dinner

6.1K 502 27
                                    

Alunan musik mengalir lembut menciptakan hangatnya suasana malam. Dentingan suara sendok dan garpu menyentuh pelan piring-piring putih yang telah disiapkan di hadapan kalian.

Di tengah-tengah restoran mahal bernuansa biru gelap, kamu duduk bersanding dengannya.

Kamu sedang menikmati acara makan malam di suatu restoran mahal yang telah dipesan suamimu. Bersama ayah dan ibumu yang kini sedang berbahagia, melihat putri kecilnya kini telah menikah dengan pria jantan tua pilihannya.

Ibumu tiba-tiba terkekeh pelan bersamaan dentingan hidangan yang sedang kalian santap. "Sekali lagi, ibu maaf ya, sudah mengganggu malam kalian. Padahal, ini waktunya kalian bersenang-senang, loh."

Candaan menjijikkan ibumu kemudian diikuti dengan dua suara tertawa lelaki yang tak lain adalah ayah dan suamimu . . . Nanami Kento.

"Tidak apa-apa. Lagipula, saya yang mengundang ibu dan ayah kemari." Jawab Nanami.

"Padahal tidak perlu mengundang kami sebegitunya. Tempat ini terlalu mahal untuk kami bertiga."

"Ah, saya sudah berusaha memesan tempat lain tapi sayangnya, hanya restoran ini saja yang tersedia."

"Oh, Nak Nanami. Tempat ini sudah jauh lebih nyaman dari yang kau bayangkan."

"Hm. Terimakasih sudah datang memenuhi undangan kami."

"Sama-sama, menantuku. Ah, besok kau harus tetap datang mengurus pekerjaan, bukan?"

Kamu tetap berusaha tidak menyimak obrolan dan fokus menyantap hidangan. Walau akhirnya sama saja, percakapan Nanami dan mertuanya masuk ke dalam kepala.

Nanami mengulas senyum merendahkan hati. "Benar, hanya sekedar rapat-rapat saja, tidak ada yang istimewa."

"Nak Nanami hebat sekali ya, sangat pekerja keras. (y/n) kamu tidak boleh mengeluh saat Nanami belum pulang bekerja, yah?"

Ayahmu dan Nanami ikut tertawa mendengar ibumu yang sebegitu antusiasnya mendengar berita Nanami yang asik menghabiskan hari-hari menyenangkannya dengan bekerja.

"Bodoh, siapa yang peduli dengan urusannya?"

Sautmu, sewot. Ayahmu menggenggam tanganmu, mencoba menyadarkanmu agar tidak melanjutkan bicara. Ibumu dan Nanami terdiam dari tertawa lebarnya.

Kamu sukses merusak suasana.

Ibumu meringis maaf, menatap Nanami yang sedikit tertunduk. "A-astaga, maafkan (y/n) Nak Nanami, mungkin dia belum terbiasa."

Nanami tersenyum tipis. "Tidak apa-apa. Justru sifat dinginnya yang seperti itu membuat saya lebih tertarik dengannya."

ZRAK!

"Hei, kau pedofil!" Kamu tersentak, berdiri menggeser kursi dan menggebrak meja. "Kau berani-beraninya datang melamarku tanpa sepengetahuanku. Kau fikir aku apa, seenaknya memesan gadis SMA untuk dijadikan istri mudamu! Aku ini bukan barang!"

Sekejap suasana menghening. Sorotan mata para pengunjung menuju padamu.

"T-tunggu dulu, (y/n), jangan berbicara kasar kepada Nak Nanami. Dia sekarang adalah suamimu!" Ibumu ikut menenangkanmu.

Gigimu bergemertak, kesal. Terus memelototi wajah dingin yang tak bisa dibaca.

"Sudah sayang, tenanglah, sudah." Ayah menenangkanmu untuk duduk kembali. Menyodorkan segelas air putih untuk menyurutkan emosi.

Sebelum akhirnya, ayah dan ibumu pamit mengakhiri makan malam.

🌹

"Tidak usah repot-repot dicarikan taksi, kami bisa jalan sampai ke rumah dengan selamat, kok." Kekeh ibumu menggoda Nanami. "Itung-itung olahraga."

Ibumu selalu saja tak henti-henti bercanda.

Kamu dan Nanami berdiri di tepi jalan, menghentikan taksi untuk orang tuamu saat pulang malam. Bersama ayah dan ibu, yang ikut sekitar lima menit menunggu.

"Haha, lihat menantumu, yah. Baik dan sopan sekali."

"Benar. Benar-benar menantu idaman!"

Seru orang tuamu.

Nanami hanya mengulas senyum melihat tingkah laku orang tuamu yang selalu haus memujinya.

Jujur saja, Nanami juga sedikit tidak nyaman selalu diberikan pujian. Ini terlalu berlebihan!

Sehari mungkin bisa terhitung lebih dari tiga puluh kali.

Satu taksi terhenti di depan kalian.

"Kalau begitu, silahkan... hati-hati ayah, ibu." Nanami membuka pintu taksi yang belum lama berhenti di hadapan kami.

"Ibu---" Kamu malah menarik lengan baju ibumu membuatnya harus menghentikan langkahnya. "Aku takut tinggal berdua dengan laki-laki tua ini. Aku ingin pulang dengan ibu. Aku takut." Ujarmu sembari menunjuk Nanami yang berdiri mematung di belakangmu.

"Eh, kenapa?" Tangan hangat ibumu merangkul naik ke bahumu. "Dasar pengantin baru. Sudah jangan takut, Nak Nanami anak baik-baik, kok. Nanti kalau ada apa-apa telepon ibu."

Ibumu mengecup singkat keningmu. "Ibu pulang, ya."

Lalu masuk ke dalam mobil biru.

Nanami mengetuk pelan pintu depan sopir taksi. Menyuruh agar si sopir membuka jendelanya.

"Bro, tagihannya akan ku transfer nanti malam." Bisiknya.

Si sopir mengacungkan jari jempol, lalu menutup kembali jendelanya sebelum akhirnya mobilnya berjalan ke depan.

Ibu dan ayahmu, pulang.

Sunyi. Tidak ada siapa-siapa lagi selain kalian di sini. Kecuali para pengemudi dengan mobil mahal yang memadati jalanan.

"(y/n), sudah waktunya kita pulang." Tangan besarnya mendadak menyentuh jemari tanganmu yang menggigil.

Menggigil? Tampaknya tubuhmu berubah menjadi dingin karena grogi.

SPLAK

"Jangan seenaknya menyentuhku, dengar!"

Nanami meringis kecil, meraih pipi tirusnya yang memerah akibat tamparanmu. "Disini benar-benar dingin, alangkah baiknya kau masuk mobil dan segera pulang."

"Tidak ada baik-baiknya saat aku tinggal serumah denganmu!"

Kamu melangkah cepat meninggalkan Nanami yang turut membuntuti langkahmu.

"Mau kupinjami jasku?"

"Tidak!"

MY 9 TO 9 HUSBAND || NANAMI KENTO'S WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang