Sebelum pertemuan Jarvas dan Rhea
Jarvas membuka pintu ruang latihan, langsung nyelonong sesuka hati dan duduk di sofa sudut ruangan dengan bokong dihempaskan sedikit kasar. Tepatnya di sebelah Brama yang sudah lebih dulu ada di sana.
Ia tidak bisa tidur semalaman dan hari ini jadwal ngampusnya padat. Rasanya lelah sekali sampai ia ingin tidur dalam waktu lama.
"Kenapa lu, Jav?" tegur Brama tanpa menatap objek yang ia ajak bicara.
"Capek."
Brama melempar satu lirikan, "Banyak tugas?"
"Ini lebih nakutin dari tugas, sih." Jarvas berdecak. Ia menyandarkan punggung di sandaran sofa, meletakkan tangan di atas kepala, dan memejaman mata.
"Apaan emang?"
"Cadaver."
"Hah?"
"Mayat yang diawetin buat diteliti. Gua lihat itu kemaren dan nggak bisa tidur sampai hari ini. Kebayang terus, gila."
Brama tergelak, "Siapa suruh jadi mahasiswa kedokteran. Selain masuknya susah, survive-nya juga. Udahlah mending lu keluar, daftar lagi, terus masuk FISIP kayak gua."
"Sialan lu."
Sebuah bantal kecil melayang ke wajah Brama, tapi Brama hanya tertawa.
"Btw lu lagi ngapain dah sendirian di ruang latihan? Kita janjiannya latihan sejam lagi, kan? Biasanya juga lu paling ngaret." Jarvas menatap sang vokalis dengan alis terangkat.
"Ngaret salah, on time salah. Maunya apa sih, heran."
"Traktir gua chicken. Baru hidup lu bener."
"Ogah." Brama kembali fokus pada ponsel yang menampilkan percakapan di whatsapp dengan ibunya, "Eh, Jav ini lucu nggak?" ia menunjukkan layar ponsel yang menampilkan foto dua orang anak dengan beda jenis kelamin.
Jarvas mengernyit, "Siapa, tuh?"
"Temen SD."
"Lu sama temen SD lu?"
"Ho'oh."
Jarvas mengusap dagu, "Muka lu udah ngeselin sejak dini, ya."
"Thank's loh interpretasinya." Brama bicara dengan nada tidak ikhlas.
"Itu ceweknya abis lu apain? Nangis gitu."
"Biasa cewek. Baper dia."
"Tapi imut, kok. Gedenya cantik kayaknya."
Pupil mata Brama melebar, "Seumur-umur gua baru pernah denger lu muji cewek. Bentar-bentar, gua kasih lihat fotonya pas udah gede." Ia segera membuka media sosial, instagram, untuk lalu ditunjukkan lagi pada sang gitaris, "cantik, nggak?"
Jarvas terdiam, mengamati wajah itu sedikit lama, "Ini temen lu yang tadi?" ia memastikan.
"Iya. Cantik, gak?"
"Hm, biasa aja." Kata-kata Jarvas terdengar sedikit ragu dan itu membuat Brama berdecak, "kayak kenal sama dia, tapi ngga tahu dimana."
Sang vokalis menarik kembali ponselnya, "Mukanya emang rada pasaran, sih. Tapi, menurut gua, dia manis."
"Nama?"
"Rhea."
***
Behind "First Meet? Let's Meet Again"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Days of Jarvas
Подростковая литература"Rhe, gua di depan." "DEMI APA JARVAS GUA LAGI MASKERAN!" *** Jarvas Kanigara, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Nusantara. Anak band, major di gitar. "Kenapa masuk FK?" "Karena...prospek kerjanya bagus. Jadi dokter." Cowok dengan tinggi ba...