Beberapa waktu yang lalu aku mendengarkan kisah seseorang. Ia bertanya padaku, mengapa bisa menangis padahal ia tidak sedang sedih atau bahagia?
Kubalas, mungkin kamu terkejut dengan suatu kenyataan. Dan jauh di lubuk hatimu, kau gak menginginkan hal itu terjadi. Setidaknya, itu alasan kecil yang bisa kuungkap. Sementara sanggahannya setelah itu tak bisa kuabaikan begitu saja.
Sejujurnya aku juga tidak ingat apa pernah aku mengalami hal yang serupa. Aku tidak ingat. Tapi diriku malah mengiyakan seolah pernah. Ya, mungkin memang pernah.
Dan kemarin malam, hal itu mendadak terjadi ...
Ada air mata yang tak bisa kuhentikan entah karena apa.
Meski beberapa saat sebelumnya, aku tengah terdesak tugas yang sudah kubuat berulang kali, lantas proses pembuatannya tidak terekam. Padahal sudah kuulang sekitar 5 kali.
Hanya saja, hal seperti itu tak cukup membuatku merasa sedih. Soalnya, itu pasti bisa kuselesaikan segera. Aku yakin.
Memutuskan beristirahat sesaat setelah itu, mataku belum sempat terlelap sejak sahur tiba dan mengabaikan perutku yang sejak magrib tiba baru diisi beberapa potong buah. Lagi pula, bukan saatnya untuk itu.
Namun, baru hendak menyandarkan kepalaku, ia malah terbentur dinding dengan kencang. Ini yang kedua setelah kemarin malam juga mengalaminya.
Kalau ditanya sakit, aku tidak bisa mengelaknya. Ini benar-benar sakit tapi harusnya tak cukup untuk membuat air mataku jatuh.
Pikiranku yang berterbangan meyakinkan diri untuk tetap bernapas seperti biasa. Namun, air mata malah keluar begitu deras dan napasku seolah didesak oleh isakkan yang mulai menyekat tenggorokan.
Harusnya tidak seperti ini.
Tidak ada alasan yang membolehkan tangisanku keluar sampai seperti itu. Dan seandainya ada pun, kenapa tidak bisa kutemukan?
***