O4

375 65 4
                                    

Netra Yuuta bergerak liar , mencari keberadaan sosok pemuda kecil dengan surai platinumnya. Namun sosok itu tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali.

Bukannya apa-apa , pelajaran sudah mau selesai tapi Inumaki masih belum kembali. Apa yang pemuda itu lakukan di kamar mandi ?

Tidur ? , Yakali kan

Sadar kalau laki-laki dibelakangnya sedang gundah , Maki menoleh kearahnya. Sorot matanya menanyakan apa yang membuatnya gelisah.

Namun Yuuta hanya tersenyum kecil sembari menggeleng , meyakinkan gadis di depannya bahwa dia tidak apa-apa.

Begitu pelajaran selesai , barulah Yuuta menemukan sosok Inumaki.

Yuuta tersenyum tipis.

"Membolos ?" Inumaki menggeleng tidak setuju. "Aku hanya mengobrol dengan temanku" Yuuta menghela kecil —entah sudah berapa kali dia menghela hari ini— kemudian mengangguk.






































Iris violet Inumaki menatap sang cakrawala yang sedang menyuguhkan keindahan swastamita.

Netranya mengedip pelan karena rasa kantuk. Namun suara bising dari lantai bawah membuatnya kembali membuka mata.

Mereka sudah pulang ?

Inumaki pergi keluar kamar , berjalan pelan menuruni anak tangga kemudian matanya menangkap dua sepasang insan yang sedang merapikan jas mereka.

"Selamat datang"

Senyuman lebar nan hangat Inumaki suguhkan untuk kedua orang tuanya yang baru datang.

"Mau teh ? Atau kopi ?"

Sang ibu menggeleng. Ia tidak ingin membebani putra semata wayangnya walau Inumaki sendiri tidak pernah merasa dibebani oleh hal kecil seperti itu.

Siapa yang akan merasa terbebani hanya karena dua cangkir kopi atau teh ?

Saya fikir tidak ada.

"Kamu sudah meminum obatmu , nak ?" Suara baritone sang ayah masuk dengan sopan ke dalam indra pendengaran putra semata wayang keluarga Inumaki.

Inumaki mengangguk kecil kemudian tersenyum lebar ", aku merasa lebih baik".

Sang ibu ikut tersenyum. Dalam hati dia terus bersyukur bahwa Inumaki merasa jauh lebih baik.

"Bagaimana sekolahmu ?"

Inumaki nampak berfikir sebentar sebelum bibirnya pucatnya terbuka lebar sembari melontarkan rangkaian kalimat yang menceritakan kesehariannya disekolah.

***

Sama seperti malam-malam biasanya , Inumaki masih belum bisa menutup matanya. Ia terjaga sembari melihat langit malam.

Terbatuk kecil , si surai platinum itu menepuk pelan dadanya guna meredakan batuknya.

Dia menghela nafas panjang. Sebenarnya dia sudah sangat mengantuk tapi matanya tidak bisa untuk diajak kompromi. Rasanya , mata indah beriris violet itu hanya ingin menatap ke langit malam yang hampa.

Tidak ada bintang disana hanya ada kegelapan yang mengisi malam.

Perlahan matanya mulai menutup namun nontifikasi dari ponselnya membuat ia membuka kembali matanya.

Ah , itu Gojou.

Inumaki ingin sekali mengabaikannya karena pasti isinya hanya pertanyaan tidak penting. Tapi ini Inumaki , dia mana tega membuat orang menunggu balasan darinya.

Dengan berat hati tangan kecil itu menggapai ponsel yang berada di sampingnya. Jari lentiknya menari diatas layar , menjawab pertanyaan tidak bermanfaat dari Gojou.

Inumaki lupa bagaimana caranya dia bisa dekat dengan kakak kelas yang super absurd dan nakal dalam waktu yang bersamaan itu.

Yang jelas Inumaki dekat dengan Gojou dalam waktu yang singkat. Inumaki menyukai Gojou karena Gojou selalu membelikan manisan untuknya. Mengingat laki-laki dengan surai putih yang melawan gravitasi itu sangat tergila-gila dengan manisan.

Gojou juga humoris. Dia selalu melontarkan lelucon yang membuat Inumaki tertawa. Selain itu , Gojou juga sangat jahil. Terkadang Inumaki sering mendapati Gojou yang menjahili Nanami atau Suguru.

Untung saja Suguru dan Nanami memiliki mental baja.

Mungkin kalau itu Inumaki , sudah pasti dirinya merasa tertekan.

Meski begitu , Gojou selalu ada untuk Inumaki. Untuk orang-orang di dekatnya Gojou rela melakukan apapun.

Senyuman kecil terbit di bibir mungilnya. Kemudian matanya mulai berat hingga akhirnya menutup sempurna.


***

forever [yuuta✗toge]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang