Ayana Akhirnya Menangis Juga

28 4 1
                                    

Ayana sudah sampai dirumah. Gerbang masih terbuka, bahkan terlihat ayahnya sedang duduk di teras depan sambil minum kopi.

"Belum tidur Yah?" tanya Ayana karena sekarang sudah pukul sepuluh lewat.

"Belum. Motornya langsung dimasukin," suruh Ayah.

"Iya, Yah." Ayana langsung memasukkan motor dari pintu samping.

Melihat anak gadisnya sudah pulang, ayah juga memilih untuk masuk ke dalam rumah. Ayah sudah sering melakukan hal ini jika Ayana terlambat pulang. Meskipun acara tempatnya bekerja, tetap saja ayah khawatir. Apalagi Ayana perempuan.

"Mana makanannya?" tanya Fajar yang sedang duduk di sofa keluarga. Televisi menyala, tapi di depannya juga ada laptop. Entah kemana fokus sang abang, Ayana juga tidak tahu.

"Makanan apa?" Ayana mengerutkan kening. Seingatnya, sang abang atau kedua orang tuanya tidak ada yang menitip makanan.

"Bukannya kamu dari acara makan malam bersama?"

Ayana mengangguk.

"Kok nggak bawa makanan?"

"Beli sendiri," jawab Ayana. Mana mungkin ia membawa makanan pulang jika ada yang tersisa. Apalagi acara makan malam bersama.

"Ck, pelit amat."

Ayana mencoba untuk lebih sabar. Sudah jelas seharian ini moodnya buruk, tapi sang abang malah mencari-cari masalah. Ayana yakin abangnya tidak kekurangan uang. Bahkan dia berencana untuk membeli rumah dalam waktu dekat setelah menabung selama beberapa tahun.

Ayana memilih untuk melangkah ke dalam kamar. Dia tidak akan peduli dengan apa yang dikatakan sang abang.

"Sudah pulang?" tanya Ibu yang baru saja keluar kamar.

"Sudah, Bu."

"Langsung mandi. Setelah itu istirahat," suruh Ibu. Sebenarnya ibu khawatir melihat wajah Ayana yang tampak kelelahan. Tapi mau bagaimana lagi, Ayana punya tanggung jawab sendiri dalam pekerjaan.

Ayana mengangguk. Ia masuk ke dalam kamar. Meletakkan tas di atas ranjang. Tubuhnya terasa sangat lelah sekali. Tapi tampaknya Ayana tidak bisa untuk beristirahat langsung karena ada pekerjaan yang haru dikerjakan.

Ayana masuk ke dalam kamar mandi. Tubuhnya juga sudah terasa lengket. Beberapa menit membersihkan diri, Ayana keluar dari kamar mandi. Ia menggunakan pakaian tidur.

Ayana menghela nafas panjang. Laptop yang ada di dalam tas harus dikeluarkan. Dia juga mengeluarkan dokumen rancangan. Banyak hal yang harus Ayana perbaiki dalam rancangan yang ia buat sebelumnya. Tapi lebih tepatnya ia memulai dari awal. Halaman depan saja sudah salah menurut sang atasan.

Ayana duduk di depan laptop.

Tok tok tok

Ayana langsung membuka pintu kamar. "Kenapa, Bu?" tanyanya setelah melihat sang ibu.

Ibu memberikan gelas yang berisi susu. Ayana menerima dan mengucapkan terima kasih. Ibu melihat laptop Ayana menyela. Lantas ia bertanya, "apa masih ada kerjaan?"

Ayana tersenyum. Ia tidak ingin membuat sang ibu khawatir. "Sedikit, Bu."

"Jangan begadang lagi. Harus tidur sebelum jam dua belas."

"Siap, Bu." Ayana memberikan gerakan hormat kepada sang ibu.

Ibu hanya tertawa. Ibu tidak melarang bukan karena tidak perhatian. Tapi Ayana bukan tipe orang yang mengerjakan sesuatu kalau tidak penting.

Ibu tidak ingin mengganggu Ayana lagi. Dia masuk ke dalam kamar. Anak nomor tiganya masih menonton di ruang keluarga. Sepertinya Fajar juga ada pekerjaan. Ibu juga mengingatkan Fajar untuk tidak tidur terlalu malam.

Not A CoincidenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang