Malaikat Tak Bersayap

23 8 5
                                    

Aku terlahir dari keluarga yang sederhana. Bapakku seorang guru PNS dan ibuku, ibu rumah tangga biasa. Aku anak ke-4 dari 5 bersaudara. Anak perempuan paling kecil. Dua saudaraku laki-laki. Kakakku yang nomor satu dan adikku. Sedangkan, dua kakakku yang lain perempuan.

Kami dididik oleh orang tua kami untuk hidup sederhana. Bahkan sederhana sekali barangkali. Tidak jarang kami harus banyak bersabar untuk bisa mendapatkan apa yang kami inginkan. Tidak seperti teman-teman kami yang lain.
Aku tidak akan mengatakan, untuk makan kami susah. Tetapi, di sini aku ingin mengatakan untuk makan, ibuku harus benar-benar berhemat. Dengan gaji bapakku yang pas-pasan, menghidupi 5 orang anak. Belum lagi dibagi untuk biaya sekolah kami dan lain-lain. Maklumlah, jarak kelahiran kami mepet-mepet. Zaman belum paham KB waktu itu. Hihi...

Tidak pernah terbersit penyesalan sama sekali, aku terlahir dari rahim ibuku. Meskipun dalam kesederhanaan. Justru, aku merindukan semua kesederhanaan itu. Rindu ketika ibuku harus membagi 3 butir telur untuk lauk kami makan. Rindu ketika ibuku membagikan kami buah duku masing-masing 3-4 biji. Rindu ketika ibuku memberikan kami makan kerak nasi yang diberikan garam ditambah kelapa parut. Dan masih banyak lagi kerinduan-kerinduan yang hanya tinggal kenangan.

Kini, aku dan 4 saudaraku sudah berkeluarga. Kecuali adikku yang paling kecil.
Aku banyak belajar dari almarhummah ibuku. Beliau mengajarkanku untuk bersabar dan selalu bersyukur. Beliau mengajarkanku bagaimana menjadi seorang istri yang harus selalu setia menemani suami, dalam keadaan apapun. Bagaimana menjadi seorang ibu yang menyayangi anak-anaknya.

Bagiku, beliau adalah malaikat tak bersayap yang dikirim Tuhan untukku.
Aku sayang ibu. Semoga ibu mendapatkan tempat terindah di sisiNya.
Aamiin ya rob....🤲😌

(Mataram, 14 Juni 2021)

Artikel RamputanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang