Gadis berambut putih itu menoleh dan mendapati tiga petualang yang seumuran dengan dia sedang menatapnya. Raulla segera berdiri dan menghadap ke tiga petualang itu. "Ya. Aku adalah Raulla. Ada apa?"
Tiga petualang itu saling bertatapan sembari menganggukkan kepalanya pelan. "Apakah kau ... benar-benar mencari mentor?"
Wajah Raulla menjadi cerah saat mendengar mereka berkata seperti itu. Segera saja dia membalas, "Ya! Aku sedang sangat membutuhkannya. Apakah kalian memiliki kenalan yang bisa membantuku?"
Lagi-lagi mereka saling bertatapan. Tapi kali ini dibarengi dengan gelak tawa. "Ya, kami memang memiliki kenalan yang bisa mengajarimu. Tapi, kami tak yakin kau bisa membayar biaya pengajarannya. Atau ... kau mau membayarnya dengan tubuhmu?"
Raulla menghela napas pasrah. Sudah seharusnya dia tak berharap. Lagipula, siapa yang mau mengajarinya dengan biaya yang begitu rendah, hanya lima puluh Zephyr lebih banyak dari harga minimum.
"Yah, terima kasih ...."
Raulla menundukkan kepalanya dan berbalik untuk memasukkan mayat beruang empat lengan sebelum terbang menjauh ke arah barat. Mood-nya memburuk kembali akibat ucapan tiga petualang tadi.
Raulla kembali ke Kota Phel. Wajahnya menjadi buruk karena ucapan tiga petualang tadi. Ditambah dengan antrean yang selalu mengular membuat raut wajah Raulla tampak sangat buruk. Beberapa orang sampai rela memberikan atreannya untuk Raulla agar gadis itu tak lagi memasang raut seperti itu.
"Raulla Theresia, memburu beruang empat lengan."
Sang resepsionis sedikit terkejut melihat Raulla membanting telinga dan kartu petualangnya. Resepsionis itu segera memproses misi Raulla dan mempersilahkan orang selanjutnya untuk mengumpulkan bukti misi mereka.
Raulla yang sudah mengumpulkan bukti misi menghela napas panjang dan pergi ke aula pengambilan misi. Gadis itu dalam suasana hati yang buruk, dia tak yakin bisa menghadapi petugas pengumpul hewan sihir, besar kemungkinan dia akan meledak dan melampiaskan seluruh emosinya. Oleh sebab itu, dia memilih untuk kembali mengambil misi.
Tangan Raulla menyisir papan misi dan terkunci pada sebuah kertas.
"Misi untuk membersihkan rumah, tingkat D. Mungkin bagus untuk relaksasi, kuambil ini saja." Raulla menarik kertas misi itu dan segera membawanya kepada Amber. Antrean tampak cukup lengang, yang membuat sedikit rasa kesal di hati Raulla terangkat.
"Ada apa dengan raut wajahmu? Apakah kau gagal menjalankan misi?" kata Amber. Dia lalu mengambil kertas misi yang dibawa Raulla dan memprosesnya. Gadis itu memajukan bibirnya dan menatap Amber. "Seperti biasanya, orang menyebalkan datang."
Amber tersenyum dan memberikan kartu petualang Raulla kembali. "Tidak usah dimasukkan ke dalam hati. Aku tahu bahwa kau bekerja keras lebih dari siapa pun di serikat ini." Wanita itu kemudian memberikan sebuah ramuan berwarna merah tua pada Raulla. "Kuberikan ini untukmu agar kau tidak sedih lagi."
Raulla mengambil ramuan itu dan kartu petualangnya lalu tersenyum. "Kuambil ini, Nona Amber. Jangan menyesal memberikan ramuan penyembuh ini padaku." Raulla segera berlari meninggalkan Nona Amber.
Gadis itu kemudian berhenti di depan gedung serikat dan mengeluarkan kartu petualangnya. Dia memberikan sedikit sihir dan memunculkan sebuah layar hologram. Satu titik merah muncul di layar hologram itu, tempat misinya diajukan.
"Berjarak tidak jauh dari sini."
Raulla memberikan elemen angin pada kakinya dan berlari cepat menembus kawanan orang-orang. Dia beberapa kali meminta maaf saat tanpa sengaja menabrak orang. Hingga dia merasakan tubrukan keras dan terjatuh.
Seorang elf tampak tersungkur di dekat Raulla. Gadis itu terkejut dan segera berdiri, elf tadi pun demikian. Tampak sebuah roti dengan isian daging terjatuh tak jauh dari tempat mereka bertabrakan. Elf itu tampak akan meledak, telinganya sampai berganti warna menjadi merah dari warna cokelat muda.
"Ah, maafkan aku. Aku akan mengganti makananmu yang jatuh."
"Tidak perlu, aku bisa beli sendiri. Tak usah bersimpati padaku," kata elf muda itu dengan congkak. Tatapannya tajam ke arah Raulla, yang membuat gadis berambut putih itu merasa tidak nyaman.
"Tidak apa, aku akan bertanggung jawab. Mari ikut aku." Raulla menarik tangan elf pria itu ke arah salah satu gang kecil. "Aku mengetahui sebuah tempat makan yang memiliki makanan bercita rasa enak."
Elf itu hendak menolak, tetapi kakinya sudah terlanjur melangkah mengikuti langkah Raulla. Mereka berbelok di beberapa persimpangan sebelum sampai di sebuah kedai beratap terbuka. Lampu-lampu lentera tampak menghiasi bagian depan, dengan kain besar yang terpampang di balik lentera-lentera tadi.
"Kita sampai. Nah, biar aku bertanggung jawab dan mengganti roti yang tadi kujatuhkan. Ikut aku," kata Raulla sembari sekali lagi menarik tangan si elf berambut hitam. Membawanya masuk ke dalam kedai bernuansa tradisional itu dengan warna dasar biru dan hitam.
Raulla dan makluk bertelinga runcing tadi duduk di salah satu kursi. Tangan Raulla melambai-lambai memanggil salah satu pelayan. Buku tebal dengan pena bulu dan kertas kemudian disodorkan pada mereka.
"Hei, sejujurnya ini adalah pertama kalinya aku berada di kedai ini. Jadi maafkan aku jika seandainya saja aku membuatmu malu nantinya," kata Raulla setengah berbisik.
Masih tanpa ekspresi, elf beriris biru itu memandang ke luar kedai. Tatapannya dingin, seperti es yang tidak akan mencair walau berada di bawah terik matahari sekali pun. Sedangkan Raulla sudah terlarut dalam kegiatannya membaca menu, beberapa kali dia memberikan reaksi terkejut saat melihat harga di daftar menu.
"Ini sungguh mahal. Aku sepertinya hanya bisa memesan ini. Permisi! Kami ingin memesan ini!" Raulla kembali melambaikan tangannya dan memanggil pelayan. Tatapan tak suka seketika tertuju pada dua orang itu, beberapa bahkan melontarkan ejekan.
Seorang pelayan segera datang dan membawa daftar makanan dari tangan Raulla. Lirikan matanya tidak senang menatap Raulla, dan bibirnya teracung ke depan. Reaksinya jauh berbeda dengan pelayan lain yang melayani pelanggan beberapa langkah dari meja Raulla.
"Maafkan aku, padahal aku baru saja meminta maaf jika aku akan membuatmu malu. Pasti tidak enak, kau menjadi pusat perhatian hanya karena berada di dekatku. Aku sungguh-sungguh meminta maaf," bisik Raulla.
Namun, elf itu hanya memberi lirikan sekilas dan kembali terlarut dalam dunianya. "Ah, kau pasti tidak ingin berbicara denganku. Aku paham ...." Raulla lalu memainkan ujung pakaiannya sembari mengamati desain ruangan itu, elegan dan nyaman untuk dipandang.
Pelayan yang tadi mengambil daftar makanannya datang dan memberikan dua piring makanan yang sudah dingin. Sebotol minuman yang sudah sedikit terbuka tutupnya juga turut disajikan dengan dua gelas kaca dengan beberapa bagian yang sedikit rusak.
Raulla hendak melayangkan protes, tetapi tatapan tajam sang pelayan segera membuatnya terdiam. Tajam dan penuh dengan penghinaan. Akhirnya Raulla hanya bisa menarik napas dan memberikan salah satu dari makanan yang telah dingin pada Ryu, sedangkan dia membuka tutup botol minuman yang ada di sebelah kiri lalu menuangkannya ke gelas.
Raulla segera menenggak minuman yang berada di gelas dan menuangkan kloter kedua, ketiga, dan seterusnya. Hingga pada gelas ketiga, Raulla segera berdiri dan berteriak kencang. Hal itu membuat sekali lagi perhatian seluruh orang datang ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cassanova: Akar Masalah
Fantasy[TRILOGI CASSANOVA-BOOK 1] FANTASY-ROMANCE Beberapa chapter memiliki unsur kekerasan, dimohon kebijakan pembaca dalam menyikapi. Terima kasih. BEST RANK [24-04-2021] #2 in Magical Realism #4 in Dwarf #11 in Duniaparalel #13 in Otherworld #14 in Ca...