13 || you can't Jendra

2.1K 178 25
                                    

.
.
.
Halloo
Maaf ya typonya banyak

__

Ceklek

Atensi Jendra beralih pada pintu yang baru saja dibuka. Jendra tersenyum menyambut seseorang yang baru datang itu. "Maaf dokter Jefan udah buat repot" Ucapnya tulus.

"It's okay Jendra, kamu istirahat kan selama saya tinggal? " Tanya Jefan membuat Jendra terkekeh.

"Iya, masa aku lari lari, berdiri aja ga bisa" Celetuknya membuat Jefan ikut tertawa.

"Dok aku harus donor darah, ruangannya jauh ga dari sini?" Tanyanya cepat. Untung saja Jendra masih ingat tujuan utamanya kesini.

Dahi Jefan mengerut, "no no no Jendra kamu ga bisa donor darah kalau kondisi kamu kaya gini" Tegurnya.

Jendra menggeleng keras. Jika ia tidak mendonorkan darah sama saja dengan menyodorkan nyawa pada ayahnya, iya tidak mau. "Ngga Dok, aku pernah kok gini juga tapi donor darah, please ya? AKu ga mau di pukul ayah" Ucap Jendra penuh harap.

Sorot mata Jefan menatap Jendra yang berada di atas bankar rumah sakit itu, wajah nya pucat, dengan keringat yang sedikit membasahi pelipisnya.

Hembusan nafas kasar keluar dari bibir Jefan, tangannya terangkat memijat batang hidungnya pelan. Sedangkan Jendra masih menatap orang yang berada di hadapannya ini dengan penuh harap.

"Boleh ya dok?" Tanyanya sekali lagi.

Jefan akhirnya mengangguk. Pikirannya berputar ucapan Jendra tentang ayahnya yang akan memukul Jendra?, gila orang tua macam apa seperti itu. Batinnya.

Dengan bantuan kursi roda yang di dorong oleh Jefan, Jendra akhirnya sampai di ruagan yang biasanya di pakai untuk donor darah. Semua prosedur yang dilewati Jendra tetap dalam pengawasan Jefan. Hingga akhirnya Jendra harus menunggu sekitar 8/10 menit agar penuh.

"Dokter Jefan, kenal ayah?" Tanya Jendra membuka topik.

Lengkungan terukir di wajah Jefan, "tentu, siapa yang tidak kenal dengan ayah kamu Jendra, dia pria tampan yang sering menjadi membicaraan suster suster disini." Ucapnya.

Jendr tertawa pelan, "ayah se terkenal itu ya dok?" Tanyanya.

"Kamu boleh panggil saya om atau mungkin kakak? Biar lebih santai" Tawar Jefan.

"Ga sopan, lagian katanya biar lebih santai tapi bilangnya pake 'saya' kaku tau" Tutur Jendra mengejek.

"Iya makanyaa, kamu jangan panggil pake dok, nanti saya ikuti"

"Yaudah deh yaudah, om?"

Jefan tersenyum menang, "nah gitu dongg, oh iya soal ayah kamu, iya dia se terkenal itu, bahkan bukan rahasia lagi ia mendapat julukan tampan dan baik hati," Ucapnya memberi jeda, "ya walaupun saya bahkan tidak pernah melihat ia mendampingimu saat melakukan prosedur ini" Lanjutnya menunjuk tangan Jendra.

Mendengar itu Jendra memalingkan wajahnya dan tersenyum kecut. "Ayah sibuk om, jadi ga pernah nemenin aku" Sangkalnya.

"Sibuk? Tapi bagaimana dia bisa menemani Jidan" Cerca Jefan.

"Om aku mual" alih alih membalas ucapan Jefan, Jendra malah sukses membuat Jefan kalut, ia langsung bergegas mencari antiseptik untuk menghentikan prosedur.

Melihat Jefan yang sibuk menyiapkan perlengkapan, Jendra ikut terkejut, matanya melihat kantung darah yang baru setengah terisi, disisi lain ia juga tidak bisa bohong jika perutnya sangat mual. Sebenarnya mual itu datang sejak awal awal donor darahnya mulai, tapi ia masih bisa tahan dan berbicara dengan Jefan adalah salah satu caranya mengalihkan rasa mual itu.

"Jangan di lepas om, sebentar lagi penuh, gapapa aku bisa tahan" Rayu Jendra. Tapi sayang itu tidak membuat Jefan menghentikan kegiatannya.

Tangan kiri Jendra terangkat, menutupi lengan kanannya yang terpasang jarum. "Pleasee,i can handle it, om temenin aku dan aku bakal tahan sampe beres" Mohonnya sekali lagi.

Kali ini Jefan kalah, dia memilih untuk kembali duduk dan menggenggam tangan Jendra yang sudah berkeringat, Jendra membalas genggaman itu dengan sedikit mencengkram. "You can't Jendra, udah ya? Om yang bakal bicara sama ayah kamu" Bujuk Jefan yang tidak kuat melihat Jendra.

Jendra menggeleng keras, biarkan ia keras kepa untuk saat ini, karna sungguh ia sangat takut jika harus berhubungan dengan ayahnya.

Akhirnya dua insan itu terdiam sibuk dengan pikirannya masing masing, Jefan terus melihat kantung darah Jendra yang akhirnya sedikit lagi penuh. Sedangkan Jendra iya sibuk menetralkan rasa mualnya dan ditambah pening di kepalanya datang beberapa menit yang lalu, tangan Jendra semakin kuat mencengkram lengan Jefan.

"JENDRA!, " panik. Hanya itu yang bisa menggambarkan kondisi Jefan sekarang, ia beberapa kali teriak memanggil bantuan. "Ya tuhan" Lirihnya yang melihat Jendra kejang beberapa detik yang lalu.

Bantuan datang setelah akhirnya Jendra pingsan. Jefan menjauh memberi ruang agar dokter yang lain bisa leluasa menangani Jendra.

Tatapannya kosong, pikirannya berputar bagaimana tubuh Jendra yang tiba tiba kejang dan tak terkontrol. "Dokter Jefan... Dokter Jefan" Panggil seseorang membuyarkan lamunannya.

"Hah? Iya? Bagaimana Jendra? Baik baik saja kan? " Tanyanya cemas, sangat cemas. Wajahnya tidak bisa bohong ia benar benar khawatir dengan pasiennya yang satu itu.

Dokter dengan name tag Dewa itu tersenyum, "tidak apa Dokter Jefan, itu hanya efek donor darah saja, tapi untuk kasus kejang, kami harus periksa lebih lanjut" Jawabnya pelan. Mendengar jawaban itu, Jefan menghembuskan nafas lega, setidaknya ia bisa sedikit lega karna Jendra baik baik saja.

"Jendra sudah siuman, Dokter boleh masuk saat suster yang di dalam sudah keluar" Ujar Dewa terakhir sebelum ia meninggalkan ruangan itu. Dan selang beberapa menit suster suster yang mrmbantu Dewa keluar.

Manik mata sayu milik Jendra melirik Jefan yang mendekat padanya, ia tersenyum kecil membuat Jefan sedikit kesal. "Aku gapapa" Lirihnya.

"Saya sudah bilang Jendra, jika tidak kuat bilang, kamu hampir membuat jantung saya pindah ke lambung" Omelnya membuat Jendra terkekeh, sungguu Jendra sangat ingin tertawa lepas tapi tubuhnya kelewat lemas, jadi ia hanya bisa tersenyum dan mengangkat jempolnya menandakan bajwa ia benar benar baik baik saja.

"Jangan seperti itu lagi, saya tidak suka" Ketus Jefan

Jendra mengangguk, "kok ngomongnya pake saya lagi, kaku, " Ucapnya dengan suara serak. "Yaudah aku panggil dok lagi, ya? " Lanjutnya.

"Jangan"

Sungguh kenapa dokter di depannya ini sangat lucu, lihat bahkan dia merajuk hanya karna Jendra akan memanggilnya dengan panggilan dokter.

"I wish you're my brothers" Lirih Jendra









TBC

AHAHAHHAHA HALOOOOO

masih nungguin kan? Maaf yaaa lama terus update nyaaaa

Semoga suka sama chapter iniii

See youuuu ❤❤❤❤

Kisah Jendra ||  Lee Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang