Epilog: The Turning Point

2.2K 301 551
                                    

Kim Namjoon
Rkive, 16th March 2019

Rasanya seolah aku mengungsi di kantor. Sudah beberapa hari aku tidak pulang ke rumah.

Pasalnya, album terbaru kami akan rilis awal bulan depan. Belakangan, aku sibuk untuk finalisasi solo track yang kubawakan sebagai pembuka album kali ini. Jadwal yang benar-benar padat membuatku merasa waktu terbang sangat cepat.

Empat hari lagi aku akan ke Hongkong untuk konser, lalu begitu pulang di akhir bulan kami akan langsung segera melakukan pemantapan untuk penampilan kami di panggung.

Pagi ini, aku menerima paket yang kupesan beberapa hari yang lalu. Aku memutuskan untuk memeriksa isinya begitu punya waktu senggang.

Aku membuka kotak kardus itu dengan tidak sabaran, potongan guntingku miring ke sana ke mari. Setelah cukup terbuka, aku menarik kotak kecil berwarna turqouise di tengah-tengah kantong berisi udara kosong dalam kardus.

Ukuran kotak kecil itu pas di genggaman, sama seperti ukuran kotak perhiasan pada umumnya.

Aku tersenyum tipis begitu membuka penutupnya dan mendapati kalung dengan liontin berbentuk simbol kunci G dengan sebutir mutiara di tengah-tengahnya. Pasti Dain cantik jika menggunakan ini.

Ini adalah hadiah ulang tahunnya, ia berulang tahun tanggal 3 April, tapi saat itu aku akan sangat sibuk. Jadi aku berencana untuk memberikannya tepat saat aku pulang di Korea akhir bulan nanti.

Tepat saat aku memikirkan tentang gadis itu, aku menerima telepon darinya.

"Halo," ucapnya dengan suara halus.

Aku tersenyum sekali lagi. "Eoh, Dain-ah."

"Apa aku mengganggu?" tanya Dain dari seberang sana. Belakangan ini kami memang tidak sesering dulu mengirim pesan.

"Tidak, tentu tidak, ada apa?"

"Hari ini ibuku sudah dipulangkan," ucap gadis itu.

Kedua alisku terangkat. "Ah.. begitu? Syukurlah, sungguh. Semuanya lancar? Bagaimana keadaannya? Baik-baik saja?"

"Hm.. ya, lancar. Kondisi ibuku baik hari ini, juga terlihat senang begitu tiba di rumah," jawabnya.

"Maaf karena tidak bisa membantumu dan Jena hari ini."

Aku menundukkan kepala dan menggoyang-goyangkan kotak perhiasan di tanganku.

"Tidak apa. Tapi kau benar-benar sibuk? Aku ingin bertemu," ucapnya.

Dahiku mengerut. "Hari ini?"

"Ya, jika bisa."

Kuhela napasku, "ah, aku masih ada meeting sepuluh menit lagi dan bekerja sampai tengah malam. Bagaimana ya, sepertinya aku tidak bisa."

"Rupanya sibuk sekali ya." Suara gadis itu terdengar murung.

Aku merasa bersalah karena tidak bisa bertemu.

"Nanti saja, oke? Aku sedang sangat sibuk sekarang, beberapa hari lagi aku juga harus ke luar negeri. Setelah pulang juga harus latihan, tapi jika aku mendapatkan waktu luang aku akan segera mengabarimu. Bagaimana?" tanyaku.

Dain terdiam sejenak, namun akhirnya ia menjawab. "Baiklah kalau begitu."

"Maafkan aku, Dain-ah."

"Tidak apa-apa, sungguh. Kalau begitu lanjutlah bekerja, aku ingin merapihkan barang-barang ibuku dulu."

Aku mengangguk, "oke. Aku akan mengirim pesan nanti."

Arcadia | KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang