Ayana Zahira

342 18 1
                                    

Ayana Zahira, perempuan berusia dua puluh tujuh tahun. Usia yang membuat orang-orang mempertanyakan kenapa ia belum menikah. Bukan keinginan Ayana untuk belum menikah sampai saat ini? Tolonglah para saudara-saudara yang baik hati serta tetangga dari blok A sampai Z untuk tidak menanyai kapan Ayana menikah.

Terkadang pertanyaan itu membuat jiwa dan batin Ayana keluar dari orbit aslinya. Tidak tahukah mereka jika Ayana juga ingin menikah.

Melihat teman-teman sudah mulai menikah, bahkan ada yang sudah memiliki anak membuat jiwa perempuan Ayana meronta-ronta. Ingin rasanya ia menangis dipojokkan karena selalu dianggap pilih-pilih. Padahal Ayana tidak pilih-pilih, tapi tidak juga asal pilih. Pokoknya begitulah.

Ayana membuka mata yang terasa sangat berat. Wajar saja karena ia kurang tidur. Tubuhnya hanya mendapatkan waktu 3 jam untuk istirahat.

Ayana sudah berbuat zalim pada tubuhnya sendiri. Mau bagaimana lagi karena pekerjaan sedang banyak-banyak. Melelahkan tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Perusahaan dimana ia bekerja sedang membuat aplikasi penjualan sendiri. Tentu saja mereka melakukan banyak inovasi sesuai perkembangan zaman. Apalagi sudah banyak produk kosmetik yang yang dihasilkan oleh perusahaan.

Perusahaan tempat Ayana bekerja bernama Green Cr Group. Perusahaan yang bergerak dibidang kosmetik. Produk yang dihasilkan juga bagus. Kalau masalah gaji, lumayan dibanding perusahaan Ayana bekerja sebelumnya. Makanya banyak yang ingin bekerja diperusahaan ini.

Ayana tidak langsung bergerak ke kamar mandi. Dia duduk sebentar sembari melihat dinding kosong. Sekitar sepuluh menit, barulah Ayana bangkit dari ranjang. Dia sedikit menguap karena masih mengantuk.

Ayana keluar dari kamar. Mencari keberadaan sang ibu yang entah dimana. "Bu..." panggilnya.

"Kenapa?" Bukan Ibu yang menjawab melainkan ayah.

"Ibu mana, Yah?"

"Kenapa nyari Ibu?" Ayah terus saja merasa heran. Kenapa anak-anaknya setelah bangun tidur atau pulang ke rumah, hal yang mereka lakukan adalah mencari ibu.

"Nggak apa-apa. Ibu mana?"

Ayah menghela nafas panjang. Kemudian dia menjawab, "Ibu ke rumah tante Resti."

"Ngapain?" Ayana mengerutkan kening. Masih pagi, kenapa ibu ke rumah tante Resti? Ayana tidak terlalu dekat dengan tantenya itu. Mulutnya bikin Ayana selalu mengucap istigfar. Tante Resti adalah adik ibu satu ayah.

"Setahu Ayah, Nia mau nikah, jadi Tante minta bantuan Ibu." Ayah menjelaskan sembari membuka kulkas.

"Oh gitu." Ayana tampaknya tidak tertarik dengan pernikahan Nia. Kalau diingat lagi, Nia belum wisuda. Akhir tahun ini baru dia wisuda. Kalau sudah bertemu jodoh, maka tidak perlu ditunda-tunda lagi. Ayana saja yang belum bertemu dengan jodohnya.

Ayah menyuruh Ayana untuk segera membersihkan diri. Apalagi sekarang sudah pukul enam lewat.

"Nanti aja, Yah." Ayana duduk di meja makan. Tampak sekali ayahnya tengah sibuk membuat sarapan.

"Nanti kamu terlambat." Ayah mengingatkan. Apalagi kalau pagi hari jalan menuju ke perusahaan Ayana macet.

"Nggak kok. Aku udah mempertimbangkan waktu dengan baik."

Ayah hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Ayah, Bang Fajar mana?" Ayana tidak melihat keberadaan abang ketiganya itu. Dirumah ini hanya ada empat orang yaitu Ibu, Ayah, Bang Fajar dan Aya. Dua abang Ayana yang lain sudah menikah dan tinggal di rumah sendiri.

"Lari pagi."

"Ha?" Ayana sedikit kaget. Bagaimana mungkin abang satunya itu berlari pagi? Sedikit mustahil. Kebiasaan abangnya sedikit buruk yaitu tidur setelah shalat subuh.

Not A CoincidenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang