10

3 4 0
                                    

"Jadi begitu, aku paham dengan situasimu. Yah, kupikir metode miliknya terlalu kejam. Sayangnya, kontrak untuk misi pribadi hanya bisa dibatalkan jika kedua belah pihak setuju. Jadi, maaf, aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu untuk membatalkan misi." Amber menggelengkan kepala dengan penuh rasa kecewa. Dia lalu menunjuk salah satu poin dalam kontrak misi milik Ryu dan Raulla.

"Bagaimana bisa!? Oh, Dewi, apa yang harus kulakukan? Tidak bisakah aku hanya membayar denda dan semuanya berakhir? Dilihat dari sikapnya, tidak mungkin dia akan setuju untuk membatalkan kontrak," kata Raulla setengah berteriak. Salah satu tangannya terangkat, memegangi kepalanya yang dapat meledak kapan saja. "Aku sudah cukup dengan dilempar ke dalam kumpulan hewan sihir, jika kulanjutkan, tidak tahu apalagi yang bisa dia lakukan padaku."

Amber tertawa kecil dan berkata, "Kalau begitu lanjutkan saja. Toh, kau tidak memiliki pilihan lain selain melanjutkan latihanmu. Aku yakin elf itu tidak akan melakukan hal yang buruk untukmu. Percayalah padaku."

"Setelah dia memberikanku sebagai umpan pada hewan sihir? Oh, Nona Amber, kau pasti sudah gila. Menyuruhku melanjutkan latihan dengan seorang psikopat? Itu sama saja dengan bunuh diri!" Raulla menjambak pelan rambutnya dan meringkuk di atas kursi. "Hah, apa yang harus kulakukan?"

"Wanita berambut oranye itu benar, gadis bodoh. Lagipula, soal kejadian kemarin, penghalang itu sudah kuatur hanya untuk memasukkan maksimal tiga hewan sihir. Dan sangat tidak mungkin penghalang itu bisa dihancurkan oleh kecoa-kecoa di sana. Kau terlalu berlebihan." Sebuah suara menginterupsi percakapan Amber dan Raulla.

Suara alas kaki yang beradu dengan lantai terdengar lantang mendekat. Raulla menoleh dan melihat Ryu sedang berjalan pelan ke arahnya. Tatapannya dingin seperti biasa, tetapi bibirnya kali ini memiliki sedikit senyuman. Sangat tipis seperti benang.

Raulla mendesah dan berdiri dari kursinya.

"Hei! Kau yang terlalu berlebihan! Wajar saja jika aku emosi, kau terlalu berlebihan dalam melatih seseorang—tidak, itu sudah masuk ke percobaan pembunuhan. Kau bilang itu tidak akan hancur, tetapi aku melihat sendiri penghalangmu memiliki retakan saat diserang oleh para hewan sihir!" Raulla berjalan cepat ke hadapan Ryu dan menatap matanya tajam. "Camkan saja ini. A-ku mu-ak deng-an si-kap sok dingin-mu. Menggelikan."

Raulla mengangkat salah satu alis dan berjalan cepat, tak lupa dengan senggolan keras di bahu Ryu. Ryu menggerakkan mulut lalu segera menangkap pergelangan tangan Raulla dan menariknya mendekat.

Wajah mereka berhadapan.

"Kau bebas berkata apa saja. Intinya, sampai jumpa besok."

Ketukan keras membangunkan gadis berambut putih itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketukan keras membangunkan gadis berambut putih itu. Erangan kesal dia keluarkan sembari kakinya melangkah ke arah pintu. Wajahnya masih sangat mengantuk; pandangan matanya sayu, alisnya tertarik ke atas, dan mulutnya sesekali menarik oksigen.

"Siapa?" kata Raulla dengan malas sembari membuka pintu.

"Selamat pagi, Nona Raulla. Saya adalah jasa antar pesan dari Serikat Petualang, saya hendak menyampaikan pesan dari Tuan Ryu. Silahkan ini suratnya dan tolong berikan sedikit energi sihir Anda untuk bukti di sini."

Seorang Beastfolk berseragam serikat petualang sedang berdiri di depan rumahnya. Membawa amplop cokelat di tangannya, yang kini sudah diterima oleh Raulla. Gadis berambut putih itu membaca nama pengirimnya, Ryu Cassanova.

"Terima kasih."

Raulla lalu menempelkan jari telunjuk pada sebuah alat sihir seperti bola yang dibawa beastfolk itu. Cahaya redup berwarna putih menyeruak selama beberapa detik sebelum akhirnya menghilang.

Beastfolk itu tersenyum dan berjalan ke arah kiri, mungkin pergi ke rumah selanjutnya. Tak lama berselang, Raulla kembali ke dalam rumahnya dengan sebuah roti mentega di tangan. Dia duduk di kursi kayu dan membuka surat tadi.

Hei, gadis bodoh. Datanglah ke pinggiran daerah barat Hutan Deca pagi ini. Aku sudah menunggumu di sana. Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk mengirimu surat, datanglah atau kusuruh kau untuk mengganti biaya yang kukeluarkan.

P.S. Harganya sekitar dua ratus Zephyr jika kau tidak datang

Raulla menghela napas pasrah dan merobek surat itu menjadi dua bagian lalu membuangnya ke tempat sampah. "Dia bahkan pelit? Tidak cukup hanya dengan kejam? Aku tidak tahu lagi keburukan macam apa yang dia punya. Mungkin sangat banyak."

Raulla menggeleng pelan dan berjalan ke arah kamar mandi. "Tetap saja, aku harus datang menemuinya atau dua ratus Zephyr miliku akan terbuang percuma." Raulla lalu mengambil handuk dan memasuki kamar mandi.

Semerbak harum tercium saat Raulla keluar dari kamar mandi. Dia segera berpakaian dan merapikan rambutnya dengan sisir. Jubah biru muda tergantung di lehernya, menutupi bagian punggung Tas dimensi yang sudah usang tergantung di pinggang. Raulla sudah siap dengan perlengkapannya.

Raulla kemudian keluar dari rumahnya dan melafalkan sebaris mantra pendek. Angin sepoi-sepoi mengitari tubuh gadis itu, membuatnya melayang ke udara. Dia lalu segera memelesat kencang ke arah gerbang, segera menuju ke tempat pertemuan; Hutan Deca sisi barat.

Bola api berukuran besar melaju kencang dari arah bawah. Raulla yang sedang melaju kencang pun terkejut dan segera menghindar sebisanya. Namun, karena terkejut, sedikit sisi tubuhnya terbakar oleh api.

"Siapa itu! Tidakkah kau tahu bahwa bermain api di hutan itu sangat berbahaya!"

Sosok pria bertelinga lancip muncul dari balik pohon. Menatap tajam pada Raulla yang masih tampak penuh emosi. Elf berambut hitam itu lalu menjentikkan jari dan memunculkan banyak aliran air di belakangnya.

"Apa ini? Ujian lain?"

"Bisa dibilang."

Raulla mendengus dan merapal mantra. Aliran air muncul dari dada Raulla, yang perlahan berubah wujud menjadi naga air sepanjang 5 meter. Tak berhenti sampai disana, Raulla melafalkan mantra lain; kali ini mantra angin.

"Tentrum Wlind."

Hembusan angin kencang terasa begitu Raulla selesai merapal mantra. Puluhan bola angin pun tiba-tiba tercipta di tempat acak yang langsung meledak menjadi ratusan bilah angin, membuat kerusakan dalam skala sedang. Tempat itu pun menjadi tidak dikenali lagi begitu durasi mantra selesai.

"Bagaimana? Aku lolos dalam ujianmu kali ini," ucap Raulla dengan sedikit congkak.

"Cukup hebat. Sihir tingkat 3? Itu artinya kau memenuhi kualifikasi untuk kembali mencoba menggabungkan elemen." Ryu mendarat dan duduk di bawah sebuah pohon.

Raulla tersenyum tipis dan turut mendarat lalu duduk bersila di hadapan Ryu. Dia membuat dua buah bola angin dan air di masing-masing tangannya. Raulla menghela napas dan memejamkan matanya. Perlahan, dia mendekatkan dan mengharmonisasikan dua buah bola elemen itu.

Siluet naga biru dan harimau putih muncul di kedua sisi Raulla, saling menatap intens.

"Ingat, buat mereka memiliki daya yang seimbang," ucap Ryu.

Raulla mengerutkan dahinya dan perlahan merilekskan tubuhnya. Dia lalu secara perlahan menaikkan daya dua buah bola elemen itu perlahan, takut membuat salah satu kelebihan daya dan menghancurkan harmonisasinya.

Dua siluet di masing-masing sisi Raulla mulai melunak dan berputar-putar di sekelilingnya. Raulla merasakan sedikit rasa sakit di sirkuit sihirnya dan hendak berhenti, takut mengambil risiko. Tapi seruan Ryu membuatnya mau tak mau harus menahan rasa sakitnya.

"Tahan! Rasa sakit itu memang prosesnya. Tahan saja, jika kau lepas sekarang malah itu akan berdampak pada sirkuit sihir milikmu," titah Ryu.

Cassanova: Akar MasalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang