.
Pagi ini Jendra bangun dengan banyak pikiran yang muncul di kepalanya. Berisik sekali pikirannya, padahal saat ini jam baru menunjukan pukul 04.00 dimana matahari pun masih malu malu untuk puncul.
"Huhh" Jendra menghela nafas panjang, ucapan Sirin kemarin yang menjelaskan jika dokter Jefan dan ayahnya dulu berteman benar-benar terus berputar dikepalanya. "Kira-kira apa yang bikin mereka jadi asing ya?" Ucapnya ntah pada siapa.
Jendra beranjak dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi. Tepat pukul 06.30 Jendra keluar dari kamarnya dengan pakaian seragam sekolah rapih. Hari ini di sekolahnya masih melaksanakan Pensi dimana jadwal hari ini puncak acara sekaligus penutupan acara pensi tersebut. Jadi Jendra sengaja berangkat lebih pagi untuk mengawasi persiapan puncak acara itu.
"JENNNNNN" Teriakan Renjana menyambutnya saat sudah sampai di sekolah. Jendra tersenyum saat melihat ketiga temannya yang sudah melambai lambai di koridor kelasnya.
Nakula menyodorkan kotak bekal berisi nasi goreng pada Jendra, " Gue tau lo pasti belum makan" Ucapan itu dibalas kekehan oleh Jendra dan mengambil kotak makan tersebut sebelum ia masuk ke kelas.
"Hamka, lo jadi buat nyanyi nanti pas puncak acara?" tanya Jendra dengan mulut yang penuh nasi goreng buatan Nakula. Hamka melihatnya dengan tatapan mengintimidasi, "Menurut gue sih abisin dulu nasi goreng di mulut lo itu, baru nanya!" Cercanya membuat Jendra tertawa kecil.
"Gue ga tau dah sebenernya harus nyanyi atau kaga ya, menurut lo gimana?" Tanya Hamka pada Renjada. yang ditanya diam sebelum menjawab pertanyaan dari Hamka. "Sebenernya tergantung sih, Nakula lu mau mainin piano ga buat ngiring si Hamkanya?" Renjana malah melempar pertanyaan lagi pada Nakula.
"Males ah" jawab Nakula singkat membuat Hamka dan Renjana menghela nafas panjang.
Jendra yang dari tadi menyimak obrolan temannya tiba-tiba ia ingat jika dirinya mahir memainkan gitar. "Eh Gue aja, Gue main gitar lu berdua nyanyi. Mau ga?" Ucapnya dengan antusias.
Hamka mengangguk tanda ia setuju, "emang lu udah sehat?" Tanya Renjada tiba-tiba, membuat Hamka dan Nakula ingat kejadian kemarin dimana Jendra pingsan saat turun panggung.
Jendra menghela nafas saat melihat tatapan ketiga temannya berubah menjadi tatapan khawatir. "Guys, ga usah lebay. main gitar tu sambil duduk" ucapnya ogah ogahan.
Ketiga temannya akhirnya mengangguk mengerti. Dan di puncak acara akhirnya Hamka dan Renjana bernyayi dengan Jendra memainkan gitar. Hamka dan Renjana bernyanyi dengan indah sehingga tidak ada satupun orang yang membantah bahwa suara mereka memang sangat sangat indah. Begitupun dengan Jendra yang bermain gitar.
Acara demi acara pun akhirnya selesai. saat ini Jendra sebagai Ketua Osis tentu saja sedang berkumpul untuk mendiskusikan hasil kerja keras semua anggota osis dan semua panitia di acara pensi. Kegiatan diskusi tersebut berlangsung sebentar sebenarnya karena Jendra mendengarkan dengan seksama keluhan dan masukan dari teman temannya, dan para anggota pun saling memberikan solusi dan pendapatnya, sehingga diskusi itu berjalan dengan lancar.
"Jendra" panggil seseorang saat Jendra sudan berjalan menuju parkiran.
Jendra menoleh dengan tatapan binggung saat melihat seseorang yang memanggilnya itu sedang berlari terburu-buru ke arahnya. "lo ke rs ga hari ini?" tanya nya. kalian pasti sudah tahu siapa yang menghampiri Jendra saat ini.
Jendra mengangguk sebagai jawaban. Dengan cepat Sirin menyodorkan kotak bekal dengan sticky note bertulis, "AYAHHHH, BEKELNYA KETINGGALAN" . Jendra terkekeh membaca sticky note tersebut. "lucu" ucapnya singkat.
"Lagian ayah gue tu hampir tiap hari bekelnya ketinggalan" Oceh Sirin dengan wajah yang kesal. "Gue udah bosen nganterinya, untung sekarang ada lo hehe. titip ya makasih loh udah mau gue repot in" Lanjutnya dengan senyum yang sangat lebar. Jendra hanya mengangguk dan pamit menuju parkiran.
Pukul 16.00 Jendra memarkirkan motornya di parkiran rumah sakit. Ia bergegas masuk kedalam karna jadwal donor darah rutinnya ditutup pukul 17.00.
Kabar buruknya hari ini Jendra tidak bisa mendonorkan darahnya dikarnakan tekanan darahnya tinggi hari ini. Cukup membahayakan juga jika ia tetap mendonorkan darahnya. Begitupun penerima darahnya, akan banyak resiko jika menerima darah dari pendonor yang mempunyai darah tinggi.
Jendra bersandar di lobby, apa yang harus ia katakana pada ayahnya, ia sangat yakin ayahnya tidak akan mengerti. "bodoh" gumamnya. Pikir saja kenapa ayahnya sangat tidak mengerti jika ia tetap mendonorkan darahnya itu akan membahayakan dia dan penerima pendonor yang notabene nya itu adalah adiknya sendiri.
"Hahhhhh.... Kayanya ayah cuman pengen aku sengsara aja" keluhnya pada diri sendiri. Mata Jendra menatap nanar kotak bekal yang ada ditangannya. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali ayahnya menyuruh dia makan.
"Dokter Jefan" Seru Jendra saat lamunannya teralihkan karna melihat dokter Jefan berjalan melewatinya.
"oh Jendra, ngapain kamu disini?" Tanyanya binggung. Jendra menyodorkan kotak bekal yang dititpikan oleh Sirin untuk ayahnya. "Titipan dari Sirin" Ucapnya.
Dokter Jefan menatap kotak bekal itu binggung, anaknya kenal dengan Jendra? Tanya Dr. Jefan di dalam pikiriannya. "kamu kenal anak saya?" pertanyaan di pikirannya akhirnya ia utarakan agar tidak penasaran. Jendra hanya mengangguk sebagai jawaban.
"okey saya ambil ya, makasih sudah mau direpotkan" ucap Dr. Jefan dan mulai melangkah meninggalkan Jendra. "Dr. Jefan!" seru Jendra saat ia inggat ada yang harus dia tanyakan.
Jendra berjalan dengan cepat menghampiri Dr. Jefan yang belum jauh meninggalkannya. "Om, om dulu temenan sama papah?" tanyanya saat Jendra sudah berada tepat di depan Dr. Jefan.
Dr. Jefan tertegun dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Jendra. Dia benar benar terkejut, bahkan sangat. Siapa yang memberitahu Jendra tentang hubungannya dengan Adrian. Batinnya. Dengan ragu Dr. Jefan menjawab, "Tidak", jawaban singkat itu membuat Jendra binggung. Tidak masuk akal pikirnya, karna Jendra mendapatkan informasi ini dari Sirin yang notabene nya dia seharusnya tidak kenal ayahnya kecuali bukan dari Dr. Jefan.
"Bohong," ucapnya kesal. "om bohong kan? Sirin ga akan kenal ayah om kalau bukan om yang cerita. Aku ga pernah cerita apapun ke orang lain tentang ayah om, bahkan tiga sahabat aku aja mereka cuman kenal nama doang" Cercanya. Jendra benar benar kesal karena jawaban yang dilontarkan oleh Dr. Jefan
Dr. Jefan menatap Jendra dengan tatapan nanar, dia menghela nafas panjang, melihat tatapan Jendra yang sekesal itu membuat ia menggingat kejadian 10 tahun yang lalu, tatapan kecewa itu pernah ia lihat 10 tahun yang lalu, sangat mirip.
Tbc
Tengkyu guys, maaf terlalu lama 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Jendra || Lee Jeno
FanfictionIni hanya kisah tentang hidupku, jika tidak mau membaca tak apa, ayah pun sama, ia tidak peduli apa apa tentangku, hehehe (.◜◡◝)