01

5 0 0
                                    

Mentari POV

Bandung adalah kota dimana aku lahir dan dibesarkan, aku betah berada disini. Suasa sejuk dan nyaman selalu aku rasakan di sekitarku. Seperti pagi ini, aku duduk termenung sembari menikmati sinar Mentari yang menghangatkan Tubuh. Akhir akhir ini, Mentari jarang menyapaku karena musim hujan yang kini selalu menerpa kotaku. Oiya, namaku Mentari Aqila Wijaya, kata Bunda aku dilahirkan ketika mentari sedang tersenyum kepada dunia sebab itulah aku dinamakan Mentari dan sebab itu juga mengapa aku sangat menyukai sinar mentari.

Aku lahir di keluarga sederhana, namun kasih sayangnya sangat terasa kepadaku. Ayah yang selalu ramah, Bunda yang pengertian dan Abang yang Humoris.

Tok..Tok..Tok

"Dek, udah bangun? Gak kesiangan lagi kan sholat subuh nya?" Ucap laki-laki diseberang sana yang sangat ku kenali suaranya. Ya. Dia abangku. Muhammad Razi Wijaya namanya, sosok yang ku kagumi namun kadang suka membuat aku kesal sekesal kesalnya, karena dia sangat usil.

"Lagi gak sholat bang" jawabku

"Yaudah kalo gitu yuk turun kebawah Bunda udah nyuruh sarapan" ucapnya lagi

"Iya sebentar, nanti nyusul" ucapku. Ku bereskan tempat tidurku yang sedikit berantakan lalu segera menyusul abangku untuk sarapan dibawah

"Pagi semua" sapaku kepada semua orang yang ada di meja makan. Terlihat disana ada Bunda, Abang dan Mbak (yang bantu-bantu membereskan rumah)

"Pagi sayang" jawab bunda seraya tersenyum manis kepadaku. Bunda memang selalu gitu, Ramah dan Penyayang tiada tara.

"Lho kok gak dipakai kerudungnya?" Tanya bang Razi

"Yaelah bang, kan dirumah. Yang lihat cuma mahram aja. Gak haram kan?" Jawabku, lalu duduk dikursi meja makan sebelah abangku

"Tetep aja gak boleh de. Kamu itu sudah baligh, sudah punya rapot sendiri lho yang tanggung jawab di akhirat nanti kamu sendiri. Sekarang kalo tiba-tiba ada sepupu kamu kesini gimana?repot kan? Biasakan pakai kerudung meskipun dirumah" paparnya panjang lebar. Aku menghela nafasku, benar juga apa yang dikatakan abang lalu aku kembali naik ke atas untuk mencari kerudung dan memakainya.

Setelah ku cari-cari yang pas, ternyata pilihanku kembali pada kerudung blus warna hitam. Memang, hitam selalu terlihat cocok. Lalu aku segera kembali ke bawah karena cacing diperut sudah demo minta asupan nutrisi pagi hehehe

"Nah kalo gini kan cantik nya nambah beribu-ribu kali lipat" ucap bang Razi seraya mengelus puncak kepalaku.

Akupun tersenyum, lalu beralih mengambil roti coklat kesukaanku

"Dek nanti temenin Abang beli perlengkapan kuliah ya" ucap bang Razi

"Oke, tapi beliin Tari Novel ya bang" ucapku sambil tersenyum jahil

"Kamu tuh selalu aja harus ada imbalan, oke nanti sambil beli novel" jawab abangku. Aku pun tersenyum senang

"Oiya Bun, ayah mana? Dari tadi gak keliatan" tanyaku pada Bunda

"Ayah sudah berangkat ke Jakarta tadi subuh, karena ada hal yang harus diselesaikan disana. Urgent katanya" jawab Bunda

"Hal Urgent apaan emang Bun?" Tanya bang Razi

"Gak ngerti Bunda juga, pokonya kata Ayah Urgent aja. Bunda gak nanya-nanya takut dibilang Kepo sama Ayah kamu Zi" jawab Bunda

"Eh kepo ke suami sendiri mah gapapa atuh Bun" jawab bang Razi

"Iya, tapi ayah kamu mah gak mau kalo Bunda kepo teh" Jawab Bunda, lalu kamipun tertawa. Memang, jika bunda sudah menggunakan logat Sunda nya pasti akan sangat lucu

SEINDAH SENYUM MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang