"Pak, katanya tanggal 10 Oti nikah. Kakak boleh ke Subang sehari?" Begitu yang baru saja kulontarkan pada bapakku yang sedang makan di belakang. Beberapa waktu lalu aku dapat pesan dari keponakan Bapak yang cukup dekat denganku.
Sejujurnya aku ragu menanyakan ini karena aku masih memiliki tugas yang belum kuselesaikan―yang hampir satu semester kuhindari.
Tapi jawabannya sungguh di luar dugaan. "Sehari? Liburan mah sekalian 2 minggu sana."
Tak bisa bereaksi. Aku bahkan tak berani melihatnya. Hanya mengangguk sambil memalingkan kepala, kembali ke kamarku. Mengingat ucapannya yang pernah terlontar sekitar setahun yang lalu.
Padahal jawabannya hanya ingin pergi atau tidak. Jelas, aku ingin pergi. Di samping itu, hal-hal yang belum kuselesaikan masih membayangi. Padahal, belum tentu 2 minggu itu aku akan menyentuhnya.
Meski demikian, tetap saja hal seperti ini cukup untuk kembali menguras pikiran. Ah, kalau orang-orang itu dengar, aku pasti sudah kena omel lagi.
Siapa yang tahu dua minggu itu cukup untuk membuatku berhenti lari dari semua itu. Tapi sekali lagi, apa aku berhak? Rasanya terlalu egois kah?
Padahal, aku tahu jawabannya. Juga beberapa hal lain yang terpaksa dijejalkan padaku.
Kayak yang kutanyakan tadi. Apa yang kamu rasain? Apa yang ingin kamu lakukan? Apa yang ingin kamu bilang?
Punya kepala seperti ini menyebalkan. Padahal hal sederhana. Tapi kenapa aku membuatnya serumit ini?
Kembali pada tanya yang tak juga kutemukan jawabnya.