Haiii sorry banget buat typo dimana manaa yaa--
Kamar dengan nuansa modern minimalis, milik Renjana benar bentar membuat Jendra nyaman, hingga tak mau membuka matanya.
Drrtt drrttt
Suara handphone Jendra membuat Renjana yang sedang duduk membaca novel mengalihkan perhatiannya, ia berjalan mendekati Narkas, 'ayah' tulisan jelas saat membuka handphone itu.
Ia perlahan membangunkan Jendra dan memberikan handphone nya untuk menjawab panggilan tersebut.
"Iya ayah"
"Pulang, jaga adik kamu, saya harus kekantor"
"Bi Asih ga ada? Aku harus kerja kelompok yah"
Katakan ia berbohong, tapi sungguh ia benar benar malas pulang kerumahnya.
"Tidak mau? DASAR ANAK TIDAK BERGUNA! HARUSNYA YANG MATI ITU KAMU BUKAN ISTRI SAYA! PEMBUNUH! "
Umpatan itu jelas terdengar oleh Renjana, ia melihat Jendra yang mematung dengan tatapan kosong dan tubuh yang mulai gemetar.
"Jen lo oke? " Tanyanya khawatir, ia melihat handphone Jendra yang ternyata sudah terputus sambungan telponnya.
"Hmm gue oke.. " Lirihnya, tiba tiba nafas Jendra tersendat dan dadanya sangat sesak.
Renjana berusaha tidak panik melihat Jendra yang kesusahan bernafas, "Jen, Jendra it's okay, it's okay I'm here, atur nafasnya pelan pelan ayo" .
Jendra menggeleng ribut, "hahh... G-ga bisa" Jawabannya dengan sekuat tenaga.
"Tarikk..... Buang.... Ayo pelan pelan, lo panic"
Jendra lagi lagi menggeleng, dengan nafas terburu buru, tubuhnya lemas dan terjatuh ke Kasur Renjana, "you'll be fine Jendra, lo bukan pembunuh" Ucapnya berusaha menenangkan.
Sudah 10 menit Jendra kewalahan menetralkan nafasnya, oksigen seakan menghindar, tapi kata kata penenang Renjana terus mengalun dintelinganya, membuat ia perlahan tenang dan nafasnya kembali teratur.
Ia memejamkan matanya lelah, "sorry" Sesal Jendra karna sudah membuat Renjana panik.
"Noo it's okay" Balas Renjana tulus, tangan Renjana mengelus pundak Jendra, "lo gapapa? " Tanyanya.
Jendra tersenyum lalu menggeleng, "gue kangen bunda, kapan ya Ren, bunda jemput gue" Racau nya.
"Ngaco lo" Ketus Renjana.
Jendra terkekeh, "Ren, kalau gue suicide gimana? " Tanyanya membuat Renjana terkejut.
"Bareng"
"Hah? "
"Suicide kan? Ayo bareng, mau pake cara apa? Terjun dari lantai 10, putusin nadi, atau minum disinfektan?" Ucap Renjana serius.
Jendra menepuk pelan pundak Renjana, "sinting" Ejeknya.
"Lo"
"Iya gue, udah ah, anterin gue pulang dong udah jam 8 malem nih"
Renjana menatap Jendra tak suka, " Lo mau nyamperin maut? " Yang Renjana maksud adalah Ayah Jendra, Adrian.
Jendra terkekeh, "gue jamin deeh besok gue sekolah"
"Iya sekolah, paling cuman numpang si UKS"
"Doa lo Ren, yang bagus kek"
"Tai"
Walaupun Renjana kesal, ia tetap mengantarkan Jendra hingga depan pintu kamarnya, kebetulan malam ini rumah Jendra terlihat sepi. Sepertinya Jidan sudah terlelap, dan Adrian? Sesuai yang di katakannya di telpon, ia sedang berada di kantor sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Jendra || Lee Jeno
FanfictionIni hanya kisah tentang hidupku, jika tidak mau membaca tak apa, ayah pun sama, ia tidak peduli apa apa tentangku, hehehe (.◜◡◝)