Selama tiga minggu sebelum festival dimulai, Ayana sangat sibuk sekali untuk mempersiapkan apa saja yang akan mereka tampilkan untuk festival. Tentu saja sesuatu yang menarik. Sebenarnya Ayana tidak memiliki kemampuan yang luar biasa seperti senior-seniornya yang lain. Tapi dia berusaha membantu apa yang bisa dibantu.
"Pengen kopi ni," ujar salah satu senior.
Ayana langsung berdiri. "Biar saya yang beli, Kak."
Yola hanya bisa menatap sang teman. "Kamu beli pakai apa?" bisiknya. Sudah jelas mereka berdua tidak punya motor sama sekali.
"Eh iya juga." Ayana menyengir.
"Pakai motor saya saja." Alfi memberikan kunci motor kepada Ayana. Tentu saja Ayana terkejut, bahkan tidak hanya Ayana tapi orang-orang yang ada di ruangan juga.
"Tumben ni," celetuk salah seorang teman Alfi.
"Tidak usah, Kak." Ayana menolak.
"Pakai saja. Tidak mungkin kamu beli kopi jalan kaki."
Benar juga. Memang sih Ayana akan membeli kopi di cafe depan kampus, tapi tetap saja kalau berjalan kaki sangat jauh sekali.
"Pakai aja," bisik Yola.
Akhirnya Ayana mau mengambil kunci motor yang diberikan Alfi kepadanya. Alfi bukan pelit atau bagaimana, tapi teman-teman segan untuk meminjam motor padanya. Apalagi Alfi berbicara kalau ada perlunya saja. Jadi kepribadian Alfi membuat yang lain begitu menghormatinya.
"Pinjam dulu ya, Kak."
Alfi mengangguk. "Rena, uangnya mana?" ujarnya.
"Pakai uang Ayana dulu, ntar gue ganti."
Alfi menghela nafas panjang. "Kalau mau sesuatu, ya kasih uangnya juga."
"Iya iya. Lo cerewet banget."
"Nggak apa-apa, Kak. Pakai uang saya saja dulu." Ayana merasa tidak enak.
"Jangan!" Alfi langsung menolak.
"Mana uangnya?" pinta Alfi. Dia tidak hanya meminta kepada Rena tapi juga kepada yang lain yang mau menitip kopi.
Setelah uang terkumpul, Alfi memberikan kepada Ayana "Besok-besok kalau ada yang mau nitip makanan atau minuman, minta uangnya dulu."
Ayana mengangguk dengan ragu.
"Tidak usah terlalu rajin. Kamu bergabung disini bukan untuk disuruh-suruh."
"I-iya, Kak."
"Ini sekalian beli untuk kamu juga." Alfi memberikan uang berwarna merah.
"Ti-tidak usah, Kak. Saya punya uang kok." Ayana jelas saja menolak. Apalagi mereka masih mahasiswa yang belum punya penghasilan.
"Saya tau. Ambil saja, uang kamu bisa disimpan atau untuk beli yang lain."
Ayana sedikit ragu.
"Ambil, Ayana!"
Ayana tidak tahu kalau Alfi ternyata orang yang banyak bicara. "I-iya, Kak. Terima kasih."
Ayana langsung keluar untuk membeli kopi titipan dari senior-seniornya. Ayana sama sekali tidak keberatan. Dia hanya ingin membantu apa yang bisa dibantu saja.
***
Raut wajah kelelahan tidak bisa disembunyikan lagi. Apalagi tadi malam Ayana baru pulang ke kosan sekitar pukul dua belas malam karena hari ini festival akan dibuka sehingga mereka menyiapkan segalanya.
Ayana menguap beberapa kali.
"Kamu mengantuk?" tanya Alfi yang entah datang dari mana.
"Tidak, Kak." Ayana langsung menutup mulut. Malu sekali kalau sampai sang senior melihat dirinya menguap.
![](https://img.wattpad.com/cover/269907504-288-k680965.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Coincidence
RomancePerusahaan tempat Ayana bekerja kedatangan kepala divisi TI (Teknologi Informasi) yang baru. Hal yang mengejutkan adalah kepala divisi yang baru merupakan laki-laki yang pernah membuat Ayana jatuh hati saat berada bangku kuliah. Ayana kira takdir b...