Malam purnama penuh salju di Kerajaan Utara Berfinel.
Sudah 7 tahun berlalu sejak Sylvan untuk pertama kalinya menginjakkan kaki kembali di tanah kelahirannya. Memenuhi undangan sang Pangeran mahkotaーZeroーatas diselenggarakannya Festival Bintang Jatuh Terbesar bersama dengan rekannya Luca dan Putri Noelle.
Sejak saat itu, sesekali ia mendatangi tempat ini. Tidak sering, ia juga harus bisa mengatur strategi agar bisa kabur dari Mikotoーseorang gadis yang sejak dini terus membututi dan tahu akan rahasianya. Terlebih, ia penasaran dengan apa yang diceritakan Noelle padanya. Alasan Zero melepaskan Noelle untuk Luca.
Seperti yang dikatakannya, "Memperbaiki negeri ini butuh waktu yang tak singkat. Bahkan belum tentu bisa berhasil dalam generasiku."
Ya, sejak awal memang demikian. Negeri ini rusak. Sylvan sendiri merasakan kekejamannya sejak pertama kali ia lahir di dunia. Namun, meski sedikit ia bisa merasakan ada yang berbeda.
Pojokkan jalan tak lagi menjadi tempat berlindung naas warga yang tak memiliki rumah di negeri yang salju tak pernah lenyap di atasnya. Mereka punya tempat yang lebih baik.
Sylvan mendongak ke arah sebuah bangunan tinggi yang di sampingnya terdapat cerobong dengan asap yang menguap. Dari kejauhan tampak hangat. Juga suara tawa yang sesekali terdengar. Hangat yang tak pernah ia temukan di masa kecilnya.
Diam-diam ia tersenyumーcukup puas. Lantas bergumam, "Kau yang melakukan semua ini, Kakー"
"Heee, apa aku baru saja mendengar Kau mau memanggilku Kakak?"
Suara yang menyebalkan di telinga Sylvan sontak membuatnya terperanjat, berbalik menatap sosok di belakangnya yang sudah tersenyum.
Cih, sial.
Zero ada di hadapannya. "Bisa kau mengulangnya?" Zero memancing dan membuat Sylvan semakin kesal.
"Jangan sok tahu. Aku tidak bilang apa-apa!"
Sinar bulan menyorot Zero yang hanya tersenyum. Tenggelam dalam pikirannya. Ya, panggilan itu bukan hal yang mudah untuk seorang adik yang keberadaannya hampir dilenyapkan di negeri ini. Oleh rusaknya negeri ini. Setidaknya, ia datang ke tempat ini pun ... cukup.
***