06

109 17 28
                                    

Bismillahirrahmanirrahim
Semoga Allah mudahkan segala hal.

***

Suasana kost pada sore di hari libur cukup ramai. Beberapa penghuni yang sehari-hari menyibukkan diri dengan rutinitas pekerjaan, tugas kuliah, terlihat berkumpul pada salah satu gazebo. Berbaur dengan penghuni kost lainnya.

Ditemani semilir angin, cahaya senja dari peraduan, mereka melantunkan lagu secara bersamaan. Salah satunya memainkan alat musik gitar, semakin meramaikan suasana. Kemudian, serba-serbi makanan tersaji, orang-orang itu saling berbagi.

Raileen menjadi salah satunya. Ia membawa beberapa makanan ringan dan minuman.

"Raileen enggak ikut nyanyi-nyanyi, nih?" Salah satu di antara mereka bertanya saat Raileen beranjak, hendak kembali ke kamar.

"Belum bisa, Kak. Saya lagi kurang enak badan," sahut Raileen, tersenyum tipis. Suaranya terdengar sengau.

"Oh, oke! Lekas membaik, Raileen."

Usai mengucapkan terima kasih, ia lantas beranjak dan berjalan menaiki tangga. Meniti satu per satu hingga sampai di depan kamar kostnya. Tangannya bergerak, hendak membuka pintu yang terkunci.

Sayangnya, suara berat dengan sedikit serak, menghentikan gerakannya. Raileen diam, masih membelakangi orang yang mengajaknya berbicara.

"Katanya kamu sakit, ya?" Ucapan itu digantung lalu terdengar kekehan kecil. "Makanya, jangan pulang malam-malam. Apalagi-"

"Kamu itu sebenarnya siapa?" Raileen memotong pembicaraan, menatap sepenuhnya lawan bicara. "Saya enggak kenal kamu."

"Kalau saya bilang bahwa saya tahu segala hal tentang kamu, bagaimana?"

Sejenak lengang. Kedua orang itu saling menatap dalam diam.

Raileen meneguk saliva susah payah. Melihat tatapan tajam dan dalam dari laki-laki itu, Raileen sedikit merasa takut. Terlebih, perihal pernyataan yang berhasil membuat Raileen terpaku.

Mengetahui segala hal tentangnya? Bagaimana bisa? Perlahan gadis itu menggeleng. Mana mungkin! Raileen bahkan tidak mengenal dan belum pernah melihat wajahnya sebelum ini.

"Saya serius. Saya tahu segala hal tentang kamu, Raileen Nara. Hanya, kamu tidak perlu takut. Saya tidak memiliki niat buruk perihal kamu. Kamu tidak perlu tahu tentang saya, setidaknya untuk saat ini. Cukup panggil saya dengan sebutan Hala."

Sebelum benar-benar mengakhiri pembicaraan, laki-laki dengan nama Hala itu tersenyum dan melangkah mendekat. Ia mengusap lembut rambut Raileen. Tatapan penuh arti ia berikan.

"Pertanyaan kamu tentang siapa pelaku yang selalu menyimpan makanan, atau membereskan pekerjaan kecil milikmu adalah saya, Hala."

Hala berdeham dan berbalik badan, melangkah perlahan menuju selasar kamar kostnya. Ia memasang earphone, duduk, dan kembali fokus pada dunianya, membaca buku tebal.

"Alasan kamu melakukan ini apa?"

***

Tiga hari Raileen tidak dapat berangkat ke kampus. Tubuhnya benar-benar memerlukan istirahat. Ia melenguh, merasakan sakit pada kepala. Tangannya bergerak, meraih ponsel yang ada di atas meja belajar samping kasur berukuran minimalis itu.

Kemarin, selepas perdebatan cukup panjang, Raileen akhirnya mau diantar Hala untuk berobat. Padahal, Raileen bersikeras bahwa tanpa obat-obatan itu ia bisa sembuh. Sayangnya, Hala adalah manusia sejenis dengan Zaid, keras kepala.

"Ini, minum. Kamu dengar sendiri, kan, kemarin? Kata dokter, kamu gejala demam berdarah. Banyakin minum sari kurma."

Raileen benci terlihat lemah oleh orang lain. Terlebih, seseorang yang baru saja dirinya kenal, itu pun hanya sebatas nama. Ia mendengkus, menutup sebagian wajah dengan selimut.

"Kenapa kamu masuk kamar saya?" Suaranya terdengar lemah.

"Saya tidak akan melakukan apa pun, selain memastikan jika kamu sudah minum obat."

Pintu kamar kost Raileen terbuka lebar. Beberapa penghuni kost lainnya sempat menjenguk dan membawakan bermacam buah-buahan hari ini. Akhirnya, satu per empat dari bagian kamar Raileen diisi oleh makanan dan buah-buahan.

Hala mengedarkan pandangan, menatap tiap sudut ruang sambil berpangku tangan. Ia berdecak lalu menggeleng. Baru saja tiga hari tidak dibersihkan oleh pemiliknya, kamar itu sudah terlihat kotor. Setelah itu, Hala mengambil sapu dan mulai membersihkan lantai.

"Kamu tidak perlu lakukan itu, Hala." Raileen berkata, masih bersembunyi di balik selimut tebal.

"Saya melakukan ini bukan untuk kamu, tetapi untuk pemilik kost. Kasihan, kamar miliknya kotor seperti ini."

Setelah itu, suasana kembali hening. Hala sibuk membereskan hal-hal yang bisa dirinya kerjakan. Usai lima belas menit, ruangan seluas 4 × 4 m² itu telah bersih. Ia menepuk dada, bangga atas hal yang dilakukan.

"Pertanyaan kemarin." Raileen menggantung ucapan. Ia berdeham, menormalkan suara yang sempat serak. "Kamu belum menjawab. Alasan kamu melakukan ini semua apa?"

"Kamu benar-benar ingin alasan, ya?"

Raileen menggangguk.

"Jika saya mengatakan bahwa alasan itu atas dasar rasa simpatik dan kemanusiaan, apa kamu puas?"

"Tentu saja tidak! Lagi pula rasa simpatik untuk apa? Kamu pikir hidup saya ini menyedihkan?"

"Tentu saja, Alien!"

Sebuah bantal melayang lalu jatuh tanpa mengenai siapa pun. Raileen pelakunya.

"Saya Raileen!"

***

Alhamdulillah ....
Terima kasih sudah membaca.
Sukses selalu, Orang hebat.


Spread love
Sugi 💖

Note : Ternyata saya baru cek KBBI kata yang baku dari kos itu indekos. Wah, sampai bab enam saya salah. 🙈 Selesai naskah, akan saya revisi. 🤗

HELLO, TETANGGA KOS! ✓ | TELAH TERBIT |Where stories live. Discover now