[15] Hello, Chef

482 87 10
                                    

Benda pipih yang dipegang si sulung Lavercyn itu tidak mengeluarkan bunyi notifikasi ataupun sekadar menyala. Berkali-kali sang pemilik kotak serba bisa itu mengecek ulang koneksi internetnya. Semuanya baik.

Dia berdecak sebal. Bosan rasanya hanya duduk disini sambil bermain ponsel. Sejak kepergian Abin 20 menit yang lalu, ia merasa kehilangan teman berbincang yang asik. Memang harus ia akui, dirinya tidak bisa dibiarkan terlalu lama sendiri tanpa aktivitas yang dapat dilakukan.

Sebenarnya, ia juga ingin mengelilingi rooftop ini. Dekorasi dengan lampu-lampu neonnya benar-benar cantik. Tapi sekali lagi, dia sendiri.

"Milk Strawberry smoothies nya Nona." ucap seorang yang Rosa kira adalah waiters.

"Ah iya, tolong taruh dimeja." titahnya kemudian. Dia masih memelototi ponselnya, membuka aplikasi bernama Instagram dan memencet fitur berlambang heart pada salah satu postingan idol Korea.

Ia merasa space sofa disampingnya sedikit bergerak. Gadis itu yakin seseorang menduduki bagian sofa disisi kanannya. Ia menoleh, namun ia justru terkejut melihat presensi seorang Bara yang duduk sambil ikut memainkan ponselnya.

"Oh hai." sapa Bara yang berlagak baru tau kalau disampingnya adalah Rosa.

"Hai." balas Rosa dengan hal yang sama.

"Tuh, milky strawberry smoothies. Gue yang bawain, less ice and less sugar, i'm right ?"

Rosa mengangguk. Memang benar kesukaannya adalah jus strawberry susu dan juga rincian lain yang tadi Bara sebutkan.

"Oh iya, gimana makanannya ? Kata Abin lo sama kembaran Lo muntah-muntah ya habis makan Minestrone Soup ?" tanya Bara lagi.

Dalam hati Rosa meruntuki mulut cerewet seorang Abin. Kenapa harus pada Bara dia mengatakannya.

"Ya, gitu." balas si pemudi cukup malu. "Kok Lo kesini, jam kerja emangnya udah habis ya ??...emmm, chef ?"

Tubuh Bara sontak menegang. Dia menoleh dengan kaku juga memberikan mimik wajah kaget yang kentara. Bibirnya terasa berat walaupun ia ingin berkilah.

"Lo tau dari siapa.?"

"Abin dong." jawab Rosa enteng.

Dan Bara menghela nafas panjang setelahnya, "nah kan, pasti dia."

"Oh iya, jadi bener Break-eNd itu punya Lo ?" kini Rosa mendominasi pertanyaan. Dan si pemuda itu kembali terkisap.

"Dari mana lagi itu ? Si boncel lagi ?"

"Bukan dari Lisa."

",Lisa siapa ?" tanya Bara bingung.

Rosa menjelaskan, "Lisa pacarnya Brandon. Katanya waktu itu mereka mampir ke Break-eNd buat nemuin Lo. Emangnya enggak ya ?" tanyanya diakhir kalimat.

Bara tampak mengangguk sambil menjentikkan jarinya. "Ah iya! Inget gue."

"Belum ada 40 tahun masa Lo udah pelupa sih, Bar." cebik si gadis ke pemuda berambut hitam kelam itu.

"Yeh, kenalan gue yang namanya Lisa ga cuma si Kalis lagi. Resepsionis lobby depan juga namanya Lisa. Nama Lisa itu pasaran." ledeknya santai.

"Ih, gue aduin ke Lisa ntar di cubitin sampe memar Lo." ancam si gadis dengan candaan.

"Ehehehe, Rosa cantik deh, jangan Cepu ya." bujuk si pemuda bangir itu yang dibalas anggukan cemberut dari gadis manis ini.

Rosa tak yakin kalau Bara sudah selesai jam kerja. Buktinya, rooftop bukannya semakin sepi malah semakin ramai tiap menitnya. Dia menoleh kesana kemari, beberapa staff hotel mulai mengangkat meja-meja panjang untuk ditata. Menata kembali susunan lampu-lampu neon yang sudah sangat cantik itu.

"Jam kerja Lo beneran udah habis Bar ?" tanya Rosa sekali lagi. Dan pemuda itu mengangguk mantap.

"...bohong nggak Lo ? Ini rooftop tambah rame sama staff hotel gini."

"Liat gue." interupsi pemuda itu sambil mencolek tangan si gadis. "Udah tau kan ?" lanjut si pemuda kemudian.

Rosa tak paham, apanya yang sudah ia tau ? Yang barusan ia lihat adalah tatapan matanya yang tenang nan tajam. Dan juga Menawan ?.

"A-apaan ?" kini si sulung Lavercyn malah tergagap.

Dengan helaan nafas jengah, pemuda itu mulai menjelaskan. "Liat baju gue, jangan muka gue doang." katanya. "...udah bukan baju masak kan ?"

Rosa memandang ke arah outfit yang Bara kenakan. Kemeja abu-abu tua, celana kain berwarna hitam, dan sepatu boat tinggi yang sama seperti waktu itu.

"Iya sih."

"Artinya jam kerja gue udah selesai. Nggak mungkin gue ganti baju, bahkan sampe mandi segala kalo jam kerja belum kelar." cerocos si koki pada gadis disebelah kirinya.

"Terus ini kenapa rame ?" tanya Rosa lagi.

"Mau ada midnight party. Di hari Minggu kedua setiap bulan, memang udah rutin diadain midnight party." jelas Bara sekali lagi.

"Pasti seru." sahut Rosa kemudian.

Pemuda itu menoleh, "Iyalah, mau ikut ?"

Dan satu gelengan beserta senyum manis yang Rosa berikan. "Nggak usah. Lagian bokap nyokap gue masih ada pertemuan."

"Oh, jadi orangtua Lo yang nemuin bokap gue ya ?"

Perkataan Bara barusan sontak membuat Rosa terkejut. Ayah Bara ? Pak Jaka ?

"Mak-s-sud lo, Pak Jaka itu bokap Lo ?!"

Bara yang tersadar dia salah bicara lantas meremas lututnya sendiri.
Dengan terpaksa si laki-laki harus mengiyakan. Sebenarnya ia malu. Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah terlanjur keceplosan bicara.

"Anjir lah, ngapain kerja coba. Lo duduk dirumah aja juga nyaman kali."

Bara menyahut, "justru itu, karena gue ga suka dirumah makannya gue kerja." tampak ada senyum getir di wajahnya.

"Dan eksistensi Lo disini ngapain ?"

"Gue nemenin Lo." jawab si taruna gagah disampingnya. "Kembaran Lo sama pacarnya itu tadi turun sih, Lo ditinggal disini sendiri."

"HAH !? SUMPAH !? DIA KOK NGGAK NGABARIN SIH." si cantik reflek langsung berdiri. Rosa kini marah-marah tak terima. Bisa-bisanya Risa pergi dengan si Jeffan tanpa mengabarinya. Awas saja kalau kakinya mengeluh sakit, Rosa tidak akan membantunya lagi.

"Udahlah, ada gue." celetuk si pemuda santai.

Rosa pun duduk kembali, pipinya menggembung dan alisnya menukik tajam. Daripada diam seperti ini, Bara rasa lebih baik dia bercerita sedikit tentang kejadian beberapa menit yang lalu.

"...tadi gue ketemu Abin di lift, dia baru aja habis turun dari sini. Dia bilang gini, Mas mau kemana ? Gue jawab deh, mau pulang. Lah terus dia ngehadang gue, terus geleng-geleng sambil bilang, ga boleh pulang, Lo mesti temenin pacar Lo di rooftop. Ya gue bingung donk pacar yang mana, lagian sampe sekarang gue masih jomblo."

"Nah itu dia, kenapa nggak Lo lurusin semuanya sih, Bar. Biar ga salah paham gitu." Rosa mempoutkan bibirnya kesal.

Bara gemas dibuatnya, "jangan manyun gitu bibirnya, gue gemes nih. Nanti gue gigit." pemuda berkulit susu itu meremas udara tepat didepan bibir Rosa.

Tiba-tiba keduanya sadar ada sesuatu yang ambigu dari kalimat Bara. Detik selanjutnya hanya hening. Lagi-lagi sang wira sadar kalau ia salah bicara.

Helaan nafas panjang terdengar, "...lagian gue masih butuh status itu." lanjut Bara setelahnya.

Rosa pun menoleh cepat, mengerutkan alis sedalam-dalamnya dan menatap Bara heran. "Butuh status apa ?" tanya si pemudi dahayu ini.

"Butuh status jadi pacar Lo."



Bersambung....

Aduh, aduh, blushing nih aku
(。・//ε//・。)

Hello, Twins! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang