Living A Lie

2.3K 525 1.1K
                                    

Jung Haein
Klinik, 6th November 2018

Klien terakhir yang kutangani hari ini adalah member dari boygroup terkenal. Hari ini adalah pertemuan kedua dengannya, jadi masih dalam tahap asesmen. Dalam buku catatanku sudah tertera bahwa teridentifikasi beberapa gejala depresi.

Meski begitu, masih terlalu awal untuk menilai. Aku perlu beberapa kali pertemuan lagi untuk aku bisa memberikan diagnosa yang dapat dipertanggungjawabkan.

Aku tersenyum pada Kim Taehyung, membukakan pintu ruangan dan mengantarnya hingga pintu masuk.

"Terima kasih sudah meluangkan waktu hari ini, jangan lupa untuk pertemuan minggu depan," ucapku ramah.

Lelaki itu mengangguk, "tentu. Terima kasih dok, kalau begitu saya pamit."

Manajernya yang telah menunggu berjam-jam di lobi itu turut mengucapkan terima kasih, kemudian mereka berdua berjalan keluar menuju parkiran.

Aku menghela napas, hari yang panjang. Kulangkahkan kakiku menuju lobi yang tadi kulalui. Seorang gadis duduk di sana, menatapku sembari tersenyum.

Park Nayoung. Teman kuliahku saat menjalani sarjana kedokteran dulu. Gadis yang menghilang bertahun-tahun lalu kembali hadir di hidupku sejak beberapa bulan terakhir.

Ia tak pernah ikut reuni, tapi semua orang membicarakannya karena status sosialnya. Ayah Nayoung adalah petinggi di kampus, juga merupakan kepala rumah sakit di Severance Hospital, rumah sakit milik universitas yang sama-Yonsei University. Sekarang gadis itu sudah menjadi dokter syaraf, mengikuti jejak ayahnya.

Sejak tiga bulan lalu, Nayoung terus menemuiku setiap kali ia punya waktu. Ia juga sering menelepon untuk mengabari kabar.

Aku tidak mau menutup mata dan menjadi denial, sesungguhnya aku sadar bahwa Nayoung menyukaiku. Bahkan sejak kami kuliah, aku tahu bahwa ia adalah orang yang setiap hari meletakkan minuman kesukaanku di meja tempat belajar yang aku sewa. Tapi anehnya, ia tak pernah menyatakan perasaannya hingga kami lulus.

"Kau sudah selesai hari ini?" tanya Nayoung yang kini berdiri. Rambut cokelatnya dipotongpendek sebahu, poninya sedikit berantakan. Juga seperti biasa, ia mengenakan terusandan jas di luarnya.

Aku mengangguk, "ya, sudah."

"Ayo, aku bantu menyiapkan barang. Aku sudah lapar," ucapnya.

Kami berjanji untuk makan malam bersama hari ini.

***

Kim Namjoon
Strawberry Farm, 6th November 2018

"Kapan aku bisa mencoba strawberry ini?"

Kami sudah kembali dari pasar. Aku menyentuh salah satu buah strawberry kecil yang masih berwarna hijau. Dain sedang memotong daun layu sekitar tiga lorong dari tempatku berada.

Mataku menangkap sosoknya yang sedang mencoba melompat sedikit untuk dapat melampaui dedaunan yang menghalangi pandangannya. Aku tersenyum. Mungkin jika dia sejengkal lebih tinggi, dia tidak perlu bersusah payah seperti itu.

"Apa kau bilang?" tanya Dain dengan mata terbuka lebar-lebar.

"Kapan aku bisa mencoba strawberrynya," jawabku.

"Oh, di pertengahan atau akhir bulan depan sudah bisa." Setelah mengatakan itu, ia segera menurunkan kakinya dan fokus melakukan pekerjaannya.

"Oke, aku akan kembali lagi saat itu."

Arcadia | KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang