03 || Jendra dan kesalahannya

1.7K 155 14
                                    


(.◜◡◝)

-

"Jen lo beneran bisa bawa motor?" Tanya Nakula khawatir.

Jendra hanya tersenyum, "gue pulang ya, lo hati hati" Ucapnya membuat Nakula memandangnya malas.

"Lo ngomong buat diri sendiri aja" Sarkasnya, sebenarnya Nakula sangat ingin mengantarkan Jendra, tetapi Adrian menolaknya dan meyakinkan Nakula jiga Jendra baik baik saja.

Jendra kembali tersenyum, dengan pelan ia melajukan Motornya, karna Jendra terlalu fokus pada penglihatannya, hingga tidak sadar jika Nakula mengikutinya dari belakang.

"Sebenernya ada masalah apa antara lo sama ayah lo Jendra" Gumam Nakula yang sedang memperhatikan Jendra.

Mobil Nakula berhenti bersamaan dengan Motor Jendra juga berhenti, Nakula tetap mempertahankan posisinya, ia memperhatikan gerak gerik Jendra.

Sementara Jendra, ia memilih berhenti karna pening dikepalanya sudah tidak bisa ia tahan, di tambah dadanya yang terasa sedikit nyeri. Berkali kali Jendra menggelengkan kepalanya berharap peningnya dapat berkurang.

Karna Tak tahan akhirnya Nakula keluar dari mobilnya, ia menghampiri Jendra untuk memastikann keadaannya. "Lo gapapa?." Tanyanya.

Jendra sontak mendongak, ia terkejut saat Nakula berada dihadapannya, "gue gapapa" Jawabnya dengan suara serak.

Nakula menggeleng, ia benar benar tidak percaya pada ucapan Jendra saat ini, "awas awas gue aja yang bawa motor" Usirnya.

"Kala, gue bener bener gapapa cuman pusing dikit" Tolaknya halus.

"Bacot" Kata Nakula kesal. dengan paksa ia mengeser tubuh Jendra.

"Kala" Panggil Jendra pelan. Nakula hanya berdehem sebagai respon, "thanks ya" Lanjutnya.

Ah untuk mobil, ia sudah menyuruh sopir pribadi nya mengambil mobil itu.

Akhirnya dengan selamat Nakula mengantarkan Jendra hingga depan pintu, karna untuk berjalan pun ia harus dituntun.

"Udah, gue gapapa, sampai sini aja" Ucap Jendra dengan suara seraknya, Nakula mengangguk dan melepaskan tangan Jendra yang mengalung di lehernya.

"Istirahat, kalau bisa besok lo ga usah sekolah" Nasihatnya, Jendra hanya tersenyum memperlihatkan eye smilenya.

Setelah Nakula pergi, dengan perlahan Jendra membuka pintu rumahnya. Sepi, suasana yang dapat menggambarkan rumahnya saat ini, mungkin karena sudah malam ayah dan adiknya pasti sudah tidur.

"Jendra" Suara bariton milik ayahnya mengalun dalam telinga Jendra membuat ia sedikit takut.

Jendra memejamkan matanya, ia menoleh ke arah jam 9 , melihat ayahnya yang sedang berdiri dengan cangkir ditangannya.

"Aku salah apa lagi? " Sarkasnya

Adrian mendecih, ia perlahan menghampiri Jendra, tangannya terangkat mengusap rambut Jendra yang sedikit berantakan.

"Akhh" Erangnya pelan, iya usapan tangan Adrian berubah menjadi jambakan keras, membuat Jendra mau tak mau menatap ayahnya.

"Setelah telat datang kerumah sakit, kamu masih bertanya salahmu apa?! " Bentak Adrian murka, jambakannya semakin keras membuat pening yang ada di kepala Jendra bertambah.

"A-aku rapat osis tadi, m-maaf " Ujar Jendra berusaha membela diri.

Mendengar hal itu, ia menghempaskan Jendra dengan keras, kebetulan tidak ada benda apapun di sekitarnya, jadi Jendra terjatuh tidak menghantam apapun sebelum ke lantai.

Kisah Jendra ||  Lee Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang