Hawa dingin dari bilik rumah sakit, membekukan tubuh pria bersurai pirang itu. Jiwanya yang lelah senantiasa setia menunggu. Ia duduk, meletakkan tubuhnya di sebelah ranjang pembaringan istrinya. Kedua kantong matanya yang menghitam menandakan bahwa ia tidak tidur cukup beberapa hari terakhir. Manik matanya begitu sayu menatap mata yang sedari tadi terpejam.
Rindu. Nanami merindukanmu. Harap-harap matamu yang indah segera terbuka, bertemu dengan satu pasang miliknya.
Nanami menghela dengusan nafas beratnya, membenahkan posisi duduknya lalu meraih tanganmu yang begitu lembut. Bibirnya mengecup lama punggung tanganmu begitu hangat.
Kadang kala, ia tersenyum tipis menahan sakit yang mengiris, melihatmu yang tertidur dengan wajah ala gadis, namun juga tersirat aura keibuan yang memikat.
Sentuhan tangan Nanami beralih mengusap pipimu yang ter begitu dingin.
"Aku rindu. Maaf, tidak bisa mengunjungimu selama kamu sakit." Nanami meraih tanganmu lalu genggam tepat di depan wajahnya.
Penyesalan beberapa pekan lalu tak kunjung hilang dari benaknya. Menyakitimu, meninggalkanmu, dan tidak ada disampingmu selama kamu terbaring sakit. Nanami memanglah laki-laki brengsek yang sialnya ditakdirkan menikah denganmu.
Matanya memejam, terus menggenggam tanganmu di hadapan wajahnya. "Kamu boleh marah atau membenciku selepas ini. Tapi kuharap kamu tahu apa yang terjadi padaku dan ayahmu selama ini..."
🌹
Sehari setelah kamu tak sadarkan diri . . .
Ya. Nanami pernah tiba di rumah sakit. Ia pernah menginjakkan kaki jenjangnya di bilik kamar ini. Namun, hanya saja pernah terjadi insiden tidak menyenangkan, yang membuat ia tak datang menemuimu lagi...
"Mau apa?"
Pertanyaan seorang lelaki paruh baya itu membekukan tubuh Nanami. "Saya hanya ingin mengetahui kondisi istri saya."
"Kondisinya sudah bagus. Dia sudah sadar, hanya perlu waktu untuk benar-benar pulih dari pendarahannya." Sahut ayahmu bernada ketus pada Nanami. "Dan... jangan mentang-mentang kau menantu pilihanku, kau jadi berbuat sesukanya pada anakku."
Nanami menelan ludah, mencoba mencerna kata perkata yang terucap dari bibir pedas ayahmu. Otaknya berusaha berfikir jernih, memaklumi seorang ayah yang mengkhawatirkan putrinya.
"Maaf." Sebuah pembelaan singkat tak sengaja lepas dari bibir Nanami. "Saya tidak merasa berlaku kasar bahkan berbuat sesukanya pada istri saya."
"Begitu." Suasana di dalam bilik itu kian mencekam. "Lantas sekarang, apa yang kamu perbuat?! Apa kamu buta? Lihat, siapa yang berbaring disana? Putriku, bukan?! Jika bukan kamu, siapa yang membuatnya terbaring sakit seperti ini?!"
Hari itu. Pertengkaran yang pertama kali datang dari keluarga kecil Nanami dengan mertuanya pun terjadi.
"Nanami, kau memang laki-laki yang kupilih untuk menjadi pendamping (y/n)! Kusuruh kamu untuk menjaganya, bukan menyakitinya seperti ini!"
"Baik. Ini salah saya, saya terlalu tergesa-gesa membuat keputusan untuk memiliki seorang anak. Maafkan saya." Tubuh gagah Nanami membungkuk, meminta maaf pada ayahmu yang mendongak penuh emosi pada suamimu.
Hanya itu yang bisa Nanami lakukan, sebab ia tak pandai berbicara, apalagi membela dirinya sendiri.
"Kau ini sudah dewasa dan berumur, pakai akal pikiranmu. Jangan menyuruh anakku mengandung seorang anak, hanya karena untuk menuruti hawa nafsumu! Dia masih kecil! Aku menikahkanmu dengannya, bukan berarti untuk memiliki anak di saat usianya masih muda."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY 9 TO 9 HUSBAND || NANAMI KENTO'S WIFE
Romance[BAGAIMANA JADINYA SAAT DIPAKSA MENIKAH DENGAN NANAMI KENTO, SEORANG PRIA YANG SUPER SIBUK DAN GILA KERJA?] . . . Ini tentang kamu yang belum mengerti arti sesungguhnya kehidupan rumah tangga, dan ia dengan pribadi dingin dan cinta dewasanya. . . ...