatkan wajahku ke wajahnya dan kami dapa mendengar suara kami masing masing yang lelah setelah berlari lari, aku mulai menempelkan bibirku pada bibirnya, aku mulai menghisap bibirnya dengan perlahan, dia tampak mulai merasa nyaman padaku, dia mempererat pelukannya lalu dia membalas gerakan bibirku, dia memiringkan badanku sehingga aku benar bebar bertumpu pada salah satu tangannya.
Aku tak berhenti melakukan hal tersebut namun ternyata jamku berbunyi menandakan sudah jam 8 pagi dan biasanya adalah jam sekolah dimulai, aku langsung terkaget dan semua rasa nyaman yang sedang kurasakan saat itu seketika menghilang. Dia kembali menegakkan tubuhku dan melepas pelukannya. Rupanya ia memiliki kejutan yang lebih spesial untukku, dia mengajakku untuk pergi dari sawah dan pergi kerumahnya. Aku langsung saja menurut dengan senyumku yang mulai melebar. Kami pun pulang namun menemukan bahwa orang orang sudah mulai berlalu lalang di jalan depan desa maka aku pun mulai cemas dan berpikir cara untuk keluar. Aku bertanya apakah rumah Vin punya pintu belakang, ternyata benar dibelakang rumahnya ada juga tanah kosong yang biasa dipakai untuk memarkir mobil, dan kebetulan sawah orang tuaku memiliki jalan di pinggirnya, jadi aku mengajaknya untuk lewat situ.
Aku berjalan duluan sambil menggenggam kantung bawaanku dan tangannya, kita menghabiskan kurang lebih 2 jam untuk sampai kerumahnya, kami mengobrol ringan sambil terus berjalan tanpa henti. Perjalanan belum sampai tapi aku sudah mulai kelelahan, aku belum pernah berjalan sejauh ini sebelumnya, namun Vin sadar akan hal itu, ia tiba tiba memegang pahaku dan punggungku, ia ternyata menggendongku dengan kedua tangannya, aku sempat khawatir dia akan kelelahan namun ternyata dia memiliki stamina yang lebih kuat dariku, ia berjalan walau aku tahu dia tidak seimbang, aku menatap wajahnya yang sedang fokus berjalan, sangat tampan dan membuat hatiku meleleh, aku perlahan memeluknya, dia sekejap menatapku dan tersenyum, lalu fokus lagi melanjutkan perjalanan ke halaman belakang rumahnya yang sepertinya sudah dekat dan tembok rumahnya yang tinggi itu mulai terlihat. Aku meminta dia untuk menurunkanku, lalu aku melanjutkan perjalanan hingga akhirnya kita berdua sampai. Dia mengajakku masuk kerumah, dia lalu dengan cepat mengambilkanku minum.
Extra part (include animation) is available on karyakarsa(link on profile)
Make sure you are 21+
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship(21+) (Completed)
FantasyExtra part is available on karyakarsa Make sure you are 21+