Gerimis mengundang Nanami untuk segera pulang . . .
Mata sayunya memandang ke sofa navy yang ditempati istrinya berada. Dengan segaun putih tidur kesukaan Nanami, berbahan tipis namun tidak menerawang.
Nanami masih berdiri di bibir pintu. Dibisukan dengan gemercik air di tengah malam yang begitu tenang.
Matanya tak beralih padamu yang sedang duduk di sofa dengan menggenggam sebuah buku bacaan tentang kehamilan.
Nanami menyadari, perutmu kian membesar . . .
Kandunganmu telah berumur tujuh bulan lamanya.
Pulang telat lagi, pulang tengah malam lagi, hal yang paling dibenci oleh dua insan yang saling bertatap.
Priamu masih membeku disana. Dengan tubuh kokohnya yang diam-diam menyembunyikan rasa lelah. Fikiran kacau kalang kabut akibat pekerjaan yang dilemburnya semalaman ini. Belum lagi esok masih harus berangkat lebih pagi menyelesaikan sisa-sisa tugasnya.
Hari ini, penat menguasai tubuhnya. Sedih, gelisah, dan murung adalah definisi Nanami saat ini.
Sudah berapa lama Nanami asik bekerja, sampai ia tak menyadari bahwa kamu lebih membutuhkan perhatiannya.
"Okaeri!" Senyum melintang di garis bibirmu menyambut Nanami yang masih belum tergerak dari sana.
Nanami masih belum bisa beralih dari lamunannya.
Kamu memiringkan kepala ke kanan, dengan tatapan mata menyelidik. "Hum? Kamu kenapa diam disana, ayo masuk, malam ini sangat dingin."
"..." Diamnya di antara bibir pintu yang menjadi celah masuknya angin dingin.
Helaan nafas keluar dari bibirmu. Sedikit heran dengan sikap aneh Nanami.
"Huff, aku kesana, ya?" Kamu menutup sebuah buku yang tadinya kamu baca. Menyimpannya di laci meja yang berada di dekatmu. "Nanami, aku siapin air hangatnya seka-"
GREP
Nanami tiba-tiba memelukmu begitu saja. Membuatmu terperangah dengan masih posisi berusaha berdiri dari sofa.
Wajahnya ia sembunyikan dalam-dalam pada bahumu. Dengan tangan melingkar pada pinggangmu, memberikan sebuah pelukan erat yang begitu kuat.
"Na-nanami, kamu kenapa?" Matamu mengerjap-ngerjap kebingungan.
Tak digubris, Nanami berganti menangkup pipimu, yang malam ini terlihat begitu cantik di bawah sinar remang-remang ruang tamu.
Nanami menelan ludah.
Di matanya terlukis wajahmu yang terlihat lebih begitu dewasa dan anggun dibandingkan hari yang lalu. Seolah kamu lebih matang dan siap untuk diajak Nanami bercumbu malam ini.
"Na-nami, kamu kenapa? Aku takut." Seolah tak biasa dengan Nanami yang bersikap dingin, jarimu bergemetar.
Ke sekian kalinya, Nanami menolak mendengarmu. Bibirnya ia daratkan dengan cepat mencium bibirmu yang merah. Melumat bibirmu perlahan hingga menjadi sebuah gerakan yang kasar.
Lidahnya menari-nari cepat di dalam mulutmu, menggelitik ruang basah sesekali disesap hingga menimbulkan bunyi-bunyi yang tak asing lagi di telingamu.
"Nanami, hentikan..." Kamu seolah enggan untuk menerima, namun, kamu bisa apa? Suamimu membutuhkan hal seperti ini untuk kebutuhan hasratnya, dan kamu harus melayaninya.
Itu kewajibanmu sebagai istri.
Ciuman Nanami semakin dalam, dengan tangan besarnya yang menuntun jemarimu agar meraba wajahnya. Supaya ciuman paksa yang ia buat berubah menjadi lebih dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY 9 TO 9 HUSBAND || NANAMI KENTO'S WIFE
Romance[BAGAIMANA JADINYA SAAT DIPAKSA MENIKAH DENGAN NANAMI KENTO, SEORANG PRIA YANG SUPER SIBUK DAN GILA KERJA?] . . . Ini tentang kamu yang belum mengerti arti sesungguhnya kehidupan rumah tangga, dan ia dengan pribadi dingin dan cinta dewasanya. . . ...