.
.
Haiiii____
"Jendra" Panggil Hamka
Jendra terdiam beberapa saat hingga sadar saat ini ia sudah berada di uks.
"Anak anak gimana?" Tanya nya panik
Renjana menoyor kepala Jendra pelan, "lo pingsan cuman 10 menit, jdi ga usah lebay ya, anak anak aman mereka lagi sibuk ngurusin pensi ini, tugas lo sekarang fokus ama diri lo sendiri". Mendengar itu Jendra tetap gelisah, ia takut lalai ((lagi)) sebagai ketua osis.
"Udah lah Jen, serius deh temen temen yang lain pasti ngerti kok lo lagi sakit, jdi sekarang lo istirahat dulu" Tambah Nakula.
Akhirnya Jendra mengikuti ucapan ke dua teman nya itu.
Sedangkan di waktu yang sama Jidan berada dibalik dinding tepat ranjang yang di tiduri oleh Jendra, mendengar kan semua nya dan menyaksikan sendiri saat Jendra tumbang tadi.
Tak lama ketiga sahabat Jendra terlihat keluar dari uks, dan ini di jadikan kesempatan oleh Jidan untuk menemui kakaknya.
"Bang" Panggilannya pelan, Jendra menoleh saat mendengar panggilan itu dan ia terlihat cukup terkejut saat tahu yang memanggilnya itu adalah Jidan.
"Eh Dan, sini" Ucap nya menepuk nepuk kasur.
"Lo gapapa?" Tanya Jidan saat sudah mendudukkan diri nya di kasur bersama Jendra.
Jendra tersenyum tipis mendengarnya, dan ia mengangguk untuk memberitahu bahwa ia baik baik saja.
"Bang, kalau ayah suruh lo donor darah buat gue, tolak ya" Lirih nya.
"Sejujurnya kalaupun gue bisa nolak, gue bakal nolak dari dulu Dan" Jendra merunduk.
Jidan menghela nafas, sejujurnya dia sangat tidak tega melihat kaka nya terus menerus menahan sakit saat mendonorkan darah nya, "gue ga bakal mau transfusi kalau gitu" Ancam nya.
"Dan, masalah gw udah terlalu banyak, bahkan gue bermasalah sama badan gue sendiri, tolong jangan tambah masalah gue lagi" Jelas nya, sungguh jika Jidan benar-benar melakukan apa yang dia ucapkan, itu akan menjadi musibah terbesar di hidup Jendra.
"Nah karna itu, gue tau bang badan lo udah ga bisa donor darah, bahkan kayanya bukan gue yang butuh transfusi darah, tapi lo juga. Udah lah bang, gue muak hidup 16 tahun selalu merasa bersalah tiap liat muka lo, jadi gue mohon tolak kalau ayah nyuruh lo donorin darahnya buat gue" Cerca Jidan langsung melengos pergi, meninggalkan Jendra yang merunduk dalam berusaha menahan tangisnya.
Tok... Tok...
"Hai" Sapa orang itu pada Jendra, karna melihat Jendra yang tetap merunduk seakan tak tertarik melihat siapa yang datang.
"Sirin" Ucap Jendra saat ia akhirnya mengangkat kepalanya.
Sirin tersenyum tipis, ia mendudukkan diri nya di tepi kasur Jendra. Dahi nya mengerut saat melihat raut wajah Jendra yang sangat kusut.
"Kusut banget lo" Sarkasnya. "Lo gapapa kan?" Lanjutnya memastikan.
"Gapapa kok" Jawabnya
Sirin memicingkan matanya, "yang boongg" Candanya, "kenapa sih Jen, cerita kek" Lanjutnya.
"Sebenernya, ngeluh itu boleh ga sih, Rin?"
"Boleh lah, lo itu bebas ekspresi in perasaan lo, mau lo marah, nangis, happy. Dan itu wajar banget" Balasnya.
"Oke" Senyum tipis terlihat dari bibir Jendra. Tetapi itu hanya sebentar karna wajahnya kembali murung.
"Ah males murung mulu lo. Gini deh, lo mau tau fun fact dari gue ga?" Tawar nya berusaha memecahkan suasana.
Jendra hanya menatap Sirine seakan akan mengatakan 'mau'. Senyum di bibir Sirin merekah saat melihat respon dari Jendra.
Sirin menjulurkan tangannya tanda mengajak berjabat tangan, dan tangan itu di terima dengan senang hati oleh Jendra, "kenalin Sirinee Alees, anak perempuan satu satunya dari dokter Jefan" Ucapnya dengan semangat.
Tentu saja Jendra sangat amat terkejut, yang benar saja dokter Jefan sudah mempunyai anak sebesar ini, padahal wajahnya terlihat seperti umur 25 tahun.
"Ga usah kaget itu, gue tau kok bapa gue ganteng" Ejek Sirin.
"Serius?"
"Heem, ayah gue juga cerita katanya pernah ada pasien yang donor darah sampe kejang kemarin, nakal banget kan pasien itu?" Oceh nya panjang. Jendra yang sadar bahwa dirinya lah yang sedang Sirin bicarakan, ia hanya tertawa mendengarnya.
"Tau ga sih Jen, bapak kita tu dulu temenan tau, kayanya sih" Ucapnya ragu.
Jendra menatap Sirin ragu, karna dia bahkan sangat asing dan tidak pernah bertemu dengan dokter Jefan saat ia masih kecil.
"Gue seriussss" Respon Sirin saat mrlihat raut wajah Jendra. "Tapi gue ga tau kenapa sekarang mereka ga pernah ketemu, bahkan gue liat liat kalau mereka ketemu di rumah sakit pun, keliatan asing banget" Curah nya.
"Masa sih?" Tanya Jendra, sungguh ia benar-benar masih tidak percaya. Ahh kenapa dunia sangat sempit, batin nya
Sirin menghembuskan nafasnya dalam, "yaudah kalau ga percaya" Ucapnya, "udah ah gw mau lanjut liat acara ya, lu cepet sembuh ya" Lanjut nya sambil meninggalkan UKS.
Jendra diam sebentar berusaha mencerna kata kata yang di keluarkan oleh Sirin tadi. "Kalau ayah sama dokter Jefan temenan, berarti dokter Jefan tau dong bunda meninggal karna apa? Iya ga si? " Tanya nya pada diri sendiri..
Tbc
HALOOOOOOO
Wkwkwkkw kangen ga siii
Aku sih kangen kalian yaaa wkwkwk, semoga kalian masih nunggu cerita ini yaaa hihiii
Terimakasih banyak temen temennn, big love ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Jendra || Lee Jeno
FanfictionIni hanya kisah tentang hidupku, jika tidak mau membaca tak apa, ayah pun sama, ia tidak peduli apa apa tentangku, hehehe (.◜◡◝)