Author POV :
"Bang" panggil Rizal ketika melihat Razi keluar dari mesjid dipondok pesantrennya
Razi menoleh kearah Rizal dan tersenyum padanya
"Boleh bicara sebentar bang?" Tanya Rizal
Razi mengangguk. Lalu mereka duduk disebuah saung dipojok pesantren
"Sebenarnya apa yang terjadi pada Qila bang?" Tanya Rizal penasaran
Razi menghela nafasnya berat.
"Apa benar Qila dan Irwan sudah bercerai?" Tanya Rizal lagi
Razi mengangguk cepat
"Subhanallah" ucap Rizal
"Terus kenapa kaki Qila bisa lumpuh bang? A-apa yang terjadi padanya?" Ucap Rizal lagi
"Qila jatuh dari tangga zal" jawab Razi
"Innalilahi wa innailaihi rojiun? Jatuh bang?" Tanya Rizal. Razi mengangguk lalu menceritakan semua yang terjadi pada Adiknya
Rizal terdiam dan menyesal karena kalah cepat oleh Irwan untuk menikahi Tari. Kalau saja Tari menikah dengannya pasti ia akan menjaga Tari dengan segenap Jiwa dan raganya.
"Saya boleh khitbah Tari bang?" Ucap Rizal tiba-tiba. Razi tidak kaget, pasalnya ia sudah tahu bahwasanya Rizal mencintai adiknya
"Tanyakan itu pada Tari, karena saya tidak berhak menjawabnya" ucap Razi
"Tari sedang dalam masa Iddah. Sebaiknya, ditunda dulu saja niat baiknya" ucap Razi lagi
Izal mengangguk paham.
"Saya akan istikharah dulu" ucap Izal
Razi mengangguk lalu memegang pundak Rizal, "kalau ente serius. Datanglah kerumah. Bicara sama ayah dan Bunda. Insya Allah, jika Allah menakdirkan kalian bersama pasti dimudahkan" ucap Razi
"Syukron bang" ucap Izal, lalu memeluk Razi sebagai tanda terimakasih nya
****
Sebulan berlalu, Tari masih meratapi kesedihannya karena tidak bisa berbuat apa-apa dengan memakai kursi Roda ini.Kuliah Tari terbengkalai, tidak bisa membantu Bunda nya bahkan untuk ke kamar mandipun harus meminta bantuan Bunda nya.
Tari menghelas nafas berat
"Ya Allah.. kapan Tari sembuh? Apakah Tari bisa berjalan lagi seperti dulu?" Gumam Tari sambil melihat langit yang lumayan cerah hari ini
Tari mengarahkan kursi roda nya menuju lemari pakaian, mencari gamis yang akan ia kenakan setelah mandi nanti
Pluk
Tiba-tiba sebuah amplop jatuh ke pangkuan Tari
"Amplop ini kan dari Rizal, kok bisa disini? Perasaan terakhir aku simpen di dalam laci" gumam Tari
Ia kembali membuka lembaran demi lembaran surat yang ada di dalam amplop itu. Ia menatap sebuah foto sambil sesekali mengusap foto tersebut
Kling
Sebuah notif pesan berbunyi dihandphone Tari. Ia meraih ponsel tersebut didalam saku gamisnya lalu membaca sebuah pesan yang baru saja terkirim kepadanya
Messenger from : Izal
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bolehkah aku datang kerumah untuk mengkhitbahmu?
Tari mengucek-ngucek matanya sambil sesekali membaca lagi pesan yang tertera didalam ponselnya. Apakah ia salah baca? Atau si pemilik ponsel itu yang salah mengirim pesan? -batinnya
KAMU SEDANG MEMBACA
SEINDAH SENYUM MENTARI
Подростковая литература"Bukan hidup namanya bila tidak dihinggapi masalah yang dikenal sebagai bumbu kehidupan. Jangan takut untuk mencoba, dan jangan takut untuk menghadapi. Makanlah semua rasanya maka kamu akan menikmati hasilnya" - Mentari Aqila Wijaya Selamat membaca...