24

2 0 0
                                    

"Mas.." ucap Tari lemah. Jarinya bergerak mengusap kepala izal.

Ya, Tari memang sudah sadar beberapa menit yang lalu. Ia tidak kuasa membangunkan suaminya yang terlihat kelelahan.

"Mas izal.." ucapnya lagi

Merasa namanya terpanggil, izalpun sontak membuka matanya namun perlahan ia lakukan. Ia melihat ke arah istrinya yang sedang tersenyum manis ke arahnya. Ia mengucek matanya, lalu melihat ke arah istrinya lagi. Berulang kali ia lakukan itu, hanya untuk memastikan dirinya tidak salah lihat. Pasalnya istrinya itu tertidur 3 hari yang menurutnya itu sangat lama

"Sayang?" Tanya izal

Tari tetap tersenyum. Menampilkan senyum khasnya yang menurut izal sangat manis. Dan tidak ada seorangpun yang boleh melihatnya. Hanya ia, yang bisa menikmati senyuman itu.

"Alhamdulillah ya Allah.. terimakasih ya Allah.." ucap Izal, lalu mengecup kening Tari lama

"Haus?" Ucap Izal, itulah yang pertama kali izal tanya. Karena ia tau, ketika bangun tidur, istrinya selalu mencari air putih untuk diminumnya

Tari mengangguk perlahan, lalu dengan cekatan Rizal menyodorkan air putih dan membantu Tari untuk meminumnya

"Mas kangen sayang" ucap Izal memeluk Tari

"Qila tidurnya lama ya mas?" Tanya Tari

"Lamaaaaaa, aku kan kangen" ucap Izal manja pada Tari

"Udah jadi Ayah, jangan manja" ucap Tari.
Ia sudah menyadari bayinya yang tidak ada dalam perutnya, pasti bayinya sudah lahir dengan selamat.

"Bayi kita selamat kan, Mas?" Tanya Tari

"Dia sehat sayang, lucu, gemes. Mas pengen cium terus" ucap Rizal

"Terus bayi kita dimana sekarang?" Tanya Tari

Rizal membantu Tari untuk tertidur kembali, "Diruang bayi sayang" ucap Rizal

"Kenapa gak disini, Mas? Kan bisa disebelah aku"

"Nanti kita kesana ya" jawab Izal

"Sekarang aja mas, tari pengen liat dede" ucap Tari

Rizal terpaksa menganggukkan kepalanya, menyetujui permintaan istrinya untuk menemui anaknya yang sedang berjuang disana, dalam tabung bayi.

Rizal memangku Tari dan memindahkannya agar duduk di kursi roda. lalu kemudian mendorong kursi roda tersebut menuju tempat sang anak berada

"Kita liat dede nya disini ya" ucap Rizal ketika mereka telah sampai didepan ruangan yang hanya bisa dilihat dibalik kaca  luar.

"Kenapa mas? kok disini?"

"Itu anak kita sayang, lucu banget kan dia" ucap Rizal sambil menunjuk sang buah hati

"Mas?" Panggil Tari, lalu memeluk tangan Rizal erat, Ia menangis

"Kenapa anak kita disana mas? kenapa banyak alat ditubuhnya?" tanya Tari

"Nafasnya belum sempurna sayang, dia perlu alat bantu pernafasan dulu" jawab Rizal berusaha menenangkan Tari

Tari memandang lurus kedepan, menatap sang anak yang sedang berjuang didalam sana, "Maafin umi ya sayang, umi gak bisa jaga kamu. maafin umi gak bisa membersamai kamu berjuang didalam sana. maaf, kamu lahir dari seorang perempuan yang tidak berguna, nak"

Mendengar perkataan Tari, Rizal langsung berpindah posisi, Ia berlutut dihadapan Tari. menghapus air mata istrinya, memeluknya dan berkata "enggak sayang, kamu gak boleh ngomong gitu. kamu itu hebat, hebat sekali. anak kita pasti bangga punya umi seperti kamu. kita doakan yang terbaik untuk anak kita ya"

"Maafin aku, Mas.." ucap Tari

"Enggak sayang, kamu gak salah. justru mas yang minta maaf karena lalai jaga kamu waktu itu" ucap Rizal

"Tari juga salah Mas, gak nurut sama Mas"

"Stop nyalahin diri kamu sendiri sayang, tugas kita sekarang adalah mendoakan yang terbaik untuk anak kita, ya?" Rizal menghapus air mata Tari, lalu mengecup keningnya.

"Tari?" teriak seseorang yang sedang menghampirinya

"Umi, bunda" Ucap tari lalu memeluk dan menyalami orangtuanya satu persatu

"Yang kuat ya nak, yang sabar" ucap Abi

"Iya bi, makasih selalu ada untuk Tari"

SEINDAH SENYUM MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang