[09] Menjadi Cewek Tulen

645 102 7
                                    

Ini sudah tiga hari sejak insiden air panas yang tak sengaja tumpah dipergelangan kaki kanan seorang Risa Lavercyn. Lukanya sudah tidak basah, dan gadis itu sudah bisa memakai sepatu walaupun belum bisa berlarian aktif atau sekedar naik turun tangga dengan lancar.

"Twins, ikut mami nyalon yuk." ajak sang ibunda di sore hari yang cukup semilir.

"Gas lah mii !!" balas sang kakak kembar dengan penuh semangat. Bukannya merespon dengan hal yang sama, justru terdengar cebikan bibir dari sang adik.

"ck, males ah mi.. salon baunya ga enak." gerutu Risa tak senang.

"Ayolah Ris, Lo tuh belajar jadi cewe tulen!"  Rosa berkacak pinggang dengan wajah muram karena si adik yang susah untuk dirayu.

Mata Risa mengerling. Kurang tulen apanya dia ? Selama ini dia belum pernah suka sesama jenis. Itu juga bukti kalau dia perempuan tulen kan ?

"Ini perintah Papa." suara bariton khas ayahanda mereka membuat bulu kuduk Risa meremang. Satu kata dengan delapan huruf, yang terletak di tengah kalimat itu lumayan menyeramkan bagi Risa. Perintah.

"Tuh pa, anak papa yang bontot tuh emang beda." sahut si kakak kompor.

"diem deh." dengus si adik kesal.

Sang ayah hanya menghela nafasnya, kala orang tua lain membicarakan persamaan anak kembar mereka masing-masing yang punya keunikan, maka pasangan Lavercyn harus pasrah ketika mengeluhkan perbedaan mencolok si kembar.

"Ya kalau kamu nggak mau ke salonnya, minimal ke spa gitu. Facial kek, body treatment, atau sauna. Papa udah capek-capek ngasih mami kartu debit tau." sungut sang ayah manyun.

Dengan berat hati si bungsu mengiyakan permintaan berbasis perintah dari sang ayah. "Kalo gitu tunggu, Risa mau ganti baju."

"Gausah, keburu sore. Kita masih harus belanja baju juga." kata sang mami mencegah si bungsu agar tidak berlama-lama.

Rosa membeo,"Belanja baju ? Baju mami dua pertiga lemari gitu kok."

"Gapapa, pokoknya mami sama kalian harus tampil cantiiiiiiiikkkk banget buat acara besok." ayah mereka, Richard, memperbanyak huruf 'i' dalam kata cantik untuk menyangatkan sebuah visualisasi yang sempurna.

"Besok ada acara apa Pa ?" kini giliran si bungsu yang penasaran.

"Oh, Papa belum ngomong ya sama kalian ?"

Si kembar menggeleng kompak. Sang ayah justru terkekeh, bisa-bisanya dia lupa memberi tahu dua putrinya ini.

"Wah, papa kira udah." celetuk bapak-bapak  yang tahun ini usianya menyentuh kepala empat.

"Papa pikun sih, belum juga kakek-kakek." gumam Rosa lirih.

"Pa! Nih pa! Dikatain pikun sama Rosa. Durhaka banget ga tuh ? Kutuk aja jadi batu berlian,, habis itu kita jual pa, senggaknya Rosa bermanfaat."

Rosa kelabakan saat Risa dengan semangatnya mengadukan gumamannya barusan.

"Maksud Rosa, kita berdua pa. Mungkin Papa udah bilang, tapi kitanya lupa." ralat Rosa setengah panik.

"Yeh, takut ga dikasih uang bensin kan Lo."

"Diem Lo! Cepu dasar." Rosa melirik tajam ke adik kembarnya, sementara si bungsu Lavercyn tampak puas dengan aksinya.

"Hadeeeh, ini harus buruan diseret deh mi. Nanti keburu salonnya buka cabang kalo nurutin mereka ribut." Richard tampak memijit pangkal hidungnya sendiri.

"Twins, c'mon kita berangkat sekarang."

"Gue depan!!"

"Nggak, gue !!"

Hello, Twins! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang