(.◜◡◝)
-
Gelap malam menemani Jendra yang sedang mengendarai motor membelah jalanan Jakarta yang sudah sedikit sepi, surai hitam alami bergerak pelan mengikuti angin yang bertiup menerpa wajahnya.
Tidak memakan cukup lama hingga akhirnya ia sampai dirumah, ahh apa ini benar-benar bisa disebut rumah? Atau mungkin lebih tepat baginya adalah penjara? Entahlah.
Helaan nafas mengawali langkahnya memasuki rumah, dengan perlahan ia memutar knop pintu meminimalisir suara bising.
"Jendra Adrian" Panggil seseorang saat Jendra baru saja berhasil membuka pintunya.
Mata sipitnya mau tak mau bertemu dengan Adri, "iya ay-"
Bugh
"Akhh" Ringisnya saat satu pukulan mendarat dengan keras pada pelipisnya.
Tangan Adrian meremat rambut Jendra dengan keras, "dengar, kau pikir kau bisa seenaknya pulang jam berapa saja, huh? , lihat jam itu Jendra! , Lihat! Pukul 8 malam! Dan kamu baru saja pulang sekolah, huh?" Sepertinya Adrian benar benar murka malam ini.
Jendra memejamkan matanya menahan perih di kepalanya, "maaf" Sesalnya.
Duk
Adrian menghempaskan tangannya dengan keras sehingga Jendra ikut terdorong dengan keras, mengakibatkan pelipisnya terkena ujung meja yang lancip.
"Akhh" Ringisnya pelan.
"Kau benar benar harus diberi hukuman Jendra!" Adrian memyeret Jendra kearah kamar mandi, dengan kasar ia mendorong jendra hingga terjerembab kelantai.
Detik berikutnya hanya terdengar suara pukulan dan ringisan lirih Jendra , sepertinya Adrian pun menguyur anaknya dengan air yang cukup dingin untuk malam hari.
"Hiks"
"Kak Jendra" Jidan menangis, ia benar benar melihat dengan kedua matanya saat Jendra di pukul dan di seret ke kamar mandi, ia benar benar ingin membantu, tapi ia pikir akan percuma, karna ayahnya akan semakin menyiksa Jendra ketika ia bela. Sekarang yang ia bisa lakukan hanya menangis, berdoa supaya besok kakaknya baik baik saja.
Setelah Adrian merasa puas, ia melihat Jendra yang sudah tergeletak di dinginya lantai kamar mandi, tubuhnya terlihat gemetar, dengan baju sekolah yang masih melekat di tubuhnya yang basah kuyup.
Mata Jendra memejam erat, entah tidur atau pingsan, intinya ia bahkan tidak berdaya walaupun hanya mengerakkan tubuhnya. Dan Adrian sudah keluar 10 menit yang lalu.
Kesesokan harinya, Jidan bangun pukul 3 pagi, ayahnya tentu belum bangun. Kakinya melangkah dengan cepat menuju kamar mandi yang Adri seret Jendra kemarin. Tangannya perlahan membuka kamar mandi itu, menelisik mencari keberadaan Jendra.
"Kak jendra" Pekiknya saat melihat Jendra tergeletak dilantai
"Shhh huhhh..." Racau Jendra mengigil, bibirnya membiru dan matanya sembab.
Saat itu juga Jidan kembali menangis, ia membawa Jendra kedalam pelukannya, berharao kakaknya mendapat kehangatan walaupun sedikit, "kak bangun.. Hiks" Tangisnya.
"Eghhh J-Jidan?" Suara seraknya terdengar saat ia berusaha bangun melihat siapa yang memeluknya.
Jidan mengangguk, "aku gendong ke kamar ya kak" Ucapnya berusaha membawa tubuh Jendra keatas punggunggnya.
Jendra hanya pasrah, toh ia tidak punya energi untuk menolak.
Dengan perlahan Jidan membaringkan tubuh Jendra di kasur, ia berjalan menghampiri lemari Jendra dan mengambil hoodie tebal dan celana untuk ganti. Dengan telaten, ia menggantikan baju Jendra hingga ia nyaman dan memakaikannya selimut sebatas dada pada Jendra.
Tangannya menyentuh dahi Jendra yang ternyata panas, "kak Jendra demam" Gumamnya, ia beranjak ke dapur untuk membawakan kompres.
"Jidan"
Tubuh Jidan detik itu juga menegang, ia menoleh ke arah kamar Ayahnya yang kebetulan berada tak jauh dari anak tangga di lantai 1, "iya Yah" Jawabnya hati hati.
"Kamu ngapain jam segini?" Tanyanya.
Aish, Jidan benar benar seperti sedang tercyduk narkoba sekarang, dengan gugup ia mencoba menjawab pertanyaan ayahnya, "emm itu Yah, aku mau minum, haus hehe" Jawabnya dengan senyum kikuk agar Adrian percaya.
Adrian hanya mengangguk, dan memperhatikan gerak gerik Jidan yang sedang mengambil minum hingga kembali ke lantai 2.
Di kamar Jendra, Jidan kesal pada dirinya sendiri, ia gagal membawakan kompes untuk Jendra. "Maaf Jidan ga bisa rawat kak Jendra" Sesalnya, ia hanya menatap sendu Jendra yang sedang mengigil kedinginan, walaupun sudah 2 lapis selimut yang Jidan berikan.
Kringgggggg
Alarm Jidan berbunyi sangat nyaring, Jidan buru buru duduk dan beranjak menuju kamar Jendra, "kak jend-" Ucapannya terpotong karna ia melihat Jendra yang duduk dengan kepala merunduk di pinghir ranjangnya.
"Eh kak Jendra gapapa?" Ia menurunkan tubuhnya agar sejajar dengan wajah Jendra.
Yang di ajak bicara hanya mengangguk dan tersenyum. "Kak jangan senyum, jawab aku, kakak gapapa?" Tanyanya sekali lagi.
Jendra kembali mengangguk, "Gapapa Jidan" Jawabnya dengan suara serak.
Jidan terlihat menghela nafas lega membuat Jendra kembali tersenyum, "boleh bantu ke kamar mandi ga?" Pintanya.
Jidan mengangguk, ia dengan hati hati membawa Jendra ke kamar mandi, "ga sekolah kan?" Tanyanya sebelum jendra menutup pintu.
"Sekokah Jidan, kakak ada ujian fisika hari ini, makasih ya udah bantu" Mendengar jawaban Jendra sontak membuat Jidan membuka mulutnya.
Saat amarahnya akan keluar, Jendra terlebih dulu menutup pintu nya sehingga amarahnya tertahan, "KAK ! JANGAN SEKOLAH KAKAK DEMAM!!" tidak jadi, tetap saja Amarah Jidan tidak bisa tertahan.
Tbc
Hiiiiiiiiii seneng bangwt bisa nyempetin nulis xixixi, pokonya aku kalau ada waktu pasti nulis okeh?
Banyak typo, maaf yaaaaa
Enjoyy
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Jendra || Lee Jeno
FanficIni hanya kisah tentang hidupku, jika tidak mau membaca tak apa, ayah pun sama, ia tidak peduli apa apa tentangku, hehehe (.◜◡◝)