Mobil van hitam berhenti di dekat gerbang masuk stasiun. Setelah berpamitan dengan Sejin dan member lain yang kebingungan, aku keluar dari mobil.
Kurapatkan topiku, tak lupa melipat syal abu hingga menutupi beberapa bagian bawah wajahku, kemudian berjalan masuk.
Entah mengapa, stasiun tidak seramai biasanya. Aku memeriksa kembali tiket yang kupesan tadi, masih ada waktu dua puluh menit untuk menunggu.
Aku memandang ke sekeliling untuk mencari tempat duduk yang tersembunyi, tapi kemudian atensiku teralihkan karena ponselku yang berdering. Kedua alisku terangkat.
"Song Dain?" ucapku begitu telepon tersambung.
"Namjoon? Kenapa kau menelepon tadi?"
Kuhela napasku. Ia terdengar baik-baik saja. "Aku hanya khawatir, kau tidak apa-apa, kan?" tanyaku memastikan sekali lagi.
"Tentu," jawabnya singkat.
Aku mengernyit. Suara gadis itu terdengar tenang, tapi aku rasa ia sedang menyembunyikan sesuatu. "Kau yakin?"
"Ya, aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah." Usai menjawab, gadis itu menguap sedikit.
"Apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanyaku.
Dain berdeham, "ya, ibuku dioperasi kemarin. Sekarang masih di ICU. Adikku dan aku gantian berjaga di ruang tunggu sejak kemarin."
Perlu waktu bagiku untuk menerjemahkan kalimat tersebut. Itu artinya Dain sedang menjaga di rumah sakit, tidak sedang di rumahnya. "Kau sedang di mana sekarang?"
"Rumah sakit," jawab gadis itu dengan nada kebingungan. Seolah seharusnya aku tidak menanyakan hal tersebut sama sekali.
"Maksudku, di rumah sakit mana?"
"Severance Hospital."
Kedua mataku membelalak. "Seoul?!"
Gadis itu menghirup udara pada hidungnya, namun ia terdengar pilek. "Oh. Benar, aku di Seoul."
Segera, aku berjalan menuju pintu keluar. "Apakah aku boleh ke sana?"
"Untuk apa?"
Kali ini, aku akan menjawab jujur. "Menemanimu," aku menoleh ke convenience store yang berada di dalam stasiun. "Kau sudah makan?"
"Tadi sore sudah."
"Oke," jawabku.
Langkah kakiku kini berbelok menuju toko tersebut. Aku memutari lemari yang menunjukkan makanan instan.
Tanganku meraih salah satu kotak makanan, "kau ingin bento untuk makan malam?"
Dain mengambil waktu beberapa detik hingga ia menjawab, "tentu. Terima kasih banyak, Namjoon."
Senyuman tipis muncul di wajahku. "Sampai jumpa," ucapku kemudian mematikan sambungan telepon.
Aku meraih salah satu kotak makanan sekali lagi, lalu berjalan menuju kasir. Sebelum membayar, aku memutuskan untuk mengambil air botol dan obat flu untuk Dain.
Dengan memegang satu kantong plastik di tangan, aku berjalan ke luar area stasiun. Suara angin malam dan kendaraan yang melaju cepat terdengar jelas di telingaku.
Aku menatap ke sekeliling, lalu berjalan ke salah satu taksi yang baru saja menurunkan penumpang.
Seorang supir berseragam tersenyum dan mempersilakanku untuk masuk.
Aku membuka pintu taksi dan duduk di kursi belakang. "Severance Hospital," ucapku.
Pria paruh baya tersebut menatapku dari kaca yang terletak di depan. "Rumah sakit Yonsei?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arcadia | KNJ
FanfictionDan saat jiwanya mulai lelah, Namjoon mendengar bisikan itu. "Kembali ke sini, kau akan temukan yang apa kau cari." Jika alam telah berkata demikian, satu-satunya pilihanmu ialah: percaya. a r c a d i a • the harmony of nature frvrxxodairable, 201...