Lewat lagu ini, aku sampaikan hanya kamu satu-satunya cintaku.
.
.
.
.
.
.
.Di suatu rumah sakit bersalin . . .
Kamu terbaring di sebuah ranjang. Sibuk mencengkeram dan meremas sprei atau apapun yang ada di sampingmu.
Sekalipun yang kau tarik itu adalah Nanami, yang rambut dan kemejanya ikut mengusut kusam, karena harus terjaga semalaman menjagamu.
Nanami tak mau untuk pergi sebentarpun dari bangkunya. Sebisa mungkin untuk senantiasa tepat waktu membantumu berpindah posisi saat kamu tampak kesakitan ataupun tak nyaman.
"Nanami, berapa lama lagi?" Rintihmu, dengan setetes air mata yang keluar dari ujung matamu. "Aku tak tahan lagi."
Nanami menatap jam dinding yang terus berdetik berirama dengan degupan hebat jantungnya.
Sudah berapa lama kalian harus menunggu sampai pembukaan terakhir? Nanami tak sanggup terus-terusan melihatmu harus menahan sakit selama berjam-jam.
Nanami mengambil punggung tanganmu. Dikecupnya perlahan, harap bisa memberikanmu sedikit ketenangan. "Belum waktunya, sayang. Tahanlah sebentar."
"Aku takut jika aku tidak bisa melakukannya dengan baik."
"Apa yang kamu takutkan? Kamu bisa, ada aku dan banyak orang yang akan membantumu disini." Ujarnya hangat seraya membelai rambutmu yang basah akan keringat.
Nanami menuntun tubuhmu yang terbaring masuk kepelukannya. Jari jemarinya memijat perlahan perut serta punggungmu yang nyeri. Sesekali mengecup keningmu yang berkerut karena kesakitan.
"Genggam tanganku dan pejamkan matamu. Cobalah untuk tidur, siapa tahu bisa membuatmu sedikit tenang."
Matamu memejam, meraih tangan Nanami untuk digenggam dalam-dalam. Bahkan, kuku-kuku tajammu ikut menancap di punggung tangannya.
Tiap menit, tiap kali kamu merintih, tiap kali keringat mengucur di dahimu. Nanami mengusapnya.
Bibirnya tersenyum hangat kala kamu membuka mata dari pejamanmu yang menahan lara. Tetap berusaha tenang dan bersikap layaknya seorang pria meski hatinya sedang benar-bebar dilanda ketakutan dan kecemasan.
"Sakit..." Kali ini, seluruh tubuhmu terasa lebih nyeri dibandingkan sebelumnya sampai ke ujung kaki. Sesekali kamu menggigit bibir bawah, melampiaskan semua rasa sakit lewat gigitan itu.
"Jangan digigit, nanti bibirmu terluka." Nanami menghentikan gigitan bibirmu kemudian mengeratkan genggamannya. "Sebentar lagi akan tiba waktunya kita akan melihat anak kita. Mohon bersabarlah sedikit lagi. Cakar atau pukul aku terserah, bagikan semua rasa sakitmu kepadaku."
Kamu terisak menahan kesakitan, mendengar kalimat Nanami seolah membuatmu menjadi-jadi ingin melampiaskan semua rasa sakit yang kamu pendam kepadanya.
Tidak ada yang ditahan-tahan lagi, rasa sakit pada punggung dan perutmu menghilangkan rasa ibamu pada Nanami yang tangannya sudah mati rasa karenamu.
Kamu menancapkan kuku dan mencakar kuat tangannya.
Nanami memejam, menguatkan rahang menahan perih yang kamu buat. "Lagi, cakar yang kuat, lebih dari ini. Ini tidak ada apa-apanya dibandingkan rasa sakitmu saat ini, bukan?"
Kamu mencakar lebih dalam lagi dengan melenguh menyebutkan namanya. Rasa sakit yang kau cipta, tak membuat ia melepaskan genggamannya. Justru Nanami semakin menguatkan genggaman tangannya yang penuh luka-luka merah akibat goresan cakaran.
Tak apa baginya, ini tidak seberapa denganmu yang mati-matian berjuang melahirkan malaikat kecil impiannya.
"Anak kita nakal, Nanami...."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY 9 TO 9 HUSBAND || NANAMI KENTO'S WIFE
Romance[BAGAIMANA JADINYA SAAT DIPAKSA MENIKAH DENGAN NANAMI KENTO, SEORANG PRIA YANG SUPER SIBUK DAN GILA KERJA?] . . . Ini tentang kamu yang belum mengerti arti sesungguhnya kehidupan rumah tangga, dan ia dengan pribadi dingin dan cinta dewasanya. . . ...