[18] Bisa jalan ?

488 74 5
                                    

Suara mobil Mercedes Benz E-class berwarna dark grey itu terdengar halus saat keluar dari pekarangan rumah keluarga Lavercyn. Dua muda-mudi lain masih setia berdiri didepan pintu kediaman keluarga inti si kembar, menatap mobil mewah itu sampai benar-benar lenyap dari pandangan.

Si pemuda hanya diam. Belum memulai sepatah katapun pada gadis manis disampingnya.

"Ris." panggil si pemuda jangkung itu.

"Hmm ?" si gadis yang merasa dipanggil, lantas menoleh.

"Kaki Lo gimana ?? Udah baikan ?" si pemuda kembali bertanya.

"Udah kok, nih, udah mulai kering. Tapi ya ga bisa naik turun tangga secepet biasanya." terang Risa sambil mengamati pergelangan kaki kirinya.

"Oh berarti udah bisa jalan kan ?"

"Udah lah."

"Nah, sip. Ayok!" Jeffan menarik Risa untuk berjalan menuju motornya, membuat respon pemudi pemegang sabuk merah taekwondo itu menghentakkan tangannya hingga tangan Jeffan terlepas.

"Apa sih ?" protes Risa tak suka.

"Katanya ditanyain bisa jalan, jawabnya bisa. Ya ayok, kita jalan-jalan..."

"Gue belum ganti baju, belum siap-siap. Sinting ya !?" geram Risa sambil menatap dirinya.

"Gausah, udah cakep."

"Cakep ndasmu!" umpatan khas daerah terdengar lagi dari si bungsu lavercyn.

Sudah menjadi tabiat buruk si kembar, bahwa mereka akan mengumpat dengan bahasa yang mereka serap dari pergaulan semasa kecilnya. Mengingat ayah mereka adalah keturunan Surabaya-New York, dan keduanya pernah dititipkan di Surabaya selama 5 bulan di umur mereka yang ke 4 tahun, tidak heran, dua gadis manis ini juga sedikit mahir berbahasa daerah.

"Yaudah, jangan lama-lama ya. 20 menit cukup kan ?" tanya Jeffan memastikan.

"20 menit sisa kali, gue bukan Rosa! Inget." selanjutnya Risa masuk dan Jeffan pun membuntutinya untuk duduk diruang tamu.

_______________________

Pusat perbelanjaan bertingkat yang Rosa dan Bara kunjungi hari ini tidaklah seramai biasanya. Mungkin hanya ada 10 sampai 20 orang di tiap lantainya.

Mereka pun naik ke eskalator untuk mencapai bagian lain dari gedung bertingkat ini. Sekedar memutar sambil mencari toko yang menyediakan pernak-pernik hadiah yang mereka cari.

"Lo mau ngasih apa ?" tanya Rosa saat keduanya tengah berada di eskalator.

"Entah, ga kepikiran apa-apa." jawab si pemuda.

Rosa menatap Bara dengan raut wajah heran, bisa-bisanya ingin memberi kado tapi tidak tau akan membeli apa. "Sekarang ngapain ?"

"Cari kado lah. Ya masa ngedate."

"Iya, gue tau. Tapi apa yang dicari."

Bara tampak berfikir. Bahkan ketika mereka sampai di ujung eskalator, pemuda itu belum menemukan jawabannya.

"Apa yang selalu dipake sama pengantin baru ?" terka Bara sambil terus berjalan disamping Rosa.

"Pasti pake baju donk."

Si pemuda bangir, menjentikkan jarinya. "Itu dia, beli piyama aja."

Rosa jadi berpikir ulang, "piyama kaya biasa banget nggak sih Bar ? Gue rasa mereka berdua juga punya pasti barang satu atau dua setel."

Bara mengangguk setuju, "Yeah, you're right. But, maybe a slightly open pajamas would suit them, euum--I guess." Pemuda itu melirik Rosa sejenak dengan tatapan ragu.

Hello, Twins! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang