= Selamat membaca =
________________________
Malam-malam kelam terlewati,
sepi sunyi masih setia memeluk di sini.Shania Gracia mendongak menatap semesta, tersenyum pada mentari yang sudah menunjukkan eksistensi.
Hangat nya menyentuh permukaan kulit Gracia, hingga menjalar ke seluruh tubuh nya.
"Tuhan" ucap Gracia pelan
"Apakah cinta dan benci adalah satu kesatuan yang abadi?" Tanya nya dengan suara yang pelan "Atau benci adalah bayang-bayang dari cinta itu sendiri?" Lanjutnya seraya memejamkan mata. Tak sanggup melihat mentari yang sinar nya semakin terang sekali.
"Tolong katakan padaku, bagaimana dia bisa berkata bahwa ia mencintai ku dengan sangat, tapi ia malah pergi dan meninggalkan luka yang begitu menyayat?"
Gracia terkekeh beberapa kali, menertawakan diri sendiri yang terlihat begitu menyedihkan ini. Rasanya sudah cocok sekali jika Gracia di sebut orang gila, karena sejak tadi ia berbicara sendiri.
"Shani Indira Natio..."
Satu kesatuan nama paling indah yang kini dirindukan Gracia.
Satu nama yang sukses membuat hidup Gracia jungkir balik, bahkan hanya hitungan detik.
Ahhh Andai saja malam itu ia tidak pergi dengan Bobby, mungkin saat ini Gracia masih bisa melihat senyum Shani, memeluk erat Shani, bahkan Gracia masih bisa bermanja pada gadis itu.
Andai saja..
__
Dua orang manusia dewasa sedang adu tatap di depan kamar inap Gracia.
Harlan sang papa, berdiri tegak dengan angkuh. Kedua tangan nya ia masukan ke kantong celana, sambil menatap Vina sang istri, penuh tanda tanya.
"Sampai kapan papa akan membiarkan Gracia seperti ini?" Tanya Vina membuka percakapan "papa gak kasian gitu liat anak kita seperti ini?" Lanjutnya dengan tatapan menyelidik.
Harlan menarik nafas sejenak, lalu berucap cepat "Papa ngelakuin ini demi Gracia"
Vina melangkah mendekat, kepala nya mendongak menatap dengan jelas wajah suami nya "Papa bilang demi Gracia?" Tanya Vina dengan tatapan menuntut "papa liat kan Gracia malah tersiksa kaya gitu, apa papa tega liat Gracia seperti ini terus?" Lanjutnya dengan bahu yang kini naik turun, menahan emosi yang tiba-tiba saja terpancing.
Harlan merubah posisi, melipat kedua tangan di depan dada, ia masih mempertahan kan wajah tegas dibalik kegundahan hati nya. Dengan cepat ia memalingkan wajah nya agar tidak melihat wajah istrinya.
Tidak! Jawaban nya tidak sama sekali, dia tidak tega melihat anak bungsu nya seperti ini, tapi ia juga tidak tau harus mencari Shani kemana lagi.
"Kenapa papa diam?" Tanya Vina dengan nada mulai meninggi "liat mama pa!" Vina menarik lengan Harlan, memaksa laki-laki paruh baya itu agar menatap nya lekat.
"Kalo aja papa gak minta Bobby buat nyuruh Shani jauhin Gracia, Gracia gak akan kaya gini pah" Emosi Vina tak tertahan lagi, ia tak peduli jika mereka masih berada di lingkungan rumah sakit saat ini. Yang ia pedulikan hanya Gracia, putri bungsu nya.
Harlan memegang kedua bahu Vina, menatap lekat sambil berbicara pelan. Berharap istri nya mengerti, apa maksud dari sikap Harlan ini
"Tapi ini demi kebaikan anak kita mah"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Semesta (END)
FanfictionPada Semesta yang indah, kutitip kan cinta yang patah. Area GxG, Harap bijak dengan segala sesuatu nya Thankyou.