Siapa yang tidak kenal dengan sosok Kartini. Tokoh perempuan pertama yang memproklamirkan emansipasi wanita. Tanpa Kartini, barangkali kaum perempuan masih seperti zaman dahulu. Selalu berada di bawah kaum laki-laki. Mendapatkan perlakuan diskrimininasi gender. Di mana kaum perempuan tidak boleh bersekolah, tidak boleh bekerja di luar rumah. Mereka hanya diperbolehkan melakukan aktifitas di dalam rumah. Melakukan pekerjaan rumah saja. Mengurus rumah tangga, mengurus suami, mengurus anak, dan lainnya. Sedangkan kaum laki-laki dapat dengan bebas untuk bekerja, bersekolah, dan beraktifitas di luar rumah.
Bayangkan jika hal itu masih berlaku hingga saat ini.Akan tetapi, potret Kartini masa kini tidaklah seperti apa yang diharapkan oleh sosok pejuang emansipasi terdahulu, yaitu R.A. Kartini. Perempuan yang merdeka dari belenggu, perempuan yang bebas menentukan pilihan hidupnya, perempuan yang bisa menikmati hakikat menjadi manusia tanpa harus dibedakan dengan kaum laki-laki saja.
Justru lebih dari sekedar itu. Kartini masa kini bisa dikatakan hampir seperti Kartono. Mereka dituntut untuk harus menjadi perempuan kuat, perempuan tangguh. Sehingga, perempuan-perempuan masa kini, sanggup melakoni berbagai pekerjaan yang banyak mengandalkan kekuatan fisik. Layaknya kaum laki-laki.Kita bisa melihat, sekarang banyak perempuan yang bekerja sebagai tukang parkir, kuli bangunan, supir truk, tukang ojek, buruh panggul dan masih banyak lagi pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Banyak perempuan yang terpaksa harus menjadi tulang punggung keluarga. Bekerja membanting tulang demi mencari nafkah. Sementara suaminya berdiam diri di rumah. Jadi jangan salah sangka. Mereka bukannya mau menyalahi kodrat sebagai perempuan. Mereka hanya berusaha untuk tetap bisa melanjutkan hidup saja.Yang menjadi permasalahannya sekarang.
Apakah harus sejauh itu makna dari emansipasi wanita? Menggantikan posisi kaum laki-laki sebagai kepala keluarga.Tetap semangat.
(Mataram, 30 Mei 2021)
KAMU SEDANG MEMBACA
Artikel Ramputan
Random"Artikel Ramputan" ini saya tulis dalam rangka mengikuti tantangan "30 Hari Konsisten Menulis". Kata "Ramputan" saya ambil dari bahasa daerah asal saya, daerah Lombok yaitu bahasa Sasak. Dalam bahasa Indonesia biasanya disebut sayur asem. Di mana se...