He Know

92 18 2
                                    

Satu minggu tanpa komunikasi dengan senpainya ternyata membuat harinya jadi terasa lebih panjang. Sakura pikir akan mudah toh dulu sewaktu SMA saja hanya Sakura yang aktif komunikasi duluan. Winwin jarang sekali menanggapi. Apalagi mau memulai. Sepertinya tidak mungkin. Belakangan ini saja sejak situasinya berubah, Winwin jadi lebih sering menghubunginya duluan. Meski hanya bertanya sudah makan atau belum.

Tapi ia sudah mengira kalau Winwin takkan menghubunginya duluan lagi sejak Sakura larang malam itu. Entah ia yang terlalu mengenal Winwin atau lelaki itu terlalu mudah dibaca. Meski sebenarnya jauh di alam bawah sadarnya, Sakura berharap bahwa Winwin akan memberanikan diri melanggar larangannya. Menjawab pertanyaannya dengan lugas. Soal kesiapan dan tanggung jawab.

Itu alam bawah sadarnya. Pada kenyataannya Sakura tak mau memaksa Winwin mengambil tanggung jawab atas dirinya ataupun hal lain yang ada dalam tubuhnya. Toh memang bukan salah lelaki itu. Sakura yang memulai. Sakura yang membuat lelaki itu menuruti keinginannya sesaat.

Lagipula menurut Sakura, Winwin sama sekali tak melihatnya sebagai wanita. Maksudnya, tidak akan memiliki ketertarikan lebih pada Sakura. Kenapa begitu, karena selama ini, sejak mengenal Winwin, lelaki itu selalu seperti itu. Tidak berubah. Sikapnya pada Sakura biasa saja, seperti sikapnya pada teman-teman Winwin yang lain. Tak ada perbedaan perlakuan.

Mungkin saat itu senpainya itu sedang kerasukan setan hingga mau-mau saja diajak khilaf sama Sakura. Rasanya mau tertawa kalau Sakura ingat itu. Ah jadi rindu...

Ddrrt... ddrrt...

Getar ponselnya menunjukkan ada pesan masuk. Sakura langsung duduk begitu membaca pesannya. Tanpa sadar menggigit bibir bawahnya membaca isi pesan itu. Melihat jam dan menimbang-nimbang kira-kira keputusan apa yang ia ambil.

Dan beberapa jam kemudian Sakura sudah mendapati dirinya dirumah ini dan ikut mencuci sayur mayur seolah ini dapur rumahnya sendiri. Sementara si pemilik rumah tak ada ditempat karena harus keluar mengurus sesuatu.

Padahal kalau mengingat situasi dia seharusnya tak ada disini sekarang. Yah, sekarang dia ada dirumah Winwin. Pesan tadi itu dari ayahnya Winwin. Nomornya memang disimpan oleh Seon Gyeom sejak ia pernah menginap di rumah Winwin saat lelaki itu sakit dan tak bisa ditinggal. Waktu itu ia menelpon Seon Gyeom lewat telpon Winwin dan setelahnya Seon Gyeom meminta nomor Sakura untuk disimpan.

Harusnya ia bisa menolak tapi ia tak bisa. Foto selfie yang begitu imut dikirim beserta kalimat ajakan untuk makan malam dirumahnya. Duh sekelas om-om kayak Seon Gyeom saja masih imut kiyowo kawaii. Pantas saja anaknya ikut-ikutan menggemaskan. Sakura jadi membayangkan betapa imutnya anaknya nanti.

"Eeeh...."

Tepat Sakura sadar dari lamunannya bunyi pintu terbuka membuat Sakura melap tangannya dan bersiap menyambut orang yang ia kira Seon Gyeom.

"Tadaima~"

"Okaeri.... Yuta-san..?" Sakura terdiam ditempat.

Bukan Seon Gyeom. Melainkan senpai dan teman-temannya. Ada seseorang yang belakangan ini sering ada dipikirannya. Membawa seorang gadis yang ia tau sebagai kakak kelasnya dulu. Winwin mengenalkan mereka berdua. Sebagai adik kelas yang baik tentu saja Sakura menyapa Rose terlebih dulu. Dan setelahnya Seon Gyeom datang lalu Sakura pun kembali pada aktivitas sebelumnya.

Sakura mulai menyesali keputusannya untuk datang kemari. Selain karena sekarang ia duduk berhadapan dengan Senpainya, bau-bau daging dan seafood ini sungguh mengganggunya. Meskipun terlihat menggugah selera. Untungnya setelah matang ia masih bisa menoleransi bau dan memakannya dengan tenang.

Hanya saja...

Satu kali.

Dua kali.

Tiga kali.

CuriousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang