Kim Namjoon
Seoul, 14th January 2019Pukul lima pagi. Perjalananku dengan member menuju area parkiran bandara Incheon hanya diiringi oleh suara langkah kaki, tak ada yang bersuara.
Ransel di punggungku terasa lebih berat dibanding beberapa hari yang lalu saat aku berangkat ke Jepang. Mungkin hanya perasaanku saja, karena aku tidak menambahkan benda lain di dalam sana.
Kami tiba di depan mobil van hitam yang pintu bagasinya sudah terbuka lebar. Aku berjalan dan meletakkan tasku di sana, Taehyung yang berdiri di sampingku juga melakukan hal yang sama.
"Hyung, siang ini kau juga ada pertemuan dengan dokter Haein kan? Berarti kita pergi bersama?"
"Eoh? Oh, astaga. Aku lupa bilang padamu. Aku tidak jadi pergi hari ini. Mungkin aku juga akan berhenti dan mencari psikiater atau psikolog lain saja. Semoga lancar untuk hari ini," ucapku lalu menepuk pundak Taehyung dan hendak berjalan menjauh.
"Kenapa, hyung? Apa ada masalah?" tanya Taehyung, menghentikan langkahku.
Aku menoleh padanya, lalu mengangguk dan menarik senyum tipis. "Ya. Dan kurasa berhenti adalah pilihan terbaik."
Karena jika aku bertemu dengan orang itu, mungkin aku akan sulit mengontrol emosi. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan dan merugikan diriku sendiri, lebih baik aku menghindarinya. Masih ada banyak psikiater lain di Seoul.
Taehyung hanya terdiam, tidak merespon lagi. Jadi aku segera membuka pintu depan dan duduk di samping kursi pengemudi.
***
Saat sore, aku sedang berada di Genius Lab, studio milik Yoongi. Yoongi sedang memasang perabotan baru di dinding kala aku duduk dan mendengarkan aransemen lagu yang baru saja ia selesaikan.
Kami sedang mempersiapkan lagu untuk album yang akan dirilis bulan April nanti. Untuk album kali ini, aku dipercayakan untuk membawakan lagu solo yang akan menjadi intro.
"Kurasa ini sudah cukup bagus," ucapku setelah mematikan musik.
Yoongi menatapku sebentar dan mengangguk dengan wajah tanpa ekspresi, "oke, kalau begitu sebentar malam aku kirim ke Hyowon hyung. Sekaligus dengan track tiga yang masih belum kuselesaikan."
Aku mengangguk setuju, lalu membuka ponselku.
"Bagaimana dengan Dain? Kau sudah minta maaf?" tanya Yoongi yang kini berdiri dan memasang pajangan di dinding.
"Minta maaf?" tanyaku membeo, tidak mengerti oleh ucapannya dan terkejut karena ia tiba-tiba menyebut nama Dain.
"Bukannya kau melakukan kesalahan?"
Kemudian, aku teringat tentang percakapan singkat kami di backstage dua hari yang lalu tepat sebelum Dain menelepon.
"Ah, ya.." Aku menghela napas. "Aku bingung harus bagaimana sekarang."
Yoongi berjalan menjauh dari dinding, lalu kini berjalan ke arah kursi sembari menatapku dengan sedikit khawatir. "Wae? Memangnya ada apa?" (Kenapa?)
"Dain putus dengan pacarnya."
Kini lelaki itu membulatkan mata, "karena kau?!"
Aku segera mengayunkan tangan, "bukan begitu. Akhirnya pacarnya mengaku ia akan menikah dengan wanita lain dan memutuskan Dain."
"Berarti itu salah pacarnya, kenapa kau yang merasa bersalah?"
"Karena aku orang yang memberitahu informasi itu ke Dain," ucapku. "Bagaimana pun, aku menyakitinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arcadia | KNJ
FanfictionDan saat jiwanya mulai lelah, Namjoon mendengar bisikan itu. "Kembali ke sini, kau akan temukan yang apa kau cari." Jika alam telah berkata demikian, satu-satunya pilihanmu ialah: percaya. a r c a d i a • the harmony of nature frvrxxodairable, 201...