s i c k : (

5K 299 87
                                    

"Ha, masuk kerja?!" Kamu terkejut seraya membuka mulut.

BANG! 😨

Bersiap menyelotehi Nanami yang pagi-pagi sudah siap dengan setelan jasnya. "Ini hari libur loh, mas." Terdengar kekehan tawa kecil dari bibirmu setelah itu.

Nanami yang mengerti wajah tak mengenakkanmu segera menjelaskan. "Kebetulan sekali aku ada urusan mendadak. Banyak kejadian aneh di kota yang tidak bisa diselidiki kepolisian." Nanami menduduk, mati kutu takut berbicara padamu. "Maaf. Kita batalkan dulu jalan-jalannya."

Kamu menghela nafas malas. "Batal lagi, batal lagi. Untung istrimu ini sabar, mas, mas . . ." Sarkasmu pada Nanami yang lagi-lagi mengingkari janjinya.

Kamu kira setelah Nanami bekerja di SMK Jujutsu, ia tidak akan sibuk lagi di hari-hari libur seperti ini.

Tapi alhasil, sama saja.

Nanami terdiam dengan segelas air putih di tangannya, menunggu roti panggang yang sedang kamu siapkan.

"(y/n)?" Nanami diam-diam memperhatikan punggungmu dari belakang, ia mendapati wajahmu yang tampak mengkhawatirkan.

Wajahmu begitu putih memucat pasi, tatapan matamu sayu. Bibirmu ikut putih membiru.

"Apa kamu sedang tidak enak badan?" Nanami merengkuh pinggangmu yang nyeri, sedikit memberikan pijatan disana. "Wajahmu pucat. Apa perlu kita ke dokter?"

"Baru sadar?" Padahal sudah ada beberapa hari yang lalu kamu sakit, tapi Nanami tak menyadarinya karena  . . .  sibuk bekerja.

"Maaf?" Nanami sedikit tak mendengarkan gerutuanmu. "Bisa ulangi lagi?"

"Nggak. Nggak kenapa-napa. Ini sarapannya. Cepat, keburu siang."

"(y/n)." Nanami mendesah panjang kala mendengar pengalihan topikmu.

Ia mengerti kamu, pasti kamu diam-diam mengkhawatirkan pekerjaannya. "Aku tidak keberatan jika kita ke dokter, aku akan menghubungi seniorku untuk datang terlambat hari ini. Jangan khawatir, aku ambilkan baju ganti ya?"

"Nggak usah, mas." Cegahmu menyingkirkan wajahnya dari pundakmu. "Kamu kerja aja sana, aku mau masuk kamar."

Nanami menangkap sorot wajahmu. Yang terlihat marah dan kecewa.

Dan Nanami menyadari itu.

"(y/n), bukan begitu, mas tidak tahu jika ada urusan mendadak seperti ini." Nanami meraih kedua bahumu agar kamu mau menatap dan mendengarkannya. "Mas temani periksa ke dokter, ya. Atau mas suruh saja dokternya kesini?"

Kamu mendengus sebal. "Nggak bakal ada apa-apa dan nggak perlu ke dokter." Fikirmu, tidak ada yang perlu dirisaukan hanya karena sakit biasa seperti ini. " . . . lagipula, kalau panggil dokter ke rumah, biayanya tambah mahal."

"Jangan fikirkan biayanya, berapapun buat kamu itu kecil bagi mas. Ya, sayang?" Nanami mengusap pipimu. Mencoba memfokuskan perhatianmu padanya.

"Nggak usah, dah terlanjur! Ini juga cuma sakit kaya gini, ntar sembuh sendiri." Sautmu ketus melawan suamimu yang tampak khawatir. "Kamu buruan berangkat kerja saja, tadi udah ditelfonin sama senior kamu tuh. Siapa Namanya? Gogo?"

Nanami memejamkan matanya, memijat pelipis karena keras kepalamu. Semua sikap dan jawabanmu tentang keadaanmu hari ini, membuat Nanami . . .

"Oh." Sebuah oh singkat muncul dari bibir Nanami yang sudah siap untuk menceramahimu. "Bahkan saat sakit seperti ini kamu masih keras kepala."

ZRUK.

"Begini, saja." Tangan Nanami begitu saja melepas jas dengan gerakan kasar. "Kalau tidak mau ke dokter, mas izin sekalian saja biar bisa jaga kamu di rumah."

MY 9 TO 9 HUSBAND || NANAMI KENTO'S WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang